logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Rencana Khair

Lena Anastasya harus kembali masuk ke dunia gelap, di mana suara musik terdengar memekakkan telinga, aroma alkohol menyengat hidung dan kerlap-kerlip lampu diskotik memancar ke segala arah.
Tempat sebagian orang menggantungkan hidupnya dari bayaran melakukan pekerjaan-pekerjaan di dalamnya. Tempat hiburan malam itu pernah menjadi hal yang begitu mengasyikkan baginya. Terutama saat dirinya menghabiskan bergelas-gelas wisk*y dan masih dalam keadaan sadar, benar-benar seorang pemabuk yang handal.
Malam ini sangat ramai, banyak pengunjung datang untuk bersenang-senang setelah seharian melakukan rutinitas yang menguras tenaga juga menikmati suasana malam. Bahkan tak sedikit yang melakukannya sebagai dasar pelarian atas masalah dalam hidupnya. Mereka sampai rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk bisa masuk ke tempat hiburan tersebut.
"Kamu masih di sini? Emang benar ya, kalau perempuan kaya kamu nggak bakal jauh-jauh dari tempat ini!" ucap Om Ady sambil merangkul dua perempuan yang kini menopang tubuhnya.
"Saya sudah nggak ada urusan lagi sama Om, ya! Jadi suka-suka saya mau di mana aja," sahut Lena sedikit emosi. Dia hanya menyesali harus bertemu dengan lelaki tua itu lagi.
"Sombong! Mentang-mentang udah punya pacar shalih dan kaya. Kasihan banget ya dia sampai jatuh cinta sama perempuan murahan kaya kamu! Ya enggak, Sayang?" Om Ady menoleh ke arah dua perempuan di dekatnya secara bergantian.
"Iyaa, Om ...," ucap mereka serempak dengan suara lebai. Kemudian mereka bertiga ngeloyor pergi begitu saja.
Lena tersenyum masam. Om Ady benar, dosa apa Khair sampai harus berjumpa dengan dirinya.
"Sudah siap? Ayo temani saya sekarang juga!" Seorang pemuda menghampiri Lena dan merangkul bahunya. Lena merasa ji*ik, tapi mau gimana lagi? Mungkin takdir hidupnya memang harus menjadi wanita malam.
***
Setelah berwudu, Khair menggelar sajadahnya dan bergegas melaksanakan salat istikharah. Dia ingin meminta petunjuk atas segala kerisauannya, juga tentang jodoh yang akan menyempurnakan separuh agamanya. Gerakan demi gerakan dia lakukan dengan khusyuk, lalu setelahnya dia berzikir dan berdoa.
'Ya Allah, jika memang engkau ciptakan dia sebagai tulang rusukku dan menyempurnakan separuh dari agamaku, terbaik untukku, keluargaku dan masa depanku. Maka mantapkanlah hatiku dan permudahlah jalan kami menuju ikatan suci. Sesungguhnya hambamu ini pasrah atas segala ketentuanmu.'
Besar harapan dalam hati Khair, Allah SWT memberikan petunjuk untuknya memilih Lena atau tidak. Dia yakin Yang Mahakuasa tidak akan membiarkan dirinya terus menerus berada dalam kegundahan.
Khair baru saja melepas pecinya, ketika handphone-nya bedering. "Bagaimana Rehan? Ada kabar apa tentang Lena?" tanya Khair dengan nada tak sabar.
"Hmm, Lena sekarang sudah bersama saya," ucap Rehan. Suara lelaki itu terdengar berbisik.
"Baik, saya segera ke sana." Khair menutup teleponnya dan segera berganti pakaian. Tak lupa dia membawa gamis Lena yang telah diletakkan Bi Inah di kamarnya. Hatinya sedikit lega, ternyata temannya itu bisa diandalkan. Tak butuh waktu lama pria itu sudah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.
"Mau ke mana malam-malam gini?" tanya Mama Reta saat melihat Khair turun dari tangga dengan memakai pakaian yang rapi. Wanita itu sedang bersantai sembari menonton televisi.
"Hmm, Khair ada urusan, Ma," ucap Khair seraya mencium punggung tangan mamanya, kemudian berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban. Dia mengembuskan napas lega saat sang mama ternyata tidak memperhatikan paperbag yang ada di tangan kirinya. Ya, sepertinya Mama Reta sedang fokus menyaksikan sinetron favoritnya.
***
Setelah mematikan telepon, pria yang tak lain adalah Rehan itu mendekati Lena yang sedari tadi hanya duduk di tepi ranjang tanpa sepatah kata pun.
"Apa kita bisa mulai sekarang?" tanya Rehan pada Lena. Perempuan itu malah menunduk, lalu membenamkan wajah di kedua telapak tangannya.
"Kenapa? Kata Mami kamu adalah wanita paling memuaskan di sini?" tanya Rehan lembut. Dia tidak ingin menyakiti hati Lena. Karena sepertinya saat ini sahabatnya sedang menaruh perasaan pada perempuan itu.
"Iya, tapi itu dulu. Kalau boleh memilih, saya tidak ingin melakukan pekerjaan ini lagi," sahut Lena seraya menatap Rehan. Walau bagaimanapun Rehan tetaplah laki-laki normal pada umumnya yang akan terpesona dengan penampilan Lena yang cantik dan sexy. Namun, dia tidak pernah menyangka sahabatnya yang shalih juga terjebak dalam hal yang sama.
"Kalau begitu saya tidak akan menyentuhmu." Ucapan Rehan membuat Lena terkejut. Untuk apa Rehan membayar Lena dengan mahal jika bukan untuk bersenang-senang dengannya.
Sementara di sisi lain, Khair terpaksa datang ke kelab malam hanya untuk menyelamatkan Lena.
Dia berjalan dengan tegas memasuki tempat itu. Sayangnya, baru beberapa langkah Khair terpaksa harus berhenti, tangannya dicekal seseorang. "Kalau shortime 800 ribu rupiah, kalau longtime 1 juta rupiah. Bayar sama Mami, Bang, di kasir," ujar seorang wanita berbaju sexy sambil menggoda. Mungkin wanita itu berpikir Khair adalah seorang pelanggan di kelab malam tersebut.
"Di mana tempat melakukannya?" tanya Khair. Dia terpaksa bertanya seperti itu karena tadi Rehan tidak mengatakan di sebelah mana dirinya dan Lena berada. Barangkali perempuan ini bisa memberikan petunjuk untuknya mengetahui keberadaan Lena saat ini.
Sang wanita berambut pirang itu justru mengatakan tergantung kehendak pengunjung yang berniat mengajaknya. "Di dalam kamar, di hotel juga bisa. Ya, terserah abangnyalah." Wanita itu mengedipkan sebelah matanya. Jawaban yang tidak terlalu memuaskan bagi Khair. Sekarang mau tidak mau dia harus bertanya lebih detail. "Apa kamu kenal dengan Lena?" tanya Khair.
"Oh, Lena? Kenal lah! Dia itu senior di sini." Wanita itu memutar bola matanya lalu memandang Khair dari atas sampai bawah.
"Di mana dia sekarang?" tanya Khair lagi.
"Ada di kamar sebelah sana. Sepertinya sedang melayani pelanggan." Wanita itu menunjuk salah satu ruangan yang ada di tempat itu.
"Terima kasih," ujar Khair bergegas menuju ke arah yang dimaksud perempuan tadi.
"Ck, gue malah ditolak lagi. Si Lena itu emang hebat ya, bisa dapat pelanggan yang tampan macam dia." Wanita itu membalikan badan dan melangkah pergi.
Klak!
Pintu kamar terbuka, Lena dan Rehan menoleh secara bersamaan. Perempuan itu sangat terkejut saat mengetahui yang datang adalah Khair.
"Mas Khair," ucap Lena dengan mata berkaca-kaca. Rasanya dia ingin sekali memeluk Khair, menumpahkan segala rasa sesak dalam dadanya.
Sementara Khair memberikan isyarat pada Rehan untuk keluar, lalu dengan segera pria itu meninggalkan mereka berdua.
"Lena, saya ingin bicara denganmu di luar," ucap Khair seraya berlalu dan membuat Lena segera mengikuti langkahnya. Saat mereka berdua melewati ruang tengah, orang-orang memandang Lena dengan tatapan heran. Mungkin dalam hati mereka bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi.
Khair berhenti, sedikit memutar tubuhnya agar menghadap Lena. "Saya akan menikahimu," ucapnya setelah mereka berdua sampai di halaman tempat tersebut.
Ucapan Khair seketika membuat Lena terperanjat. Mungkinkah saat ini pendengarannya sedang bermasalah? Atau pria di hadapannya justru sedang bercanda.
"Duduklah Lena, malam ini saya ingin mengatakan hal penting padamu," ujar Khair.
Mereka duduk bersisihan di bangku depan kelab malam. Suasana di luar sepi, meski kadang masih ada beberapa orang lewat.
"Pakai ini, udara malam tidak bagus untuk kesehatanmu." Khair melepas jasnya dan memberikannya pada Lena.
Perhatian seperti ini yang selalu saya rindukan, Mas, batin Lena.
"Lena, saya berniat serius melamarmu. Saya ingin kamu menjadi istri saya." Khair mengulang ucapannya yang tadi sempat terjeda untuk beberapa saat.
Lena menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia benar-benar tidak menyangka Khair akan mengatakan hal ini. Harusnya dirinya senang, sebab Tuhan menampakkan jalan keluar atas kehidupan gelapnya selama ini. Namun, saat ini hatinya masih bimbang antara menerima Khair atau menolaknya. "Maaf, bukannya saya menolak, tapi banyak yang Mas Khair belum tahu tentang saya. Mas Khair pria shalih tidak pantas bersanding dengan wanita hina seperti saya."
Apalagi yang belum Khair ketahui tentang perempuan itu? Dia sudah melihat semuanya. Mulai dari pekerjaan Lena, tentang Pak Santoso yang memperlakukan Lena semena-mena dan juga keterpaksaan Lena bekerja sebagai wanita malam. Bukankah seharusnya itu lebih dari cukup?
"Apa karena kamu adalah seorang wanita penghibur?" tanya Khair tanpa memandang ke arah Lena.
"Lebih dari itu. Bahkan saya sudah tidak suci lagi," ujar Lena. Dia mendongakkan kepala agar air matanya tidak jatuh. Sayangnya, saat ini dia terlalu rapuh untuk menahannya. Hatinya terasa perih saat mengingat bahwa dirinya telah gagal menjaga kehormatannya.
"Emangnya kamu tahu darimana kalau saya ini pria shalih? Apa karena rajin beribadah atau tutur kata saya yang menurutmu lembut? Lena, saya ini manusia biasa, yang juga punya banyak dosa. Hanya saja mungkin saat ini Allah SWT sedang menutup aib saya sehingga terlihat baik di matamu," jelas Khair.
"Tapi bukankah lelaki baik adalah untuk wanita baik, dan akan sangat tidak pantas jika Mas Khair memilih perempuan hina seperti saya untuk dijadikan pendamping hidup," sahut Lena seraya menyandarkan punggungnya di bangku.
"Memangnya kenapa? Kita bisa belajar bersama. Saya akan berusaha membimbingmu menjadi sebaik-baik perhiasan dunia. Tidak perlu imbalan apa-apa, yang penting kamu bersedia taat. Itu saja."
Semua perkataan Khair membuat Lena tak sanggup lagi menyembunyikan perasaannya. Hatinya bahagia, tapi juga ragu. Dia terlalu takut untuk mencintai pria seperti Khair. "Sebenarnya saya tidak berniat mengatakan hal ini, Mas. Saya cukup tahu diri, tapi jujur hati ini sakit saat berusaha mencegah rasa cinta itu hadir."
"Karena sebenarnya Saya juga ingin hidup bersama Mas Khair. Saya sudah capek bergelimang dosa seperti ini. Saya ingin menjadi wanita yang lebih baik. Tapi apa daya? Semua sudah terjadi. Saat ini saya sedang belajar menerima, mungkin inilah takdir yang harus saya jalani." Lena menumpahkan segala rasa sesak dalam dadanya.
"Jika kita berdua saling mencintai. Lalu sekarang apa masalahnya? Lena, obat terbaik dari rasa rindu akan dua orang yang sedang jatuh cinta adalah pernikahan. Kita harus membawa rasa ini dalam ikutan suci agar nantinya tidak menimbulkan dosa," jelas Khair.
"Bagaimana dengan keluargamu, Mas? Apa mereka akan setuju? Belum lagi ucapan orang sekitar, mereka pasti akan mencemooh Lena habis-habisan," ucap Lena. Dia membenamkan wajah di telapak tangannya.
"Lena, saat ini saya memang belum tahu Mama setuju atau tidak. Tapi kita bisa coba, semoga beliau memberikan restu. Selagi kita melakukan perkara baik serta tidak merugikan orang lain, maka di situlah kita tidak perlu risau akan perkataan buruk mereka."
Lena menengadahkan wajahnya ke langit, menyimak setiap kata yang keluar dari bibir Khair dengan seksama. Sama seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, perkataan pria itu membuat hatinya merasa tenang.
Duhai Allah, Tuhan pemilik alam semesta.
Apa ini yang disebut jalan menuju hidayah? Saat aku ingin berubah menjadi lebih baik dan engkau mengirimkan pria shalih seperti Mas Khair. Pria yang bersedia menerima dengan lapang dada segala kekurangan hambamu yang hina ini.
Duhai Allah.
Jika memang dia adalah pria yang engkau takdirkan untuk memperbaiki akhlakku, maka mantapkanlah hatiku dan ridhailah hubungan kami. Sungguh, hambamu ini pasrah atas segala keputusanmu. Karena hamba percaya segala ketentuanmu adalah yang terbaik untukku.
"Lena? Kok malah diam. Apa jawabannya?" Suara Khair seketika membuat Lena tersadar dari lamunannya.
"Apa Lena benar-benar pantas untuk bersanding dengan Mas Khair?" Kalimat itu sepertinya tak akan pernah bosan untuk Lena ucapkan.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (34)

  • avatar
    DjibuFdlah

    ceritanya bagus bangat,mmberikan pljaran kpda dri sndri

    05/02/2023

      0
  • avatar
    PlatinFirdus

    sangat bagus

    01/02/2023

      0
  • avatar
    JAYVJAY

    ok kren

    01/06/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด