logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Masa Lalu Beno

Deana berdecih melihat kakak sepupunya berbinar menatap layar ponsel, dia pasti sedang berbahagia karena sudah bertemu dengan kekasihnya.
“Napa elo? Iri lihat gue happy?” tegur Beno pada Deana yang terus melirik padanya dengan tatapan sinis.
“Jih! Ngapain gue iri,” cibir Deana. Beno mengacak rambut adik sepupunya itu. Mereka berdua bebas memakai sapaan gue-elo, karena Tante Nina tidak ada di rumah. Sedangkan Om Rudi, tentu saja masih sibuk di kantor di waktu siang menjelang sore seperti saat ini.
“Udah ketemuan sama Teh Yuna?” tanya Deana, Beno mengangguk singkat lalu duduk di sampingnya. Mereka duduk di sofa ruang tengah, di atas meja ada beberapa cemilan yang selalu disiapkan oleh Tante Nina.
“Ketemuan jam berapa tadi pagi?” tanya Deana.
“Jam delapan, abis nganter elo tadi, dia baru masuk tol Kopo,” ujar Beno. Deana mengernyitkan dahinya. Berarti perempuan yang dia lihat tadi pagi itu memang bukan Yuna. Karena jika orang yang dia lihat itu benar Yuna, saat itu tidak mungkin pacar Beno masih ada di tol Kopo.
“Apa mungkin Teh Yuna bohong? Kayaknya aku yang salah lihat, lagian masa iya Teh Yuna mesra-mesraan sama cowok lain.” Batin Deana berkata.
“Asik, dong, energinya udah ditambah daya,” ledek Deana.
“Iya lah, gue kayak punya energi baru!” Beno cengengesan. Tanpa Deana tahu, pikiran Beno melalang buana, kembali men-flashback kejadian tadi pagi.
Sepulangnya dari kost’an Yuna, Beno masuk ke dalam kamarnya. Sengaja menyetel musik sedikit keras untuk meredam desahannya. Yups! Di dalam kamar dia memuaskan dirinya sendiri. Selama ini dia tidak pernah melakukan itu, karena biasanya Beno tinggal datang ke tempat tongkrongan lalu akan mendapatkan perempuan yang bisa memuaskan hasratnya. Atau lelaki itu akan datang ke tempat pacarnya, dan meminta untuk dipuaskan.
Itu dulu, sebelum dirinya berhubungan dengan Yuna. Bersama Yuna, Beno tidak pernah melakukan hubungan seks dengan siapa pun. Begitu juga dengan memuaskan dirinya sendiri, tak pernah dia lakukan. Yuna benar-benar bisa mengalihkan perhatian dan pikirannya dari hal itu.
Jika sedikit tergoda saat bertemu Yuna, Beno hanya mengambil jarak beberapa menit untuk mencuci muka. Kemudian hasratnya akan terpenuhi saat dia tidur malam harinya. Karena biasanya akan terbawa sampai mimpi, tentu saja Yuna sebagai peran wanitanya. Hanya sampai situ, Beno benar-benar bisa mengendalikan diri.
Namun, tidak untuk hari ini. Entah kenapa, mungkin karena pancingan yang tanpa sadar dilakukan oleh Yuna. Bahkan setelah menuntaskan hhasratnya Beno lagi-lagi dia memimpikan Yuna saat tidur siang tadi. Beno harus mandi besar berkali-kali hari ini.
“Bang! Abang nggak dengerin gue ngomong ya?” tegur Deana.
“Eh, apa? Emang elo ngomong apaan?”
“Males, ah! Abang pasti abis ngelamun jorok, ya!” tuduh Deana tepat sasaran. Beno gelagapan sambil menggeleng cepat.
“Laporin Mamih, ah, pas banget Mamih udah pulang.” Deana bangkit dari sofa menyambut kedatangan ibundanya.
“Dek! Awas aja elo bilang macem-macem!” teriak Beno, Deana menjulurkan lidahnya.
Beno menengadah menatap langit-langit, dia harus secepatnya melamar Yuna. Sebelum dirinya semakin kehilangan kendali. Namun bagaimana caranya? Yuna selalu menolak jika dia meminta untuk dikenalkan pada orang tua gadis itu. Yuna selalu ketakutan dan mengatakan dia belum siap diomeli ayahnya. Padahal Beno siap pasang badan. Lelaki berambut gondrong itu bahkan telah menghafal doa-doa salat, beberapa surat pendek, dan belajar menjadi imam salat. Beno lakukan semuanya demi mendapatkan restu dari calon mertuanya.
Beno sadar diri betapa buruknya dia di masa lalu. Bukan hal yang mudah meyakinkan orang tua Yuna untuk melepaskan salah satu anak gadis mereka untuk dipersuntingnya. Namun, Beno tidak akan mundur, baginya menjadi suami Yuna adalah hal yang mutlak harus dicapainya.
“Kamu ini, nggak masuk kantor malah males-malesan di rumah,” omel Tante Nina, di belakangnya Deana berjoget meledek Beno.
“Aku udah ijin sama Om, kok, Tan,” sahut Beno.
“Iya, Mih, Beno emang udah ijin sama Papih,” bela Om Rudi yang ternyata sudah sampai di rumah.
“Papih ini, bela aja si Beno! Nanti kalau dia bertingkah lagi, Mamih nggak tanggung jawab!” gerutu Tante Nina. Beno menekuk lututnya, memilih untuk diam tak menyahuti ceramah Tante Nina.
Tante Nina itu tipikal ibu-ibu yang semakin bawel jika dibantah. Lelaki itu enjoy menikmati omelan Tante Nina. Baginya lebih baik di sini dari pada harus tinggal di rumah orang tuanya di Jakarta.
Beno malas berhadapan dengan Romi, kakak tirinya, anak Papa dari istrinya yang terdahulu.
“Bikin ulah apa, sih, Mih? Beno baik-baik aja nggak banyak tingkah. Pacarnya juga perempuan baik-baik.” Om Rudi masih membela Beno. Beno tersenyum jumawa sambil melirik ke arah Deana yang masih mencibir.
“Papih bela aja terus,” ujar Tante Nina sambil melangkah ke arah dapur. Melihat Deana akan duduk di sampingnya, Beno mendorong tubuh adik sepupunya.
“Sono, bantuin Mamih siapin makan malem. Gue mau ngobrol sama Papih, hus ... hus ... hus ....”
Deana melangkah dengan kesal, membiarkan kakak sepupunya bicara empat mata dengan Papihnya.
“Apa yang mau kamu obrolin, Ben? Bahasan kita bakal panjang lebar, nggak? Om belum mandi, nih. Tahu sendiri 'kan nanti gimana bawelnya tante kamu itu,” ucap Om Rudi sembari terkekeh.
“Bentar doang, Om. Aku cuma minta restu buat ngelamar Yuna.”
Om Rudi menatap Beno dengan tatapan tak percaya. Benarkah keponakannya itu ingin segera menikah?
“Kamu serius?” tanyanya pada pemuda tampan yang senang merokok itu.
“Serius, Om. Aku udah bilang sama Yuna. Tapi dia masih takut buat ngomong sama orang tuanya. Katanya dia nggak diijinin pacaran. Papanya bilang, kalau ada yang suka langsung melamar aja, nggak boleh pacaran. Katanya gitu, Om,” jelas Beno.
“Kalau gitu jangan bilang sama orang tua Yuna kalau kalian pacaran. Bilang aja kalian temen kuliah. Kamu tertarik dan jatuh hati sama Yuna, tapi Yuna malah menyuruh kamu melamar. Pakai alasan itu di depan papanya Yuna,” saran Om Rudi.
Mata Beno makin berbinar, senyum bahagia terbit di bibirnya yang sering mengucapkan kata sayang pada Yuna.
“Kenapa nggak kepikiran dari kemarin ya?”
Om Rudi tertawa sambil menepuk bahu Beno.
“Itu lah gunanya bertanya sama yang lebih berpengalaman,” sahut Om Rudi.
“Yang lebih tua lebih tepatnya, Om,” cetus Beno, tawa Om Rudi semakin lebar.
“Jangan lupa hubungi kedua orang tua kamu.” Om Rudi menepuk bahu Beno lalu beranjak meninggalkan keponakannya itu sebelum teriakan istrinya terdengar.
Beno bergumam pelan, “Kasih tahu Mama Papa, ya? Nggak masalah, asal si brengsek itu nggak boleh tahu rencana gue. Apalagi sampai kenal dengan Yuna.”
Lelaki berhidung mancung itu mempunyai pengalaman buruk yang berhubungan dengan kakak tirinya. Romi pernah merebut kekasih Beno dan menghamilinya. Dia bilang, “Ini balasan karena nyokap elo udah ngerebut bokap dari nyokap gue!”
Kejadian itu benar-benar membekas di ingatan Beno. Kekasihnya memilih Romi karena Beno dianggap membosankan, terlalu sopan sebagai lelaki. Sejak itu tak ada lagi lelaki santun bernama Beno Pradipta. Yang adalah lelaki brengsek bernama Beno Pradipta.
Tentang ucapan Romi yang mengatakan bahwa ibunya adalah pelakor, Beno hanya tersenyum sinis. Siapa pun tahu jarak antara pernikahan kedua papa dengan perceraiannya dari istri pertamanya, yaitu tiga tahun. Orang tua Beno saling kenal setelah status papa adalah seorang duda. Romi terhasut ucapan ibu kandungnya setelah bertahun-tahun tak pernah berjumpa. Padahal selama ini ibunda Beno menyayangi Romi seperti anak kandungnya sendiri.
Kejadian itu pun merubah pandangan Beno terhadap abangnya. Selepas SMA, Beno tak mau meneruskan pendidikannya. Lelaki itu memilih untuk berbisnis, ingin menunjukkan bahwa dirinya tak kalah hebat dari Romi, yang selalu dipuji ayahnya. Tak masalah bagi Beno, jika itu memang keberhasilan Romi. Sayangnya, mata Beno terlalu jeli hingga dapat melihat kebusukan dari kakak tirinya itu.
Namun, lagi-lagi Beno dikhianati. Kali ini sahabat sekaligus rekan bisnisnya membawa kabur dana yang dibutuhkan untuk perkembangan bisnisnya. Andai papanya tak turun tangan, mungkin Beno akan meringkuk di penjara atas tuduhan penipuan. Itu karena dana yang dibawa kabur oleh sahabatnya itu dana dari seorang investor.
Ayahnya meminta Beno untuk melanjutkan pendidikan. Tak tanggung-tanggung, tanpa sepengetahuan Beno, lelaki paruh baya itu sudah mendaftarkan putra keduanya itu pada sebuah universitas swasta ternama di kota Bandung.
Tak apa bagi Beno pergi menjauh, asal Romi tak mengusik ketenangan hidup ibunya. Untungnya Romi memang terlanjur sayang pada wanita yang mengurusnya sejak menikah dengan papanya itu. Beno bisa tenang meninggalkan Jakarta, melanjutkan hidupnya di Bandung. Di sinilah akhirnya Beno bertemu dengan gadis cantik bernama Yuna, yang berhasil membuatnya jatuh hati.
$$$$$
4 Februari 2022

หนังสือแสดงความคิดเห็น (95)

  • avatar
    PratamaRio

    bagus

    5d

      0
  • avatar
    Raditia Azwan

    Karena seru

    10d

      0
  • avatar
    AAp

    ok qlala

    12d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด