logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

6, Anak Angkat

TAPI ternyata tujuan mereka tidak sejauh yang Nayara kira. Tidak jauh dari perempatan, Gia masuk ke sebuah ruko.
“Maakkk…” Gia tidak merasa harus menjaga suaranya agar terdengar anggun. Nayara yang masih kesal dan terengah-engah ternyata masih ada tenaga untuk menggerutu sambil membaca papan nama.
Rumah Makan Tante Tita.
Tu anak kapan warasnya sih? Mau makan gratis malah ke rumah makan gini.
Sementara Nayara masih terengah dan menggerutu di luar, di dalam Gia sudah menyambar apron dan langsung dia pakai. Mendekati jam makan siang memang tempat ini semakin ramai. Setelah apronnya terpasang, dia mengambil apron satu lagi lalu langsung ke Nayara yang masih tercenung di teras ruko.
“Eh, Bekicot Sawah, ngapain cengok di situ? Setan malas nyamber kalau siang gini. Panas.” Gia langsung menegakkan tubuh Nayara dan memasang apron yang dia bawa.
“Makan dulu aja, Gee.” Tiba-tiba suara seseorang terdengar.
“Nanti aja, Mak. Belum laper banget. Tapi nggak tau deh cangcorang kejepit in.”
“Itu siapa, Gee?” Suaranya makin mendekat. Sosok ibu-ibu bertubuh gempal dan montok semakin jelas di mata Nayara. Tubuhnya yang lebih tinggi sedikit dari gagang sapu dan bobotnya yang nyaris dua kali karung beras ukuran besar membuat jalannya doyong ke kiri dan ke kanan.
“Kaum fakir baru, Mak. Nayara. Nay.” Kali ini Gia gesit menghindar dari jangkauan tangan Nayara. Jawaban Gia membuat si ibu terkekeh panjang.
“Lu makan dulu gih, Nay. Muka lu pucet amat. Tadi sarapan nggak?”
“Sarapan, Mak. Tapi gue ajak jalan ke sini dari kos,” aku Gia sambil terkekeh kurang ajar.
“Astaga. Lu kalau mau bunuh anak orang langsung tusuk jantungnya aja ngapa sih. Jangan disiksa dulu. Dosa lu dobel tau. “Ayo, makan dulu, Nay. Nggak usah dengerin si sodet somplak itu.” Mak Tita langsung merangkul bahu Nay ke dalam, ke display makanan.
Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Nayara malu hati.
“Eh, nanti aja, Mak. Saya sudah makan kok tadi pagi.” Nay langsung ikut cara Gia memanggil ibu itu.
“Bener?”
“Iya, Mak. Nanti aja bareng Gia.” Nay melirik Gia yang sudah asyik mengelap meja sambil mengganggu pelanggan yang antre menunggu kursi kosong.
“Lu duduk dulu aja di pojokan. Lihat aja si centong cemong itu ngapain di sini. Nih, minum teh hangat dulu biar enakan. Gue takut lu pingsan digeret dari kos.” Mak sudah memberikan segelas teh hangat untuk Nayara. Yang Nayara ambil tanpa malu-malu.
Teh hangat itu benar membuat Nayara merasa lebih baik dan bisa berpikir harus melakukan apa. Ternyata Gia hanya membersihkan meja sambil mengantar pesanan. Lebih banyak cekakak cekikik pada tamu yang datang daripada membantu. Bagaimana tidak, jika si emak yang punya rumah makan pun begitu ke pelanggannya. Ada saja yang dia celetukkan yang membuat orang terbahak atau gatal ingin membalas celetukannya.
Gue bakal betah di sini, ujar Nay sambil setengah membanting gelas yang sudah kosong ke meja. Oke, saatnya mulai kerja. Dia berdiri lalu langsung merapikan apron.
***
Jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam ketika Nayara dan Gia duduk di rooftop ruko Mak Tita. Berdua mereka duduk bersandar sambil meluruskan kaki. Gelas teh panas di tangan masing-masing masih mengeluarkan uapnya. Mereka asyik menikmati malam.
“Lu kenal di mana sama Mak Tita?” tanya Nayara sambil terus menyeruput tehnya.
“Ya sama aja kasusnya kayak lu sih. Lagi nggak ada duit trus butuh makan.”
“Siapa yang geret lu ke sini?”
“Gue nyari kerja. Gue lihat-lihat rumah makan yang ramai trus keteteran. Dari beberapa yang gue masukin, tempat ini yang terima gue.”
“Terus gimana bisa pembayarannya jadi kayak gini?”
“Mak Tita tau, gue nggak bisa kerja full di sini. Dia juga nggak butuh karyawan tambahan tiap hari. Intinya mah dia mau sedekah aja ke kaum fakir dan dhuafa kayak kita. Lu kalau nggak bantuin juga tetap dikasih makan kok sama Mak.”
“Ya tapi kan nggak enak.”
“Lu lihat sikon aja. Kalau memang lagi sepi, ya apa yang mau dikerjain? Paling juga gue ngobrol sama Mak.”
“Jadi asal kelaparan lu ke sini?”
“Ya kagak lah. Lu kata ini dinsos apa? Intinya mah gue ke sini kadang cuma pengin duduk-duduk di sini aja. Nggak asal lapar ke mari. Kadang gue bawa tentengan kok.”
Gia ingin menjelaskan bahwa dia tidak selamanya berharap makan gratis di sini.
“Lu nenteng apa?”
“Cilok.” Gia menjawab sambil terkekeh.
“Cilok?”
Gia terkekeh. “Iya. Sereceh itu bikin dia hepi. Lu bawain makanan yang kenyel-kenyel, hepi dah dia. Cilok, cireng, cimol, sempol.”
“Lu bawain cilok goceng lalu pulang lu nenteng sekresek. Fix, Mak cuma mau sedekah.” Itu kesimpulan Nayara.
Mereka tertawa bersama.
Percakapan itu akan terus berlanjut jika ruko belum waktunya tutup. Mereka melanjutkan perbincangan sepanjang jalan dan berlanjut di kamar. Hari itu mereka bisa tidur pulas dengan perut kenyang tanpa keluar uang sesen pun. Besok? Biar dipikirkan besok. Tapi Nayara langsung mengikuti jejak Gia menahbiskan dirinya sebagai anak angkat Mak Tita. Apalagi setelah dia melihat Gia sangat santai menceritakan banyak hal, membincangkan nyaris segala hal termasuk hal yang dianggap sebagian orang tabu. Cara Gia memanggil dengan makian yang asal bunyi—yang akhirnya dia ikuti—mungkin berasal dari sini. Sesuatu yang… ah, Nayara baru tahu bahwa memaki bisa berarti tidak marah dan menunjukkan kedekatan mereka. Selama ini yang dia tahu memaki ya menghina.
Nayara selalu mencari sosok ibu yang bisa dia percaya. Tempat dia bercerita dan tempat dia mencari pelukan hangat. Dia masih bisa merasakan pelukan Mak Tita yang erat sambil menepuk-nepuk punggungnya ketika berpamit pulang. Ah, dia memang celamitan untuk hal-hal sentimental seperti itu. Kadang sesuatu yang sangat sederhana bisa berarti banyak untuk orang lain.
***
Lewat Mak Titalah Nayara bekerja part time di katering milik temannya. Bekerja sebagai petugas katering ketika ada hajatan. Nayara tahu, dia sangat rawan dikenali sebagai anak Buntara dan Harsa. Malas menghadapi tatapan menyelidik dan mengasihani, Nayara selalu menggunakan masker ketika bekerja.
***
Nayara baru merasakan mahalnya uang kuliah ketika dia sampai terpaksa cuti kuliah dua semester demi mengumpulkan uang kuliah. Padahal sisa menyelesaikan skrisp saja dan itu bisa dia kerjakan satu semester. Bahkan proposal skripsinya pun sudah dia siapkan. De facto, dosen pembimbingnya  sudah menyetujui proposalnya. Sisa meminta izin dari pemilik data agar mau melepas datanya untuk dia olah.
Setahun ini, dia bekerja full time sebagai telemarketing. Menulis dan mengedit serta petugas katering tetap dia kerjakan. Sudah banting tulang peras keringat setahun pun dia masih harus ekstra hemat. Tapi dia puas. Dia merasa bebas. Dia bisa hidup tanpa harta Harsa.
Sampai akhirnya tabungannya terkumpul dan bisa membayar SPP Buntara satu semester yang baru dia sadari ternyata angkanya begitu menakutkan untuk orang kebanyakan. Demi menjaga rekeningnya tidak semakin dehidrasi, dia menjatah satu semester untuk urusan skirpsi. Untuk itulah, sebelum dia mulai menyusun skripsi, dia menyiapkan semuanya dulu dalam masa cuti akademik. Dia harus memulai semester baru ketika semua urusan penyusunan skripsi beres. Dalam perhitungannya, itu berarti proposalnya harus disetujui de jure oleh pemilik data paling lambat di hari terakhir daftar ulang. Begitu SPP terbayar dia akan mulai dengan tanda tangan persetujuan proposal dari dosen pembimbing.
Untuk melanjutkan hidupnya, sebelum memulai semester baru yang hanya berisi skripsi, dia menerima tawaran bekerja full time di Papyrus. Bukan apa-apa, ini hanya teknik sambil menyelam minum air. Dia bisa bekerja sekaligus menyelesaikan skripsinya di satu tempat.
Karena data yang dia incar adalah data Papyrus.
***
Bersambung

Book Comment (166)

  • avatar
    Yudi Prasetyo

    baguss

    10d

      0
  • avatar
    Pipit Fitriyanih

    meleleh selalu dengan kisah anaknya mba Sa..ini. percaya gak kalo aku sampe unduh semua jenis novel onlina buat baca kisah anak² mba Sa.. baru tau ada novelah setelah ngubek² watty. gak nyesel akhirnya bisa beres baca kisah manggala&nayara. semangat nulisnya mba Sa... ditunggu kisah ian&the geng yg lain... wkwkwk sorry mba aku beneran ngefans sama aurora&aa pada akhirnyaaa #pelukmbaSa

    19d

      0
  • avatar
    LuthfiLuthfi

    keren lah karangan nya 😂

    26d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters