logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 0.3

Dua hari berlalu sejak kecelakaan itu. Tidak ada patah tulang atau luka dalam yang serius, tapi seluruh badan Velia masih terasa remuk. Meski begitu Velia tetap keras kepala untuk berangkat sekolah keesokan paginya karena tidak ingin ketinggalan pelajaran terlalu jauh.
Untung saja malam itu mobil Siera segera muncul. Jefri langsung syok saat itu dan buru-buru Velia dilarikan ke rumah sakit olehnya dan Siera, meninggalkan Zendi yang membeku di tempat. Masih belum percaya dengan kenyataan bahwa lawannya balapan bukan Jefri, tetapi adiknya.
"Ati-ati," Jefri membantu Velia turun dari motor begitu sampai di parkiran. Siku dan lututnya diperban, sekitar wajah Velia juga agak membiru karena benturan keras saat kecelakaan.
"Bisa jalan gak? Apa perlu gue gendong sampe kelas?" titah Jefri.
Velia mendengus sebal. "Gak usah alay deh bang, lo pikir gue anak kecil apa pake gendong-gendong segala gue bisa jalan sendiri."
"Ya kan lo lagi sakit dek, gara-garanya gue juga. Sori ya, gue tau gue salah, gue kurang tegas jadi abang lo. Seandainya gue nahan lo pasti ini gak bakalan terjadi."
"Gue gapapa ish, orang seger buger begini, gak usah mello-mello gitu deh." Velia melepas pegangannya dari pundak Jefri dan mencoba berdiri tegap menyeimbangkan badannya. Velia menarik napas dalam untuk meminimalisir rasa sakit itu, mencoba terlihat baik-baik saja.
Jefri geleng-geleng kepala melihatnya, kasihan tapi juga kesel disaat yang sama. "Seger buger mata lo soak, nenek-nenek grandong juga tau lo sakit."
"Apaan sih bang."
"Kalo gak yakin gue gendong aja, gak usah takut-takut fans gue ngamuk. Mereka gak akan cakar elo kok, kan semua udah tau lo adek gue."
"Najis. Pede gila. Udah sana abang duluan aja. Ntar bolak-balik naik tangga capek, lo juga belum ngerjain PR kan? Ntar gak keburu dapet nilai mines lho. Sana gih." Velia mendorong pelan pundak Jefri.
"Dasar, adek macem apaan sih lo, menyia-nyiakan perhatian seorang kakak yang super duper kece dan ganteng ini." Jefri mendengus kesal menghadapi sikap Velia, yang dari dulu memang tidak pernah berubah. Selalu menyepelekan keadaannya sendiri, sementara jika Jefri yang sakit Velia selalu over protektif.
"Yaudah gue duluan ya, kalo ada apa-apa kasih tau." Jefri mengacak-acak rambut Velia sebelum berlalu pergi.
"Ish. Resek."
Satu yang pasti dan Jefri sangat tahu itu, Velia hanya tidak ingin terlihat lemah di depan semua orang. Mungkin itu yang membuat Jefri semakin bangga kepadanya.
"Heh. Tas abu-abu, tunggu."
Belum habis Velia menyeberangi lapangan basket dengan sedikit terpincang, tiba-tiba seseorang menyeletuk dari arah belakang. Sedetik kemudian dia sudah menempatkan diri di depan Velia, membawa aroma maskulin yang menusuk ke hidung. Seketika Velia menengadah menatap tubuh jangkung itu.
Kak Zendi..
Velia menelan ludah saat beradu pandang dengan mata tajam itu. Satu tahun lebih sekolah di SMA Kartini tapi baru sekarang Velia bertatapan langsung dengan Zendi. Tidak ada ekspresi apapun di wajah tampan itu selain jutek.
"Siapa nama lo? Velia ya?" Zendi memincing melihat papan nama di baju seragam Velia. Terhitung sudah satu semester mereka sekelas tapi rupanya itu belum cukup untuk membuat Zendi mengingat nama gadis itu.
"Lo adeknya Jefri kan? Gue mau nanya deh, kemarin lo nyamar jadi Jefri motif lo apaan ya? Asal lo tau ya, abis lo kecelakaan malem itu Siera jadi marah besar ke gue padahal gue juga gak bermaksud jadiin dia taruhan, gara-gara elo gue jadi gak ada celah lagi untuk deketin Siera, tau gak! Terus sekarang urusannya gimana?"
Pagi-pagi sudah mencari ribut. Jujur Velia heran sekali cowok macam apa Zendi ini, jelas-jelas muka Velia sudah seperti dendeng begitu, kulit putih mulusnya pun lecet penuh luka tapi Zendi dengan tidak berperasaan malah menghakiminya.
Fakkk.
"Ini pasti Jefri kan yang nyuruh lo, karena dia takut ngelawan gue makanya dia nyuruh elo gitu yakan? Kok dia cemen banget sih jadi laki, pengecut banget gak ada harga dirinya." Zendi berkacak pinggang, dengan senyum miring ia menggeleng tak habis pikir.
Velia mendelik, naik darah seakan di kepalanya keluar asap. Nalurinya ingin menampar Zendi tapi tidak tersampaikan.
"Heh Kendil, gue sebenernya--"
"Hah! Lo sebut gue apa!"
"Kendil, kenapa? Suka-suka mulut gue dong? Gini ya, gue tuh orangnya gak suka cari masalah, tapi kalo lo menghina abang gue seenaknya begitu gue gak terima." Velia berdesis menahan amarah. "Kemarin abang gue ngedrop dan oke, emang kemauan gue sendiri untuk gantiin dia balapan. Jadi lo jangan pernah menghina abang gue pengecut dan semacamnya, karena dia bukan orang yang seperti itu."
"Oh ya? Tapi gue udah gak peduli tuh, karena yang gue mau sekarang adalah tanggung jawab lo."
Telunjuk Zendi lalu terangkat, menginteruksi Velia untuk mengikuti arah pandangnya. Di depan mading itu, dimana Jefri sedang asik ketawa-ketiwi dengan Siera. Sambil kerap kali Jefri menoel pipi Siera lalu Siera membalas dengan tabokan di lengan Jefri. Memang, dari parkiran mobil tadi Siera menyapa Jefri sehingga kini mereka bisa bersama.
"Seandainya lo gak gantiin Jefri balapan sama gue, udah pasti gue bakal ngalahin Jefri dengan telak, Siera jadi milik gue, dan Jefri mundur dengan sendirinya. Tapi, karena lo ngehancurin semuanya, sekarang gue minta lo bantuin gue misahin Jefri dan Siera."
"Apa? Gak salah lo ngomong gitu? Kenapa jadi gue ikutan repot sama urusan lo? Pokoknya gue gak mau. Permisi."
Dengan perasaan tak menentunya Velia bergegas angkat kaki dari hadapan Zendi. Sialnya kaki Velia lagi sakit, Zendi dengan mudahnya menghalang-halangi. Saat Velia ke kiri Zendi ikut ke kiri, Velia ingin ke kanan Zendi masih menutup jalannya.
"Mau kemana? Urusan kita belum kelar bocah."
Velia menghela napas jengah. "Bisa minggir sedikit gak gue mau lewat."
"Gak."
"Minggir."
"Engga."
"Mau lo apa sih?"
"Jauhin abang lo dari Siera."
"Tapi kelihatannya kak Siera bahagia tuh deket abang gue. Pasti lo gak bisa terima kenyataan ya cintanya ditolak mentah-mentah? Uhh kasian banget pengemis cinta, sakit ya terabaikan?"
"Apa lo bilang!"
"Pengemis cinta. Kenapa? Gak suka? Lebih murah mana harga dirinya, orang cemen sama tukang ngemis?"
Fix. Ini namanya Velia sudah cari penyakit. Tapi, persetan dengan itu Velia hanya tidak ingin diperbudak. Karena Zendi bukan siapa-siapa, jadi dia tidak berhak memerintah Velia. Apalagi permintaan itu adalah menghancurkan kebahagiaan Jefri, kakaknya sendiri.
Zendi sudah mengepalkan tangan karena pelecehan itu. Velia dengan keberaniannya lalu menjulurkan lidah dan buru-buru pergi dengan kaki yang tertatih.
"Heh! Lo..!" Zendi dengan gemas menarik kencang rambut panjang Velia sampai ke akar-akar seperti ingin copot dari kepala, sehingga badan Velia terhuyung ke belakang. Bibirnya mengaduh kesakitan sambil memegangi ikatan rambutnya. Nyaris Velia terjatuh kalau saja Zendi tidak menangkapnya dengan sigap.
Adegan klasik di sinetron. Velia sempat memejam merasakan tangan kekar Zendi mendekapnya erat, sambil Velia mencengkram jaket denim itu. Ketika Velia membuka mata, ternyata wajah mereka begitu dekat nyaris tak berjarak. Dan Zendi menatapnya dalam dengan deru napas yang membuat tengkuk Velia meremang.

Book Comment (220)

  • avatar
    mulyaniNenk

    aku suka ceritanya thor......lanjut baca nich...💪💪

    02/05/2022

      0
  • avatar
    Claudiya

    eyakkkk bagusss bangettt, ga kebayang sampe klk velia sama zendi nikah kirain velia sama rifai yang nikah. tp gaapa bagus bangett crtanya plot twist nya gaada seng tak sangka", kak fai dah ada gebtannya nihh yeee. semangat buat cerita yang lainnya ya kak ❤️

    06/01/2022

      2
  • avatar
    Yesi

    KAK MASIH ADA LANJUTAN NYA LAGI GA?😭😭😭😭 PENASARAN BANGET JADI KE INGET" PLISS,SEMOGA KAKAK BACA KOMENTAR AKU YAYAYA😭 MOGA HAPPY END JGA WKWKW😁😍🥰

    05/01/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters