logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab. 4. Korban

Di Kamar Apartemen
"Andrieeek yang sok-sok an baik, Pliss yaa..jangan tinggal sekamar dengan gue tuh barang-barang loe!"
Keyla melempar barang-barangnya.Andriek cuma menghela nafas kecil.Dan kemudian meraba-raba setiap barangnya, keyla cuma menertawainya.
"Kasian banget sial ya nikah sama gue." Gerutunya.
"Makasih udah perlakuin aku kayak gini."
"What, elo bermaksud ngancem gue? Nyadar diri dong loe tu siapa? Artis terkenal? Atau direktur? Dia tersenyum."lucu ! Lanjutnya lagi.
"Gak juga tapi roda itu selalu berputar, gak mungkin ban itu, jalannya datar-datar aja. Mungkin hari ini kamu bisa merendahkan orang lain tapi besok, kamu gak akan tau nasib orang itu."
"Elo ngecoba nasehatin gue?"
"Gak juga tapi bersikaplah sopan!"
"Udah udah, ah mual gue ngedengernya. Cepetan beresin semua barang lo!"
Andriek tak lagi menjawab, dia langsung merapikan barangnya dan berjalan turun.
"Hati-hati kalau jalan ntar kalau jatuh trus mati, janda dong gue." Keyla meneriakinya sambil tertawa. Andriek berhenti sejenak dan lanjut melangkah lagi.
"Sial Kaki gue sakit gimana gue bisa kuliah kalau begini, Gara-gara kualat kali ya. Huff." Dia melirih kesal.
dringgg.... driingggg.... driiiingggg...
Suara handphone mengejutkannya.Riko menelpon.
"Hai, Beb." Sapa riko di sebrang.
"Hai."
"Lagi ngapain, Beb?"
"Habis kemas-kemas barang, mama udah beliin apartemen baru buat gue."
"Bagus dong jadinya kita bisa bebas ketemu kapan aja." Riko tertawa.
"Apaan sih."
"Suami loe di situ juga beb?"
"Iyalah gak mungkin jugakan gue ngusir dia."
"Eh, iyaya. Gue jemput ya?'
"Beb hari ini kayaknya gue gak masuk kuliah dulu deh."
"Looh kenapa?"
"Tadi pagi kaki gue keseleo trus pincang deh."
"Terus udah di urut?"
"Belum sih."
"Yaah, kok belum sih? Ntar kalau kenapa-kenapa gimana?"
"Gak papa beb, gue baik-baik aja kok."
"Ya udah deh kalau gitu, gue tutup ya telponnya?"
"Iya see you."
Tut... tut... tut....
Telponpun dimatikan.
Di balkon apartemen, Andriek menatap lurus kedepan. Selama bertahun-tahun dia tak pernah tahu.. seperti apa penampakan dunia ini.
Dia menghela nafas.
"Aaaachhh, kenapa dunia ini terasa begitu sempit!" Erangnya pilu,dia tahu sekarang begitu rendahnya dia di mata Keyla bahkan Keyla sama sekali tak menganggapnya ada.Dia seperti hantu ada namun tak terlihat.Setelah kepergian ibunya, dia pernah merasa putus asa tapi dia punya Riana ataupun ayah yang selalu menyemangatinya sebelumnya dia sudah cukup bahagia tapi kini ? Pernikahan telah membuat hatinya hancur berkeping-keping.
Seperti debu... seperti pasir tersapu ombak,mata Andriek tiba-tiba sembab, air matanya pun jatuh membasahi pipinya.Akankah dia sanggup untuk berdiri di antara kerasnya ombak menerjang.Andriek langsung terduduk sedih lututnya lemah.
Haruskah dia kecewa lagi? Dia terus bertanya dalam tangisnya yang perih.
"Duniaa kata orang engkau indah, Kata orang engkau seperti sekumpulan bunga-bunga yang mekar. Tapi bagiku tidak! Kau seperti pedang yang menusuk jantungku," Ucap Andriek frustasi. Berlalu sudah hari yang cukup menyebalkan itu.
Keesokan harinya di ruang dapur
Andriek sedang menata makanan di meja.Tiba-tiba keyla datang menghampirinya. Dia masih berjalan dengan kaki terpincang-pincang, mendengar langkah kaki keyla Andriek menyapanya.
"Key apakah kakimu sudah membaik?"
Perempuan itu kemudian berhenti dari langkahnya.
"Apa perduli loe?"Jawabnya ketus sambil memandang kearah Andriek yang sedang berdiri.Dan dia melihat nasi goreng yang tertata rapi di atas meja."Oh gak nyangka banget gue, ternyata si buta bisa masak." Dia tertawa mengejek. "Kira-kira enak gak sih? oh atau jangan-jangan garam di kirain gula lagi!" Suaranya makin keras."Secara dong mata diakan gak ngeliat alias buta!"
"Bisakah kau memanggilku lebih sopan?" Andriek menyela.
Keyla langsung terdiam. "Sorri kalau gue udah nyinggung elo? Tapi, emm apa perlu ya gue minta maaf? Kayaknya gak perlu deeh? Oke gue pamit berangkat yadan satu hal lagi jangan tungguin gue pulang. Okei daaa.... si buta." Keyla melambaikan tangannya dan berlalu dari hadapan Andriek. Andriek berusaha menahan amarahnya tak seharusnya keyla terus memakinya,Dia juga punya perasaan.
"Oke, aku gak perlu dengar semua perkataan kasarnya, sabar Ndriek...sabar."
Dia mencoba untuk tersenyum, setelah itu menikmati sarapan yang baru saja di buatnya.
Dirumah kediaman kedua orangtua Keyla. Mama berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sesekali menggerakan tangannya gelisah.
"Mah ada apa?" Papa menatapnya dengan raut yang penuh tanda tanya.
 "Gak ada apa-apa, Pah."
"Selagi kejujuran itu baik kenapa harus berbohong?" Mama langsung terpaku dan ikut menatap kearah pria berumur 30 tahunan itu.
 "Pah, mamah masih mikirin mereka berdua."
"Mereka udah sama-sama berumur 20 tahun dan setidaknya mereka bisa bertindak lebih dewasakan."
"Tapii, Pah, Mamah masih gak percaya sama keyla dan itu pastinya sangat berat buat Andriek. Keyla itu benar-benar gak perduli sama dia." Suara mama agak meninggi.
 "Papah, yakin sama Andriek!"
 "Iya, cuma."
"Apa?"
 "Gak apa-apa, Pah ini hanya kekhawatiran sedikit."
 "Apakah mamah akan mengunjungi mereka lagi?"
"Gak, Pah."
"Ya udah kalau gitu gak usah terlalu di pikirin."
Mama mengangguk setuju. Jam sudah menunjukan pukul 10:00 wib, Matahari terasa begitu hangat. Ya tentu saja karena panasnya hampir mendekati beberapa derajat celcius.
Andriek berjalan di tepi, sambil mengayunkan tongkatnya merabai setiap jejak yang ia pijak. Dan tangan kirinya memegang sebuah gitar yang terlihat usang dan lusuh hampir-hampir saja cat itu memudar serta kehilangan warnanya.
Dia berhenti di depan cafe sejenak setelah itu melangkah masuk dengan petunjuk tongkat kesayangannya. Tiba-tiba pelayan cafe itu mendekatinya.
 "Mau ngamen ya?" Tanyanya kecil.
 "Jika Anda mengizinkan."
"Maaf tapi kami tidak menerima pengamen di sini!" ujarnya lagi.
"Baiklah,"
"Kau bisa pergi sekarang."
Andriekpun menggeser tongkatnya.
"Sinta apa yang terjadi?" Seorang pria berpakaian rapi ikut menghampiri keduanya.
 "Tuan."
Lelaki dengan wajah manis itu tersenyum.
"Siapa namamu?"
"Anda bisa memanggilku Andriek."
"Oohh, Aku Riyan!" Sambil mengulurkan tangan akan tetapi Andriek tak merespon.
"Senang bertemu dengan Anda Tuan."
Riyan tersenyum geli, ya.. tentu karena dia melupakan sesuatu. Jelas-jelas pria di hadapannya itu tak melihat masih saja dia bermaksud menyalami pria itu.
Kemudian Riyan memandang kearah pelayan, yang di panggilnya dengan sebutan Sinta tadi, dan menyuruhnya untuk membuatkan dua gelas Jus Apel.
 "Andriek silakan duduk."
 Andriek hanya mengangguk serta meraba-raba. Akan tetapi Riyan lebih dulu mengambilkanya kursi, Riyan juga ikut duduk.
 "Andriek dimana rumahmu?"
"Aku tinggal di sebuah Apartemen dan apartemen itu tak jauh dari sini."
Riyan mangguk-mangguk. Sesaat suasana sunyi, tak lama setelah itu pelayan datang membawakan dua gelas minuman jus, yang di pesan Riyan tadi. Riyan ya dia itu lelaki yang punya ciri khusus berambut pirang, bola mata berwarna biru, tubuh atletis dan dia adalah pemilik cafe ini, sebut saja cafe victoria, sepertinya dia berdarah indo atau bisa di bilang campuran bukan orang indonesia asli.
"Silakan di minum jus nya." Dia berkata sambil menggeserkan satu gelas jus Apel tepat di tangan Andriek. Andriek menerimanya dengan senyuman kecil, lalu menyedot pipanya.
"Oh ya kamu bisa bekerja di cafeku sekarang, resmi, aku kontrak kamu sebagai penghibur di cafeku ini," jelas Riyan lagi.
 Bruuuuusssssh
Jus Apel menyembur. Riyan terkejut.
"Maaf, Aku tak sengaja." Andriek meminta maaf dengan gugup.
 "Ya," jawabnya kecil.
 "Sekali lagi maafkan aku tuan." Andriek terus meminta maaf. Riyan juga mengulangi kata-katanya dan memakluminya.
Beberapa menit kemudian Riyan menyuruh Andriek untuk menghibur para tamu, dengan sebuah lagu melow dan senang hati Andriek menyetujuinya. Suara Andriek terdengar sangat merdu, jari tangannya perlahan memetik senar gitar tuanya dia menikmati serta terhanyut. Semua mata tertuju padanya, mereka sangat kagum dan menikmati lagu ciptaan salah satu band terkenal yang berjudul "HANYA RINDU" Andmesh.
Tiada terasa tiba-tiba air matanya mengalir lembut bayangan tentang Ibunya terekam kembali. Dia sangat merindukan dekapan kasih dan sayang ibunya tapi semua itu telah sirna keinginannya tak mungkin jadi kenyataan betapa sedih hatinya kini semua tinggallah bayangan semu. Lagu itu hanya berdurasi 5 menit saja para pelanggan Cafe bertepuk tangan.
Begitu juga dengan Riyan. Lelaki itu bertepuk tangan sembari mendekatinya.
 "Luar biasa kamu punya bakat untuk jadi artis kawan." pujinya datar. Mendengar pujian itu Andriek hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
Setelah bernyanyi dengan beberapa lagu, akhirnya Andriek selesai bekerja. Riyan memberinya uang.
"Terima kasih."
"Biasa sajalah panggil saja aku Riyan, lagian aku juga belum menikah."
Andriek tersenyum. "Kalau begitu Aku permisi dulu."
"Oke, jaga diri kamu baik-baik dan berhati-hatilah."
"Terima kasih." Andriek berlalu dari hadapan Riyan, dia membuka pintu dan berjalan menyusuri jalan dengan tongkatnya.
Cafe Riyan sudah tak nampak lagi. Namun...
"Hahaha....."
Terdengar suara dua orang lelaki menertawainya. Waktu itu suasana sangat sepi, masih belum ada orang-orang yang lewat.
"Buta mau kemana sih? Buru-buru banget." Satu lelaki mendekatinya.
"Maaf Aku harus segera pergi," jawab Andriek datar.
"Eeh tunggu dulu lah," Lelaki itu memegang pergelangan tangan Andriek.
"Apa yang kalian mau?" Andriek mulai bernada tegas. Lelaki itu tersenyum sinis.
Bughhhh..... Bughhh.....

Book Comment (208)

  • avatar
    SantosoTeguh

    mantap

    01/08

      0
  • avatar
    GazaEL

    sangat bagus

    17/07

      0
  • avatar
    ADIT

    resep

    06/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters