logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Tidak Tahu Harus Bereaksi Seperti Apa

Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan. 
Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu. 
Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.
Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin. 
Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama. 
Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah. 
"Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna. 
Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati."
"Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Besar Kim kesal. Bagaimana putranya dapat meninggalkan wanita yang baru dinikahi begitu saja pada hari pertama pernikahan. 
"Sudahlah, Sayang. Masa kamu tidak dapat memperkirakan, ke mana Leo saat ini!" ujar Nyonya Besar Kim kepada sang suami. 
"Ke mana?" tanya Tuan Besar Kim kepada sang istri dengan usia yang terpaut jauh dengannya. 
"Pastinya sedang berpesta dengan para sahabatnya!" balas Nyonya Besar Kim sambil menatap ke arah Jenna, dengan tatapan merendahkan. 
BRAKKK! 
Tuan Besar Kim memukul meja kuat. 
"Jaga ucapanmu!" tegur Tuan Besar Kim. 
Nyonya Besar Kim diam dan tahu sudah saatnya untuk tidak berbicara. 
Jenna menunduk dan mulai menelan makanannya. Ia tahu, Leonel Kim senang berpesta dan memiliki sederet kekasih. 
Makan malam berlangsung dalam hening dengan raut wajah Nyonya Besar begitu buruk, begitu juga dengan wajah putrinya. Jelas-jelas tidak menyukai keberadaan Jenna Ren. 
"Aku sudah selesai. Aku akan kembali ke kamar, selamat malam."
Selesai makan, Jenna langsung pamit. Ia tidak tahan dengan kekakuan ini. Jenna hanya berharap, suaminya segera pulang. Sebab, Jenna ingin membahas tentang neneknya. 
Kembali ke kamar dan naik ke atas ranjang, duduk dalam diam menatap dinding di hadapannya. Menarik selimut menutup separuh tubuhnya, Jenna memilah perasannya. Mengapa tidak seperti perkiraannya? Suaminya pergi begitu saja, setelah upacara pernikahan selesai. Jenna memalingkan wajah dan menatap ke arah ponsel yang tergeletak di sisi ranjang. 
Tidak ada pesan atau panggilan dari suaminya. Apakah, Jenna harus menghubungi pria itu? Menanyakan kapan pria itu akan kembali? Mempertimbangkan cukup lama, Jenna mengurungkan niatnya. Sebab, keberaniannya tidak begitu besar. 
Merebahkan tubuhnya dan mencoba untuk tidur. Ini sulit, sebab ia tidur di tempat yang asing dan sendirian. Akhirnya, entah berapa lama terus membolak-balikan tubuh, Jenna pun terlelap. 
Mobil milik Leonel Kim berbelok dan masuk ke dalam pekarangan rumah besar Keluarga Kim. Leo turun, ia menyewa seorang supir pengganti dan menyerahkan beberapa lembar uang tunai kepada sang supir. 
Berjalan terhuyung-huyung karena mabuk berat, seorang pelayan segera membukakan pintu untuk Tuan Muda Kim. 
"Selamat malam, Tuan." Pelayan menyapa ramah dan merasa khawatir, sebab Tuan Muda sepertinya dapat tersungkur kapan saja. 
Leo mengangguk dan melambaikan tangan, meminta sang pelayan menjauh. Lalu, dengan perlahan amat perlahan, Leo menapaki anak tangga, naik ke lantai atas menuju kamar barunya. 
Klik! 
Memutar kenop pintu kamar dan Leo melangkah ke dalam ruangan yang gelap, hanya lampu tidur dinyalakan. Butuh usaha keras agar dapat berjalan mencapai ranjang, tanpa terjatuh. Tiba di sisi ranjang, Leo langsung menghempaskan tubuhnya, telentang. 
BRUKKK! 
Jenna langsung membuka mata dan menatap ke arah asal suara. Melihat siapa sosok yang tidur telentang di sampingnya, Jenna langsung duduk tegak. Hatinya merasa senang, melihat pada akhirnya sang suami pulang. 
Menatap ke arah jam digital yang tergantung di dinding, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Bau alkohol menyeruak dari tubuh Leo dan membuat Jenna mengernyit. 
Turun dari ranjang dan berjalan ke arah sisi ranjang yang lain. Menatap wajah sang suami yang kemerahan, karena mabuk berat. 
Bukan pertama kali bagi Jenna melihat Leo mabuk seperti ini. Bukankah penyebab mereka menikah, adalah apa yang terjadi pada saat mereka berdua mabuk berat? batin Jenna. 
Perlahan, Jenna melepaskan sepatu dan kaos kaki pria itu. Lalu, melepaskan dasi yang memang sudah terikat longgar. Menopang tubuh Leo, Jenna perlahan melepaskan jas denim yang membalut tubuh kokoh suaminya itu. 
Setelah terlepas, Jenna menarik sebuah bantal dan meletakkan dibalik kepala Leo. Kemudian, Jenna membuka sabuk celana suaminya itu dan menarik selimut, menyelimuti pria yang tidak sadarkan diri. 
Menatap suaminya sekali lagi, tatapan Jenna menangkap ke bercak merah yang melekat di sisi leher suaminya itu. Tangannya terulur dan menyentuh jejak itu. Lalu, Jenna melihat jari jemarinya, itu adalah bekas lipstik yang tertinggal. Apakah suaminya baru saja bermesraan dengan wanita lain? batin Jenna, membeku. 
Cukup lama, Jenna terdiam mematung menatap pria yang baru dinikahinya, tertidur pulas dan mendengkur halus. Ia bahkan tidak merasa marah, sebab Jenna sadar betul alasan mereka menikah. Namun, bukankah amat keterlaluan, pria itu mencumbui wanita lain pada malam pernikahan mereka? 
Tidak tahu harus bereaksi seperti apa, Jenna kembali berjalan ke sisi ranjang yang lain dan duduk. Ia tidak lagi dapat tidur, kembali Jenna menatap dinding kamar yang ada di hadapannya. Tetap seperti itu sampai matahari mulai terbit. 
Turun dari ranjang, Jenna berjalan pelan ke kamar mandi. Mandi dengan amat perlahan, sebab tidak ingin membangunkan suaminya itu. Dengan tubuh terbalut jubah mandi berwarna putih, Jenna melangkah ke ruang pakaian miliknya. 
Setidaknya, satu hal ini dapat membuatnya gembira. Memiliki deretan pakaian designer ternama dengan begitu banyak pilihan warna dan model, begitu juga dengan koleksi sepatu dan tas mewah. Walau semua itu tidak sesuai dengan seleranya. Namun, menyandang status sebagai istri dari Leonel Kim, tentu penampilannya tidak boleh memalukan. 
Pilihannya jatuh pada pakaian dengan model paling sederhana, Jenna lalu mengenakannya. Ia yakin sebentar lagi semua pakaian ini tidak akan muat, saat usia kandungannya bertambah. Dengan tersenyum, Jenna menyentuh perutnya dan berkata, "Baik-baiklah di dalam sana, anakku."
Mengenakan kemeja longgar berbahan sutra, warna kuning lemon dengan celana pensil berwarna hitam, Jenna keluar dari kamar dengan perlahan dan turun ke lantai bawah. Sebagai seorang menantu, ia tidak ingin dinilai pemalas. Jadi, Jenna turun saat hari masih begitu pagi. 
Di lantai bawah, tepatnya di dapur para pelayan sibuk dan berlalu lalang, tidak terlihat satu pun anggota Keluarga Kim. 
"Maaf, Nyonya. Apakah Nyonya ingin makan sesuatu? Sarapan baru akan siap sekitar satu jam lagi. Namun, jika Nyonya lapar, maka aku akan menyiapkan sarapan lain terlebih dahulu," ujar kepala pelayan yang menghampiri Jenna. 
"Hmmm, aku belum lapar. Namun, apakah ada yang dapat aku bantu atau lakukan?" tanya Jenna polos. 
"Ah, Nyonya tidak perlu melakukan apa pun. Jika Tuan Besar Kim melihat Nyonya Muda bekerja di dapur, maka aku akan dipecat," jelas sang kepala pelayan apa adanya. 
"Oh...." Itulah reaksi Jenna dan kepala pelayan tadi, kembali terjun ke kesibukan di pagi hari. 
Jenna akhirnya keluar dari dapur dan berjalan ke arah taman belakang rumah mewah ini. 

Book Comment (114)

  • avatar
    Afiqah Azmi

    nicee novel 🥰

    9d

      0
  • avatar
    ShamiraAlya

    👍🏻👍🏻👍🏻

    20/07

      0
  • avatar
    RomiSubidi

    seru

    19/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters