logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 13 Melissa yang Misterius

Kampus Merbaya Tahun 2015.
“Apakah benar situs web kampus telah di retas?” Suara seorang mahasiswa di tengah kerumunan yang sedang bergunjing. Mereka memegang ponsel sembari menutup mulut dan mata memelotot karena melihat web kampus berisi kritikan pedas dan gambar Rektor yang sudah di edit menjadi bentuk meme yang sangat lucu untuk di pandang.
“Ini baru betul. Aku salut sama peretas ini.” Suara mahasiswa lainnya memuji dan manggut-manggut tanda setuju. Mereka adalah mahasiswa tanpa backingan di kampus dan senantiasa diabaikan.
Kampus Merbaya yang merupakan kampus ternama kini seakan terbalik. Di serang oleh peretas handal dan membocorkan beberapa rahasia kampus seperti pemberian beasiswa pada keluarga dan kerabat dosen dan pegawai kampus saja.
“Mahasiswa jurusan Information Technology berkumpul di aula jurusan.” Terdengar pengumuman di seluruh kampus memanggil mahasiswa dan mahasiswi IT untuk berkumpul.
“Semoga saja bisa menyelesaikan masalah kampus kita yah.” Beberapa mahasiswa harap-harap cemas. Mereka berharap agar mahasiswa jurusan IT dapat menerapkan ilmunya dan mengembalikan web kampus seperti semula.
Di aula jurusan IT sudah ramai. Terlihat Rektor kampus berwajah masam dan tatapan dingin. Ia duduk meremas kedua jemarinya. Tidak ingin menunggu lama lagi, ia berdiri dan dengan tangannya memberi instruksi agar semua yang hadir tenang tanpa suara. Dalam sekejap ruangan itu langsung sunyi.
“Kalian pasti tahu masalah yang dihadapi kampus kita sekarang,” ucap Rektor dan menjeda kalimatnya, “dosen kalian sudah berusaha memperbaikinya namun belum berhasil. Sudah saya hubungi tim Cyber kepolisian kota ini, namun tim Cyber juga sedang sibuk akibat ulah peretas yang juga meretas situs web kepolisian.”
Tedengar hembusan napas kesal dari beberapa mahasiswa. Jika dosen mereka saja tidak dapat mengatasi masalah tersebut maka tidak ada harapan lagi.
“Jika ada yang bisa memperbaiki masalah ini, maka akan mendapatkan reward besar dari kampus. Kuliah gratis sampai lulus dan tunjangan bulanan dari pihak kampus sebesar dua ratus juta rupiah.”
Mendengar jumlah uang yang diucapkan oleh Rektor kampus, beberapa mahasiswa langsung bersemangat dan mengeluarkan laptop dari tas mereka. Sedangkan beberapa mahasiswa yang pesimis dan tidak mampu, berjalan keluar dari ruangan itu.
Dari ribuan mahasiswa IT dari semester satu sampai semester tiga belas tersisa seratus enam puluh orang dalam ruangan tersebut. Beberapa mahasiswa mulai menganalisa dan berusaha mencari bahasa program mana yang cocok untuk memperbaiki situs web tersebut. Ada yang menggigit jari dan ada juga yang hanya menatap layar laptop dengan dahi berkerut. Beberapa mahasiswa kembali memasukan laptop ke dalam tas dan berjalan keluar dari aula tersebut. Mereka menyerah dan tidak dapat memperbaiki situs web tersebut. Tersisa dua belas orang dalam ruangan. Sang Rektor terlihat putus asa. Beberapa dosen IT masih berkutat dengan laptopnya juga. Mereka tidak ingin dikalahkan oleh mahasiswa.
Dua puluh menit berlalu. Ruangan aula begitu dingin namun keringat mengucur deras dari pelipis mahasiswa dengan jari begitu lincah menekan tools-tools keyboard.
Tiba-tiba proyektor menyalah dan menampilkan rangkaian bahasa program dengan huruf berwarna hijau. Semua yang sedang mengetik langsung tertuju pada layar di depan ruangan aula. Ulah siapakah itu?
Semuanya saling memandang untuk mengetahui siapakah yang telah membuka proyektor. Mata seorang mahasiswa lelaki berkulit gelap menangkap tubuh seorang wanita memakai topi dan masker hitam yang duduk jauh di belakang pojok ruangan. Tangannya dengan lincah menekan tools-tolls keyboard dan mata yang bergerak ke sana kemari dengan cepatnya.
“Wow!” Suara terpukau dari seluruh mahasiswa yang menatap ke arah layar. Situs web kembali normal. Bahkan orang yang memperbaiki situs web tersebut kembali meretas sang peretas dan langsung mengetahui alamatnya. Di bagian akhir dari bahasa program yang di ketiknya, ia hanya meninggalkan nick name ‘Melissa’.
“Melissa?” Nada tanya dari Rektor langsung membuat lelaki berkulit gelap menoleh ke arah wanita yang sebelumnya dilihatnya. Namun, wanita itu sudah pergi. “Cari tahu siapakah Melissa ini. Dia harus mendapat reward yang sudah saya sebutkan sebelumnya.” Rektor dengan raut wajah puas dan menahan tangis karena terharu.
Tidak ada yang mengenal ‘Melissa’. Yang mereka tahu dia adalah seorang yang jenius dan hebat dalam dunia IT.
***
Melissa adalah satu virus komputer yang berbahaya pada tahun 2000-an.  Virus Melissa populer di Amerika Serikat tahun 1999. Penyebaran virus ini melalui file Word. Jika file tersebut dibuka, maka file tersebut akan diteruskan ke 50 kontak email orang lain. Kerugian dari efek Melissa diperkirakan US$1.2 miliar. Pencipta virus itu langsung tertangkap dan dipenjara.
Sobig dengan tatapan menyelidik ke arah Emma. Ia berjalan mendekat.
“Apakah kamu mengenalku?” tanya Emma hati-hati.
Sobig menatap mata Emma sebentar. Ingin menemukan kebernaran lewat hodeed eyes milik Emma. “Apakah kamu lulusan dari kampus Merbaya?”
“Iya, benar.” Jawaban Emma menguatkan dugaan Sobig. Jika wanita yang dilihatnya waktu itu adalah Emma maka itu bagaikan harta karun yang datang begitu saja di Alves Corp ini. “Apakah kita sudah bertemu sebelumnya?” tanya Emma lagi.
“Mungkin saja. Saya juga alumni dari Merbaya.” Emma diam tanpa ekspresi. Jadi lelaki berkulit gelap ini satu kampus dengannya dahulu.
“Lantas kenapa jika kalian satu kampus?” Suara JSON mencairkan suasana yang sempat membeku itu.
“Saya hanya pernah mendengar nama Melissa pada saat kuliah dulu. Nama yang misterius,” ucap Sobig.
“Karena ketenarannya, saya menggunakan nama tersebut.” Emma berusaha tersenyum tulus namun seakan ada yang menyekat kerongkongannya.
“Benarkah?” tanya Sobig lagi. Ia belum percaya jika Emma sengaja menggunakan nama tersebut. Emma mengangguk untuk mendukung ucapannya agar Sobig percaya padanya.
“Jika benar demikian, mohon kerjasamanya di tim ini. Dengan waktu istirahat yang menipis dan otak yang di peras habis-habisan. Semoga kamu bisa bertahan.” Sobig berlalu begitu saja menuju meja kerjanya. JSON dan yang lainnya saling pandang karena belum pernah mendengar kalimat bijak dari lelaki introvert seperti Sobig.
“Kopi jenis apa yang diminumnya pagi ini?” taanya Trojan penasaran.
“Apakah angin baik menerpanya pagi ini?” Ruby juga ikut terkejut dengan mata tertuju pada Sobig yang sudah duduk di kursi dan menatap layar monitor.
Linux terdiam dengan mulut membentuk huruf O. Page hanya melipat tangannya di dada dan menatap aneh ke arah Emma dan Sobig secara bergantian. Ia menangkap sesuatu yang tidak biasa. Sobig yang pendiam dan hanya berteman dengan bahasa program yang cukup sulit kini seakan sudah mengenal Emma jauh sebelumnya.
“Waktu sudah berjalan, Emma. Hari ini kamu harus menyelesaikan punishment dari CEO baru kita.” Mac dengan nada khawatir setelah melirik jam tangannya.
“Betul, Emma. Selamat bekerja,” ucap Trojan lalu mendorong rekan kerjanya agar bubar dari cara mereka berkumpul mengelilingi Emma. Semuanya langsung menuju meja kerjanya masing-masing.
“Meja kerja kamu di sini, Emma.” Sobig dengan nada dingin dengan tatapan masih tertuju di layar monitor. Emma langsung berjalan menuju meja kerja di samping Sobig.
“Terima kasih,” ucap Emma seraya meletakkan tasnya ke atas meja. Emma mulai menekan tombol power pada CPU di bawah meja. Terlihat jelas logo Alves Corp setelah komputer dinyalakan. Emma melirik ke arah komputer Sobig dengan ekor matanya. Deretan bahasa program terpampang jelas di sana.
“Sepertinya logaritma yang kamu buat membingungkan, sehingga eksekusi programnya failed.” Suara Emma membuat Sobig menoleh ke arahnya sejenak. Ia juga menduga hal yang sama seperti apa yang diucapkan Emma.
“Apakah kamu dapat menyelesaikannya?” tanya Sobig.
Emma langsung mengangguk. Sobig kemudian berdiri dan membiarkan Emma duduk di kursi kerjanya. Emma meng-scroll lembar kerja yang sudah di buat Sobig. Ia langsung menghapus bagian logaritma yang di ketik Sobig sebelumnya. Kemudian Emma mulai mengetik logaritma baru yang cukup jelas dan pendek. Sobig yang berdiri di belakangnya hanya diam dan terpukau. Bahasa program yang diketiknya hampir dua halaman kini tersisa dua paragraf saja. Melihat Emma yang begitu cepat memperbaiki logaritma yang dikelirunya, Sobig yakin bahwa wanita yang dilihatnya enam tahun yang lalu adalah Emma.

Book Comment (469)

  • avatar
    Liaaaa

    aaaa cinta banget sama cerita ini, setelah menunggu lama dan pemasaran akhirnya bab 150 adalah akhir dari cerita, thanks you thorr telah memberikan cerita terbaik, selalu semangat thorr❤️

    01/04/2022

      1
  • avatar
    Arif Karisma

    Cerita ny sungguh menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya

    27/03/2022

      0
  • avatar
    Umayyachan

    suka suka suka, pdhl baru baca setengahnya tpi kuudah jth cinta dari bab 1❤ semangat updte sesering mungkin ya thor 💪

    29/12/2021

      1
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters