logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

PSYCHOPATH LOVE

PSYCHOPATH LOVE

Hijaudaun_birulangit


Chapter 1 PROLOG

"Lira, ini Om Aji." Ibu nya memperkenalkan seorang pria berusia sekitar awal 40 tahunan yang duduk di depannya.
"Selamat siang Om." Gadis berusia 7 tahun dengan rambut ikal panjangnya itu berkata perlahan, kemudian kembali menunduk.
"Selamat siang Lira" Aji menyapa dengan senyum nya yang hangat. "Lira cantik seperti Mama yaa"
Di lihatnya orang yang di panggil Om itu melirik ke arah Ibu nya dengan tatapan penuh makna.
Perasaan gadis kecil itu semakin tak menentu, saat Ibu nya yang selama 5 tahun di tinggal mati oleh Ayahnya itu tersenyum tersipu.
Lira sama sekali tak menyangka, makan siangnya di sebuah Restoran mewah hari itu akan merubah hidup nya untuk selamanya.
Feelling Lira benar, tak lama setelah itu Ibu nya meminta ijinnya, atau lebih tepatnya hanya sekedar memberi tahu tentang rencana pernikahannya dengan orang yang ia panggil Om Aji tersebut.
Yang membuat Lira terkejut, ternyata calon Ayah Tiri nya itu memiliki 3 orang anak dari mantan Istrinya yang telah meninggal karena melahirkan.
"Lir, cobalah...gaun ini seperti nya cocok untuk mu." Ibu nya memperlihatkan sebuah gaun berwarna putih dengan renda-renda nya yang berbentuk pita.
Siang ini ia dan Ibu nya tengah melakukan fitting baju pengantin.
Dan calon Ayah tirinya itu menginginkan semua anak-anaknya memakai baju seragam dan menjadi pengiring Pernikahan mereka.
Gadis berambut iklan panjang berusia 7 tahun itu baru saja mengambil dress putih berenda yang di sodorkan padanya, ketika di lihatnya Aji datang bersama 3 orang anak-anaknya yang mengekor di belakang.
"Kau sudah menentukan gaun apa yang akan kau pakai Liana Sayang...?" tanya Aji sambil mengecup kening calon istrinya.
Lira bisa melihat raut 2 dari 3 calon saudara tiri nya itu tampak jengah.
"Belum, gaun di sini cantik-cantik. Aku bingung memilihnya." Wanita berusia 35 tahun itu tersenyum dengan rona bahagia saat menatap calon Suaminya.
"Bagimanan dengan mu Lira?" Aji bertanya dengan penuh perhatian kepada Lira yang sejak tadi hanya diam menunduk sambil memegangi gaunnya.
"Ah, iya,Om, Lira sudah dapat." jawab Lira perlahan. Padahal ia sendiri tidak tahu cocok atau tidak nya dress yang di pilihkan Ibu nya itu.
"Oya, hari ini Om ingin mengenalkan 3 saudara mu Lira." Aji menoleh ke belakang dan memberi kode pada anak-anaknya agar maju ke depan.
Dengan patuh atau lebih tepatnya terpaksa patuh, ketiga nya berjalan ke depan.
"Ini Lira, anak dari Tante Liana. Yang sebentar lagi menjadi Ibu kalian." Aji memperkenalkan gadis kecil berusia 7 tahun itu.
"Ha, halo..." dengan kikuk Lira menyapa 3 orang yang berdiri di hadapannya.
"Ini James." tunjuk Aji pada anak lelaki paling besar dan berkacamata. "Tahun ini dia berusia 15 tahun."
Lira tersenyum sambil sedikit menunduk kepadanya.
"Dia Jasmine." Aji memperkenalkan anak perempuannya yang terlihat ramah. "Dengan adanya Lira, tentu kau akan ada teman di rumah sekarang." Aji tersenyum lebar pada anak perempuannya.
"Halo Kak Jasmine." sapa Lira ramah saat melibat sikap bersahabat dari gadis berusia 13 tahun itu.
"Haloo Lira!" Jasmine melambaikan tangannya sambil tersenyum .
Hati Lira agak sedikit lega saat gadis berambut panjang yang di kuncir itu bersikap lebih ramah padanya dari pada saudara lelakinya.
"Waah..kau tentu senang Lir, sekarang kau punya saudara perempuan yang bisa berbagi apa saja." Ibu nya meletakkan kedua tangannya pada kedua pundak Lira dari belakang.
"Yang terakhir." Aji memperkenalkan anak laki-laki lain yang paling kecil dari 2 saudara nya yang lain.
Tapi anak laki-laki berusia 10 tahunan itu masih berdiri dengan pandangan kosong ke arah luar jendela dengan wajah datar nya.
"Johan !" panggil Aji dengan suara yang mengagetkan siapa pun yang berada di situ.
Lira terkejut, Aji yang biasanya bersikap ramah bisa terlihat begitu emosional pada anak nya yang terakhir itu.
"Apa kah dia anak angkat?" Lira bertanya dalam hati. Karena sikap Aji begitu berbeda saat dengan Johan.
Anak yang di panggil Johan itu menoleh ke arah Lira. Seketika gadis itu langsung beku, mata hitam dari anak lelaki itu begitu gelap dan seperti tak ada kehidupan di dalam nya.
"Hai..." ia membuka mulut dan menyapa Lira yang langsung tergagap.
"Ha, halo Kak Johan." Lira berusaha bersikap wajar, walaupun entah kenapa ia merasa tak enak saat di tatap oleh mata hitam nya yang begitu dalam.
Itulah pertemuan pertamanya dengan takdir terburuknya, takdir yang membuat nya menyesali hari di mana Ibu nya menikah dengan Aji Prawira.
Seorang bussinesman handal, President Direktur dari salah satu Raksasa Property di Indonesia, Prawira Enterprise dengan 3 orang anak nya.
Hidup Lira bak Cinderella, dari gadis biasa menjadi seorang Nona Muda bergelimang harta. Aji yang ia kira akan bersikap jahat seperti seorang Ayah tiri di film, bersikap begitu baik dan sayang padanya.
Seperti kata Ibu nya, Jasmine menjadi teman terbaiknya dalam hal apa pun, bahkan kamar mereka bersebelahan karena begitu dekatnya.
Lira tak begitu dekat dengan James, karena usia James memang jauh di atasnya. Tapi Lira tak mempermasalahkannya.
Yang jadi masalah adalah Kakak tiri terakhirnya.
Hari ini tepat setahun Ibu nya menikah dengan Aji, dan ia tinggal di rumah mewah nya. Lira sedang berjalan-jalan di taman belakang yang banyak terdapat tumbuhan bunga-bunga anggrek yang bergelantungan. Kabarnya Istri pertama Aji lah yang menanam anggrek-anggrek itu dulu.
"ANAK PEMBAWA SIAL !!"
Lira berjingkak kaget saat mendengar suara bentakan seseorang. Lira làngsung bersembunyi di balik pohon Akasia yang tumbuh di situ.
Di lihatnya Aji dengan penuh emsoi memukul Johan sampai anak lelaki berusia 10 tahun itu tersungkur ke tanah.
Lira menutup mulutnya terkejut.
"GARA-GARA MELAHIRKAN MU ANITA MENINGGAL !!" Aji menarik kerah baju anaknya yang sama sekali tak berniat melawan tersebut, dan kembali memukul wajahnya sampai darah mengalir dari hidung anak berusia 10 tahun itu.
Lira sudah gemetaran, ia menutup mulutnya rapat-rapat, takut suara tangis ketakutannya terdengar.
Siang itu rumah memang dalam keadaan sepi, tapi bukan berarti tidak ada orang. Ada James, Jasmine dan Para pelayan yang jumlahnya puluhan di rumah mewah itu.
"Kenapa tidak ada yang menolongnya?" Lira bertanya dalam hati. "Padahal suaranya sekeras itu, apa tidak ada yang mendengar?" ia tak mengerti.
Tiba-tiba Lira tersadar, jika saat ini Ibu nya lah satu-satu nya orang yang sedang tidak berada di rumah.
"PEMBAWA SIAL !!" Terdengar suara Aji lagi yang berteriak di barengi dengan suara pukulan.
Lira semakin merapatkan tubuhnya di balik Pohon, ketika Ayah tiri nya itu berjalan di sampingnya dengan tergesa.
Lira menunggu sampai Aji berjalan jauh dan menghilang di belokan, baru cepat-cepat ia berlari ke arah Johan yang telah duduk di tanah sambil mengusap-usap darah dari hidung dan ujung bibirnya yang sobek.
"Kak, kau nggak apa-apa?" Tanya Lira khawatir sambil duduk di depannya .
Johan mengangkat wajahnya, yang sekali lagi membuat Lira terkejut. Kakak tirinya itu sama sekali tidak menunjukkan ekpresi kesakitan walaupun wajahnya lebam dan berdarah.
Di lihatnya darah dari hidung Johan kembali mengalir, saat Johan ingin menyeka nya dengan punggung tangan. Lira lebih dulu memegangi tangannya dan mengusap dengan ujung baju nya.
Mata hitam dari anak lelaki itu menbulat, rasanya itu ekspresi pertama yang di perlihatkannya selama setahun Lira telah tinggal di rumah itu.
"Ke, kenapa Papa melakukan menghajar mu sampai seperti ini Kak?" tanya Lira dengan mata berkaca-kaca.
Ia seperti ikut merasakan perih saat mengusap ujung bibir dari Kakak tirinya tersebut.
"Dia biasa melakukan hal seperti ini saat sedang stres dengan pekerjaannya.." Johan berucap setelah terdiam beberapa saat.
"Apa..?" mata Lira membulat, ia tak percaya.
Di tatapnya baik-baik wajah Johan yang juga tengah memandangnya dengan wajah tenagnya.
"Kenapa Kakak tidak meminta tolong?" Wajah Lira sudah memerah manahan tangis, ia kasiahan dengan Johan.
"Siapa yang mau menolong?" Johan bertanya, dan lagi-lagi dengan wajah tanpa ekpresinya.
Lira tertegun. "Jadi benar sebenarnya orang-orang di rumah ini mendengar, tapi tidak ada yang berani menolong?"
Johan bangkit berdiri, di ikuti Lira yang masing memandang nya dengan cemas.
"Aku akan menolong Kakak !" ucap Lira tanpa berpikir saat melihat punggung Johan yang kotor terkena tanah.
Anak lelaki berusia 10 tahun itu menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Lira sambil tersenyum menyringai.
Sesaat Lira bergidik, sebelum kemudian seringai di bibir Johan berubah menjadi senyuman yang menawan.
Wajah Lira masih merona merah saat Johan kembali berjalan semakin menjauh dari gadis kecil berusia 7 tahuh itu.
Sama sekali tidak ada yang menduga, jika suatu saat nanti Lira akan menyesal menaruh kasihan pada saudara tirinya tersebut.

Book Comment (186)

  • avatar
    hisammudindamia batrisyia

    nice

    25/06

      0
  • avatar
    leynselly

    bagus banget,,,

    19/01

      0
  • avatar
    TopJunak

    hai yg seru ya ceritanya

    09/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters