logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 12 Rasa bersalah Sari

Sari mengigit bibir bawahnya. Dia menatap langit-langit kamarnya. Rasa bersalah itu muncul kembali di dalam benaknya saat mengingat kematian Beno yang diduga karena bunuh diri. Sari yakin Beno nekat melakukan hal itu karena dia kecewa dengannya dan Thoriq. Gadis berambut pirang itu merutuki dirinya sendiri. Apa yang terjadi pada Beno memang hasil dari penghianatannya. Sari duduk di atas kasur dan memeluk kedua lututnya erat-erat.
Bayang-bayang wajah Beno kembali terekam dalam pikirannya. Tak bisa dipungkiri kenangan bersama Beno memang tidak mudah untuk Sari lupakan. Bagaimana pun Beno adalah cinta pertamanya saat di kampus. Sari kembali menghela napas panjang, kembali saat pertama mengenal Beno. Semua berawal saat Sari tidak sengaja menumpahkan minuman pada baju Beno, kalau kebiasaan orang akan marah kalau ditumpahi minuman berbeda dengan Beno, cowok itu malah tersenyum. Semenjak saat itu mereka sering bertemu, dan Beno mengajaknya berkenalan. Beberapa bulan kemudian, Beno menyatakan perasaannya pada Sari, karena Sari punya rasa yang sama dia menerima Beno sebagai pacarnya.
Awalnya semua baik-baik saja, tapi semua berubah saat Thoriq datang ke dalam hidupnya. Ya, Thoriq sahabat Beno juga. Awalnya, Sari bersikap biasa-biasa saja terhadap Thoriq, tapi lama kelamaan karena kesepian mengingat Beno yang selalu sibuk dengan urusan HMJ(Himpunan Mahasiswa Jurusan) Beno selalu tak ada waktu untuk Sari. Sari awalnya maklum, tapi lama-lama dia bosan. Dia butuh perhatian. Singkat cerita, Sari dan Thoriq menjalin perselingkuhan itu di belakang Beno, dan lama kelamaan terbongkar juga kedok mereka berdua.

" Maafin gue, Ben," ucap Sari merasa bersalah. " Andai gue nggak hianatin lo, pasti lo masih hidup sampai sekarang. "
Tiba-tiba gorden kamar Sari berembus kencang, padahal tak ada angin kencang. Sari mengernyitkan dahi heran.
" Kok aneh? " tanya Sari penasaran.
Sari bangkit dari tempat tidur dan menutup gorden. Alangkah terkejutnya Sari saat melihat penampakan sosok lelaki yang terpampang nyata di depan mata.
Sari menutupi mulutnya sambil terkejut. " Beno? " Sari betul-betul hapal penampakan itu adalah Beno.
Sari merasa ketakutan, lalu dia berlari ke tampat tidur dan menutupi dirinya dengan selimut.
" Sari."
Ada sebuah suara yang memanggil namanya, membuat gadis itu semakin ketakutan. Sari memejamkan mata, dan meringkuk di bawah selimut.
" Sari. "
Kembali suara itu terdengar lebih jelas. Leher Sari seolah tercekat. Dia memberanikan diri untuk berbicara pada Beno.
" Jangan ganggu gue, Ben! " serunya sambil menangis. " Maafin gue, Beno. " Tangis Sari semakin menjadi, tapi suara itu terus memanggilnya.
" Jangan ganggu gue, Ben! " seru Sari lagi.
Suasana hening. Sari sudah yakin arwah Beno sudah tidak ada lagi. Untuk itu dia memutuskan untuk keluar dari selimutnya.
" Beno kenapa hantuin gue, ya? " Sari menyeka air matanya. Sungguh dia benar-benar takut.
Sari lalu mengambil ponsel yang ada di sampingnya dan menelepon Thoriq.
" Halo, ada apa? " tanya Thoriq di ujung telepon.
" Gue takut, gue habis didatangin arwah Beno! " Terdengar suara ketakutan dari dalam telepon.
" Sama dong? Gue barusan juga didatangin Beno, Sar! "
Sari benar-benar bingung. Dia pikir Beno hanya menghantuinya saja, tetapi dia salah, Beno juga menghantui Thoriq. Ya, mungkin Beno belum bisa memaafkan Sari dan Thoriq atas penghianatan itu.

" Jadi kita harus gimana?" Sari kembali menangis. Pikirannya benar-benar kacau, dia tidak tahu harus berbuat apa. Sari takut Beno terus-terusan akan menghantuinya setiap hari.
" Gue juga nggak tahu! " Nada Thoriq berubah meninggi. " Semua ini gara-gara, lo, Sar! "
Ucapan Thoriq membuat Sari naik darah. Dia tidak paham apa yang dimaksud Thoriq. " Maksud lo salah gue apa, hah? " Sari mulai tersulut emosi.
" Lo yang awalnya ngajak gue selingkuh! Semua ini salah lo! " Nada Thoriq semakin meninggi. Sekarang dia menyalahkan Sari atas semua ini. Sari lah yang pertama menggodanya, mengajaknya sebagai selingan.
" Jadi sekarang lo nyalahin gue? " Sari benar-benar tidak percaya Thoriq sekarang menyalahkannya setelah apa yang terjadi.
Mungkin awalnya salah Sari, karena kesepiannya dia berpaling pada cowok lain dan menghianati Beno yang sangat baik dan begitu mencintainya.
" Ya nyalahin siapa lagi, Sar? " tanya Thoriq emosi. Cowok itu mengacak rambutnya frustrasi. Pasti kedatangan Beno menuntut balas atas apa yang pernah dilakukan oleh Sari dan Thoriq.
" Terserah lo, Riq! " Sari menutup sambungan telepon.
Sari sangat kesal atas kelakuan Thoriq. Besok dia akan berbicara empat mata dengan cowok itu.
Sari bergegas menuju meja belajarnya dan duduk. Memori tentang Beno kembali teriang di kepalanya saat melihat foto bersama Beno yang ditaruh di sana.
" Gue selalu cinta sama lo, Sar, " ucap Beno saat itu. Dengan manja, Sari memeluk Beno erat. " Gue juga sayang banget sama lo! "
Sari mengingat saat-saat bersama Beno. Saat Beno membelikan barang-barang mewah, perhatian Beno. Entah hal bodoh apa yang ada dalam pikiran Sari sehingga dia tega menghianati cinta Beno yang tulus.
" Andai gue nggak jahat sama lo, Ben! " Sari mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Kenapa rasa bersalah itu muncul saat Beno sudah tidak ada? Kenapa tidak saat Beno masih hidup? Semua sudah terlambat, Beno sudah tidak ada di dunia ini. Sari harus menerima konsekuensinya jika Beno akan terus mendatanginya karena dendam atas kelakuannya selama ini.
Sari bimbang, kenapa dengan mudahnya dia mengadaikan kesetiaan Beno demi sebuah kesenangan semata. Harusnya Sari bisa memahami Beno yang sibuk dengan urusan kampus. Toh, bagaimana pun Beno tetap setia dan tidak pernah menghianati cintanya.
" Lo selalu sibuk dengan urusan HMJ-mu itu, lo jadi ngabain gue, Ben," ucap Sari saat itu.
" Ini urusan kampus, Sayang. Gue nggak bisa ninggalin gitu aja. Lo tahu sendiri gue ini ketua HMJ. Mana mungkin gue ninggalin tanggung jawab? "
" Terserah lo, Ben. Lama-lama gue muak sama lo. Sana urus aja HMJ lo terus. Nggak usah peduliin gue! "
Sari mengingat kembali kata-kata itu. Kalau teringat, dia merasa menjadi perempuan yang paling egois di dunia. Dia hanya memikirkan ego tanpa memikirkan betapa pusingnya Beno mengurus organisasi kampus yang dibinanya kurang lebih dua tahun. Ya, perempuan mana yang mau dinomorduakan apalagi dengan sebuah organisasi.
Sari menghela napas.
Drt
Drt
Drt
Terdengar suara telepon. Dengan langkah malas, Sari mengangkat telepon itu.
" Halo? "
Tidak ada jawaban.
" Halo? " Sari mengulang perkatannya di telepon.
" Sari, kamu jahat! "
Suara telepon itu tidak asing bagi Sari. Gadis itu melempar ponselnya ke atas kasur dan Sari pingsan di tempat.

Book Comment (417)

  • avatar
    MoeSITI NUR SARAH BATRISYIA BINTI RIDHWAN TONG

    thankyou author , alur cerita menarik , plot twist dia memang power lah 😭💗

    11/08/2022

      0
  • avatar
    NouviraErry

    ya menarik x ngwri

    22d

      0
  • avatar
    Gorengan88Sambalpedas1989

    bagus banget

    24d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters