logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Misteri kematian Beno

Misteri kematian Beno

winda nurdiana


Chapter 1 Keanehan

Sari merasa ada yang aneh semenjak kematian Thoriq,  pacarnya.  Tak ada lagi teror aneh yang menyerangnya.
  Teror terakhir pun terjadi beberapa waktu lalu sebelum UAS.  Sari jadi heran dengan apa yang terjadi.  Sari mengembuskan napas berat.  "Ada yang aneh sepertinya."
Sari memutuskan untuk menemui Irwan seusai PKL.  Ya,  Sari PKL yang jauh dari kampus bersama temannya yang lain..
"Sampai sekarang gue juga bingung yang nabrak Thoriq sampai tewas sebenarnya siapa, " gumam Sari.  "Orang yang bunuh Beno aja juga belum ketemu, loh.  Udah hampir setahun kasusnya Beno,  belum juga ada titik terang."
Sari merasa ketakutan jika teror yang selalu menimpanya datang lagi.  Teror surat,  teror telepon dan sebagainya.
Suara ketukan terdengar dari luar.  Segera,  gadis itu membuka pintu.
"Lira?" Sari membuka pintu lebar,  lalu menyuruh Lira masuk ke dalam kos. 
"Lo udah siap ke tempat PKL?" Lira memandang Sari yang belum bersiap-siap.
Sari tertawa.  "Tungu, gue belum ganti baju."
Lira menggelengkan kepala dengan tingkah Sari.  Jam sudah menunjukkan setengah tujuh,  tapi Sari masih memakai baju tidur.
"Tapi,  lo udah mandi,  kan,  Sar?" tanya Lira menyelidik. 
Sari menaikkan sebelah alis sembari berkacak pinggang.  "Ya udah,  lah,  gue udah mandi.  Tinggal ganti baju aja."
Sari mengambil pakaian yang ada di lemari dan bergegas menuju kamar mandi.
Lira pun menunggu Sari dengan duduk di ranjang tempat tidur.
Tak berselang lama,  Sari sudah siap.  Gadis itu langsung mengunci kamar kos sebelum menuruni anak tangga. Kedua remaja itu langsung menuju tempat PKL menggunakan motor Lira berboncengan.
"Sar,  lo masih diteror?" tanya Lira di tengah-tengah perjalanan.
"Nggak,  Li.  Gue juga bingung."
Lira mengetahui masalah Sari diteror karena Sari menceritakan sendiri padanya.  Lira merasa kasihan pada temannya itu, apa salah Sari sampai-sampai dia diteror?  Sewaktu Sari masih diteror,  hampir setiap hari dia merasa ketakutan.
"Kalau gue mikirnya dia itu sengaja ngelakuin itu,  Sar."
"Maksudnya?" Sari tampak bingung.
"Ya,  bisa aja dia suka sama lo,  gitu.  Terus dia juga yang bunuh Beno sama Thoriq."
Sari mengangguk.  Benar apa yang dikatakan Lira baru saja.  Ya,  bisa saja modus pelaku seperti apa yang diucapkan Lira.
"Gue sependapat sama, lo,  Lir."
***
Seusai pulang PKL,  Sari memutuskan pergi ke kampus untuk menemui  Irwan yang sedang PKL bersama Jamet.
Langkah Sari menuju ke bagian kepuketan tiga. Ya,  di sanalah Irwan dan Jamet PKL.
Sari meraih ponsel yang ada di saku jinsnya.  Dia mengirimkan pesan pada Irwan.
Gue udah ada di depan Puket.
Irwan kebetulan sedang memegangi ponsel pun membaca pesan dari Sari.
"Met, lo ikut nggak nemuin Sari?"
Tanpa berkata apa pun,  Jamet mengangguk.  Kedua remaja itu berjalan menuju depan Kepuketan.
"Ada apa,  Sar?" tanya Irwan, mengetahui Sari menyender di sebuah tembok dekat puket.
"Gue bingung,  Wan." Sari sesekali membuang napas kasar.
"Kenapa?" Jamet yang menyahut ucapan Sari.
Sari berjongkok.  Sesekali dia mengacak rambutnya frustrasi.  "Orang itu udah nggak neror gue lagi."
Jamet menjentikkan jari.  "Bagus,  dong, " ucapnya.  "Terus kenapa lo kayak frustrasi gitu?"
Sari mengangkat bahu.  Sebenarnya,  dia hanya penasaran siapa sebenarnya di balik pembunuhan yang terjadi.
"Apa pun itu,  kita harus tetap cari tahu siapa yang udah bunuh Beno sama Thoriq.  Gue yakin itu orang yang sama." Irwan mengangguk yakin. 
"Kita nggak punya bukti cukup,  Bro, " timpal Jamet.
Irwan mengerti.  Ya,  mengumpulkan bukti kasus pembunuhan bukanlah hal yang mudah,  tetapi bukan berarti tidak bisa.
"Kita harus ke rumah Beno.  Besok, " ucap Irwan.  "Besok,  kan,  sabtu. Kita nggak PKL,  kan?" Irwan menaikkan sebelah alis. 
Jamet mengangguk cepat.  "Gue setuju,  deh.  Gue ogah terus-terusan dihantuin hantunya Beno.  Hi...  ngeri ...." Jamet bergidik ngeri setiap kali mengingat sejak awal kematian Beno,  dia selalu dihantui arwah penasaran itu.
Irwan tertawa.  "Nah,  oke.  Lo gimana,  Sar?" Irwan mengalihkan pandangan ke Sari, yang tengah diam.
"Gue setuju-setuju aja,  kok, " jawab Sari sembari tersenyum tipis.
Irwan mengacungkan kedua jempol pada Sari.  Irwan senang dengan semangat kedua temannya itu dalam menguak kasus kematian Beno yang sampai sekarang tak kunjung terpecahkan.  Ditambah hal ganjil hasil visum yang mengatakan tak ada sidik jari yang menempel pada jasad korban.
"Semua kejahatan pasti ada titik lemahnya, " ucap Irwan lagi.
Jamet merangkul bahu Irwan.  "Bener banget, Bro."
"Kita selidikin ini bertiga aja,  ya?  Kalian udah tahu,  kan,  si Vina dkk udah nggak mau ikut campur lagi," ucap Irwan,  sedikit kecewa.  Ya,  semenjak ada perselisihan kecil antara dia dan Vina,  Irwan enggan berbicara pada gadis itu.  Tak lain,  karena Irwan menolak cinta Vina.  Bukankah perasaan tidak bisa dipaksakan,  kan?
"Lagian si Vina gitu aja ngambek.  Kayaknya nggak terima banget lo nolak cinta dia, " celetuk Jamet.  Vina memang terkenal sebagai cewek agresif,  tak hanya Irwan yang pernah ditembak oleh Vina,  mendiang Beno pun juga pernah. Satu kelas tahu semua, saat Vina menyatakan perasaan pada Beno.  Di depan kelas.  Memang Vina terkenal tidak punya urat malu.
Irwan mengulum senyum. "Ya gimana,  gue nggak ada rasa sama dia.  Ya kali gue nerima dia?"
Jamet menahan tawa.  "Tapi,  bisa, tuh,  Vina kita manfaatin buat cari tahu tentang Beno.  Kan,  dulu mereka satu organisasi HMJ TI,  kan?"
Sari melotot.  "Ayolah,  Wan,  bujuk Vina lagi buat gabung sama kita lagi.  Bisalah,  lo pura-pura suka sama dia balik."
Mendengar ucapan Sari membuat Irwan sedikit mual.  Berpura-pura menyukai Vina?  Sumpah serapah,  Irwan tak akan melakukan hal konyol itu.  Lebih baik dia menyelidiki dengan orang yang mau diajak kerjasama.
"Iya,  Wan.  Kan, lo temen yang baik, " dukung Jamet.  Jamet sampai memohon-mohon pada Irwan.  Irwan menggeleng.  Dia tetap kokoh dengan pendiriannya.
"Gue nggak mau, " gumam Irwan,  mengalihkan pandangan.
"Plis,  Wan.  Demi kasus ini,  loh." Sari memasang muka melas.  Irwan tetap kekeh dengan pendiriannya.
"Gue bilang nggak mau,  ya,  nggak mau. Maksa banget,  sih, " ucap Irwan setengah kesal.
Sari menyengol lengan Irwan dengan tatapan mengoda.  "Halah,  semester kemarin juga lo mau makan bareng sama Vina.  Ya,  kan?" Sari melihat raut wajah Irwan yang bertambah kesal.
Irwan mengacak rambutnya frustrasi. Keadaan ini sangat menyudutkannya.  Jamet bukan membelanya,  malah ikut menyudutkannya.  Irwan benci keadaan ini.
"Mau,  ya?" Sari kembali memohon.
"Nggak mau!" seru Irwan dengan suara lantang.
Sari memasang muka cemberut.  "Oke,  deh.  Gue sama Jamet nurutin permintaan lo,  Wan."
Senyum Irwan mengembang.  "Nah,  gitu dari tadi, lah."
Irwan berjingkrak-jingkrak.
"Fix besok,  ya?" tanya Sari.
Irwan dan Jamet mengangguk.

Book Comment (417)

  • avatar
    MoeSITI NUR SARAH BATRISYIA BINTI RIDHWAN TONG

    thankyou author , alur cerita menarik , plot twist dia memang power lah 😭💗

    11/08/2022

      0
  • avatar
    NouviraErry

    ya menarik x ngwri

    23d

      0
  • avatar
    Gorengan88Sambalpedas1989

    bagus banget

    25d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters