logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6

"Nama kamu Lisha bukan?"
"Iya, Lalisa Manoba." cowok itu melompat turun, dan mengacak rambutku. Tiba-tiba, ia meghimpit tubuhku ke tembok aku hanya berjalan mundur dan mentok disana, sambil memperhatikan dirinya yang menunduk melihatku. Dan jantungku bekerja tak sehat, aku masih menatapnya dengan polos.
"Kamu cantik." puji cowok itu sambil mengelus pipiku. Baru kali ini, aku sedekat dengan laki-laki, karena aku memang tak punya teman sebelumnya.
Cup!
Aku membeku, ketika cowok itu mencium pipiku. Bentuk bibirnya masih terbentuk jelas di pipiku, aku hanya mengerjapkan mataku berkali-kali, karena memang bodoh tak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Bibir kamu pasti semanis madu." tangan cowok itu sudah bermain di bibirku. Ia memainkan bibirku yang bawah.
"Warna merah alami, dengan bentuk mungil yang mengemaskan dan penuh, pasti rasanya bikin mabuk." Dan aku yang mabuk beneran. Tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Dada cowok itu makin menempel ketat, dan aku bisa merasakan jantungnya yang berdetak tak karuan seperti milikku. Apa ia juga deg-degan?
"Boleh cium?" kupandangi hidung mancung tersebut dengan kumis tipis yang baru tumbuh bibir tipis yang berwarna kemerahan juga, pandanganku turun ke jakunnya yang naik-turun. Kualihkan pandanganku ke atas, menatap tepat di manik matanya yang terasa kelam di dalam sana. Alis matanya yang tersusun rapi seperti ulat bulu, dan rambutnya yang hitam legam.
Tangannya yang bermain di bibirku sudah memeluk pinggangku, dan semakin menunduk. Hidungnya menyentuh hidungku, dan aku bisa merasakan napasnya yang hangat, dan tercium aroma mint dari mulutnya dan juga tubuhnya. Wangi khas cowok yang membuatku betah.
Saat bibir itu menempel, refleks aku menutup mataku. Dan saat, dikecup ringan, aku hanya membatu. Ketika kurasakan, bukan hanya menempel, tapi ia memiringkan wajahnya dan memaksa lidahnya untuk masuk. Karena tak tahu, aku membuka mulutku dan merasakan lidahnya mencari lidahku. Aku mengulurkan lidahku, saat mendapatinya ia menghisap lidahku tanpa ampun. Dengan naluri, aku mengikuti langkahnya aku menghisap lidahnya juga bergantian. Aku tak tahu, jika perutku terasa geli sekarang. Ah, ciuman itu tidak buruk-buruk bangat, walau aku memikirkan saling bertukar penyakit, karena berbagi air liur. Bisa saja, dia menularkan penyakit hepatitis, TBC.
Ia semakin meremas rambutku, dan menempelkan tubuhnya semakin erat. Aku kehabisan napas, tapi dia tak mau melepaskan pangutan kami. Yeah, Delisha kehilangan first kiss pada cowok yang bahkan ia tak ingat namanya.
_________________________________
POV 3. 
Berkumpul merupakan, kegiatan rutin yang dilakukan semua remaja laki-laki, saat malam hari.
Dan sekarang, gang Abstrak berkumpul, tak ada kegiatan berarti yang mereka lakukan kecuali berbincang apa yang anak remaja laki-laki lakukan sambil merokok.
Ayden melepas helm-nya dan menyimpan di stang motor dan berkumpul di kos Varda. Namanya seperti perempuan bukan? Atau, memang teman-temannya sering mengejek Vrindavan. Hingga membuat Varda jengkel, percayalah tak ada darah India sama sekali dalam darahnya, kebetulan saja namanya unik.
"Akhirnya datang." seru Rian, sambil menghisap batang berasap tersebut sambil mengembuskan.
"Makan apa nih?"
"Lu datang-datang langsung minta makan?"
"Mie doang."
"Masak mil." Aydeng menepuk kepala Varda. Sudahlah numpang, diejek, rasis, dan sekarang menyuruh dirinya untuk masak. Hufh ... Manusia seperti apa Ayden ini?
"Lo kemana sih tadi?" tanya Jovan yang bersandar di sofa usang berwarna maroon, milik Varda yang merupakan sifa hibah dari tentangga kos sebelah yang kebetulan pindah.
"Main basket sendirian." dusta Ayden, sambil membuka jaketnya kulitnya.
Setelah ciuman itu, keduanya merasa asing. Terutama, wajah Delisha yang Ayden perhatikan memerah sepanjang waktu, membuat Ayden semakin gemas pada gadis polos itu.
"Masak la anying, lapar nih." Ayden langsung beranjak dari kerumunan dan melihat rak hijau yang jorok karena jarang dibersihkan, ada bawang merah yang sudah busuk, ada bungkus garam yang isinya sudah habis. Cowok itu, mengambil membuka mie dua bungkus dan memasaknya dengan telur setengah matang. Ya, kebetulan di luar sedang hujan.
Tiba-tiba Ayden memikirkan Delisha. Kira-kira apa yang gadis itu lakukan sekarang? Seandainya mereka berdua yang disini, pasti suasana lebih seru lagi. Walau hanya makan mie rebus.
"Jadi, gimana rencana kita bro?" tanya Jovan. Ayden sudah menduga, jika berkumpul begini, hal-hal buruk yang akan dibahas. Yeah, sudah hal biasa mereka menjadi track record mencicipi semua gadis. Mau bagaimana lagi, pergaulan yang salah dan sudaj terlanjur, membuat mereka tidak bisa berhenti.
"Atur aja." teriak Ayden dari belakang. Mengambil gunting dan membuja bumbu dan memasukan dalam mangkok yang sudah ia sediakan.
"Kalian cari tempat kosong. Atau disini aja?"
"Jangan lah anying. Kos gue mulu, saksi kalian ena-ena disini." protes Varda. Karena kos yang bebas, mereka bebas membawa teman wanita dalam kos ini kapan saja.
"Lo dapat jatah juga setan." sergah Jovan sambil melempar bungkus rokok itu ke wajah Varda yang berbaring di kasur buluknya.
Ya, ke empat manusia gang Abstrak ini saling berbagi rasa. Jika, mereka sudah mendapat satu korban, maka mereka akan menggilirnya semua. Dan semua wanita yang mereka gauli, adalah korban salah pergaualan, dan mereka menerima semuanya dengan senang hati. Bahkan, mereka bisa mengajak dua perempuan sekakigus di kos Varda. Pergaulan remaja sekarang, memang memprihatinkan.
Ayden membawa mangkok berisi mie yang asapnya mengepul, menambah selera. Varda langsung bangun dari posisi nyaman dan nyegir begitu melihat mie yang mengungah selera.
"Jadi, gimana?"
"Libur dulu lah. Gila lu, tuh batang apa nggak patah." seloroh Ayden memasukan telur kuning yang meleleh itu dalam mulutnya. Varda menatap dengan penuh minat, seperti anak anjing minta makan. Ayden mengetuk kepala Varda dengan sendok.
"Dapatin tuh anak kecil itu, aku tobat." Ayden memandanga Jovan yang tampak kusut. Ia tahu, teman yang sudah ia kenal dua tahun ini bicara selalu serius, bukan hanya gertakan.
"Dia masih anak baik-baik. Jangan rusaki anak orang." Ayden pantas disebut manusia munafik ulung, dia yang telah merampas ciuman pertama gadis itu, dan sekarang bicara jangan rusaki, seperti manusia sok suci yang bertapa keluar dari gua naga.
"Kan ini mau tobat sialan! Tapi dapatin dulu, pasti rasanya peret bangat. Ini dapat longgar semua." tukas Jovan, terlalu santai. Seperti ia berbicara tutorial membuka bungkus permen.
"Coba aja. Eh anjing! Diambil juga." maki Ayden saat melihat dua sendok sudah bergabung, menghabiskan mie yang hanya tersisa kuah.
"Jadi, gimana strategi kalian?"
"Dia kayaknya nggak punya kawan."
"Aku tahu, dia Kakak Meisha. Dan kurasa kita bisa kerja sama. Meisha tergila-gila sama lo." timpal Rian yang sibuk berebut sia kuah mie milik Ayden. Cowok itu sudah minum malah.
"Hm, boleh juga bro." Jovan menegakan tubuhnya. Sepertinya ini akan menarik. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, si perek kecil itu tidak akan bisa lepas dari cengkramannya. Karena hanya dia yang boleh memguasai Delisha, dan kartu mati gadis itu di tangannya.
Dan sepertinya ini akan menarik.

Book Comment (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

      0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini😍

    05/08

      0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters