logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 42

Ayden mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia keluar dari kamar, mencari solusi. Orang tuanya jelas tak ada di rumah.
Ayden punya sopir yang siap mengantarkan kemana saja dan itu rasanya menyebalkan, Ayden bukan balita yang butuh pengawasan bahkan anaknya sebentar lagi lahir ke bumi.
Ayden melihat Arjuna yang sedang belajar berjalan. Dulu dia hanya bayi tapi sekarang makin besar dan terlihat tampan dan pintar, sepertinya tidak masalah jika Ayden menjadikan Juna sebagai anak karena ia juga punya anak, anak kandung, darah dagingnya.
"Juna ..." Arjuna mendekat dengan gaya pincang dan tertawa. Ayden hanya geleng-geleng, ia dulu tak suka sekali melihat anak kecil tapi kini ia sangat suka dengan anak kecil mungkin naluri sebagai seorang sudah ada sejak ia tahu Delisha hamil karena ulahnya sendiri, memaksa Ayden untuk bersikap lebih dewasa dari remaja seusianya.
Arjuna mendekat dan Ayden langsung memangku bayi itu yang sudah tergolek-golek seperti ikan di atas air tawar tak mau digendong, Arjuna ingin bermain.
Akhirnya Ayden biarkan Arjuna bermain dengan pengawasan baby sitter.
Saat kamu sedang panik dan keadaan rumah tenang tetap saja hatimu tidak tenang.
Ayden ke dapur dan ingin makan. Sebenarnya niatnya tak makan tapi keluar dari rumah ini, tapi banyak mata-mata. Selain dari CCTV sekeliling rumah dan CCTV yang punya mulut untuk melaporkan. Menurut Ayden hukuman ini salah ia bukan anak gadis dan semuanya memang sudah terlanjur, Ayden yang salah Ayden yang merusak Delisha dan harusnya ia yang bertanggung jawab, lagi-lagi ia seperti lelaki pengecut di mata orang-orang.
Laki-laki itu akhirnya mengambil anggur di kulkas dan memakannya, sebenarnya ia memikirkan apa yang sedang Delisha lakukan. Gadis bodoh itu mengaku sakit perut dan Ayden curiga itu adalah tanda-tanda melahirkan. Keduanya masih sama-sama hijau dalam dunia melahirkan tapi secara naluri dan insting Ayden tahu akan hal ini, dan semoga naluri juga bisa membuat Delisha menjadi ibu yang luar biasa walau usianya masih anak-anak.
Ayden mengembuskan napas kasar. Jika ia punya pistol seperti di film-film ia akan menembak CCTV ini dan langsung keluar rumah dengan membawa mobil dan merampok beberapa uang, sayangnya ia terkurung dalam sangkar.
Ayden pura-pura menghidupkan TV jika ia ingin menghibur diri karena para karyawan di sini harus melaporkan apa saja yang Ayden lakukan. Semuanya aksesnya dibatasi. Ayden bahkan tidak merokok lagi karena orang tuanya sudah melarang dan tidak memberi uang lebih untuk membeli zat nikotin tersebut.
"Pak antar ke supermarket dong."
"Mau ngapain?"
"Mau coba masak." Masak mie kedengarannya tidak buruk. Ayden sebenarnya ingin kabur dengan pura-pura berbelanja dan mari kita lihat bagaimana ia mengelabuhi sopirnya.
"Di kulkas ibu sudah menyiapkan banyak." Ayden mengangguk-angguk, itu benar. Ibunya sudah belanja satu minggu penuh walau rumah mereka punya asisten rumah tangga untuk mengurus semua kebutuhan, ada baby sitter, yang mengurus bagian dapur dan sopir yang merangkap bersih-bersih halaman.
"Tadi udah liat. Lagi pengen makan mie. Ibu jarang stok mie karena dari dulu ibu larang makan mie."
Jika di rumah Ayden dilarang makan mie instan tapi di luar tentu saja Ayden akan makan mie apalagi di kos Vrada, makanan utama anak kos.
"Pengen beli mie Korea yang lagi hits. Ah, Bapak tak gaul nih. Sering liat video di Toktok, banyak video masak-masak yang enak jadi mau coba mie Korea."
Ayden bahkan langsung menyambar topi berwarna hitam di atas TV, mengode pada Pak Karnis jika ia beneran ingin berbelanja di supermarket. Sebagai orang yang sudah diberi kepercayaan, Pak Karnis mengikuti Ayden.
Ayden hanya tersenyum.
๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ
"Bapak belanja Mie Korea sama minuman kopi sama beberapa jajanan ringan. Tenang aja, aku nggak minta rokok."
Ayden mengeluarkan uang pas-pasan yang ia punya. Terkadang sampai gondok ia mendoakan orang tuanya agar cepat mati biar semua harta jatuh ke tangannya dan ia tak perlu diatur-atur seperti ini. Ya dirinya menang salah jadi biarkan ia menebus kesalahannya bukan makin dihukum tak masuk akal seperti ini.
Sebenarnya Pak Karnis seperti keberatan, tapi Ayden mengode lewat matanya menyuruh turun. Laki-laki tua itu mengangguk-angguk.
Ayden hanya melihat dari dalam mobil. Saat Pak Karnis sudah masuk dalam supermarket Ayden langsung tancap gas.
Ia akan ke rumah Delisha, walau mungkin saja diusir tapi ia akan bersikap nekat.
"Oh sialan! Kuncinya dibawa." Oh well, Ayden kurang siasat. Pak Karnis lebih cerdik daripada dirinya.
Ayden hanya menyandarkan kepalanya dengan lemah.
Laki-laki itu berkali-kali memukul setir dan memaki.

Book Comment (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

    ย ย 0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini๐Ÿ˜

    05/08

    ย ย 0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

    ย ย 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters