logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 23

Ayden melirik ke tempat tidur yang kosong, biasanya pada siang hari seperti ini, tempat tidur ini berisi orang dan berisik dengan aktivitas mereka bercinta. Ayden memikirkan Delisha, bagaimana gadis bodoh dan polos itu menghadapi semua ini sendirian.
Ayden terduduk di ranjang. Walau tak bertanggung jawab tapi statusnya sudah berubah. Ia jadi seorang ayah, Ayden akan mempunyai anak. Itu fakta yang memukulnya telak.
Ayden berdiri dan memandang dirinya di cermin. Ayah! Anak! Dua hal yang begitu menganggu dirinya, bagaimana jika saat anaknya besar anaknya mencari dirinya, atau bagaimana jika ia terus dihantui rasa bersalah karena merusak anak orang.
Ayden orang yang tak pernah mengeluarkan air mata dan termasuk kepala batu, tapi kali ini air matanya meleleh sendiri, entah karena menyesal, atau merasa terlalu bodoh hingga berakhir seperti ini. Bagaimana mungkin karena ketololannya membuat dirinya menghasilkan nyawa. Nyawa demi Tuhan! Bukan boneka, bukan karakter fiksi, tapi ini nyawa manusia.
Ayden rasanya ingin mengadu ke orang tuanya dan mereka bisa menemukan solusi walau orang tuanya murka bahkan ia bisa dicoret dari KK. Jika saja Ayden sudah bekerja ia akan bertanggung jawab, tapi sekarang. Bahkan tamat sekolah belum lagi. Apalagi Delisha. Tapi apa benar gadis itu, akan keluar dari sekolah karena hamil? Bagaimana dengan nasib masa depan Delisha. Bagaimana dengan anak itu?
Sial! Memikirkan semua ini rasanya tak ada ujung.
Ayden naik lagi ke atas ranjangnya dan lagi-lagi terdiam seperti orang bodoh. Apa yang harus ia lakukan? Teman-temannya tidak membantu sekaligus bahkan hanya bisa mengejeknya.
Apalagi mengadu sama orang tua, nyawanya bisa melayang. Orang tua Ayden sibuk kerja, dan memang mereka jarang berinteraksi. Pulang larut malam dan pagi sudah pergi kalau hari libur mereka memiliki kegiatan masing-masing di luar membuat Ayden juga bebas berbuat nakal.
Enaknya sesaat tapi menderita seumur hidup.
Ayden memeriksa ponselnya kira-kira siapa yang bisa ia hubungi.
Gotcha! Ia dapat, walau belum yakin orang ini membantunya selebihnya, setidaknya ada yang mengerti keresahan dirinya.
๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ
Delisha larut membaca buku yang ia beli walau ia dicurigai di kasir.
"Ibu hamil? Buat siapa?" tanya kasir dan mengetik di keyboard dan tertera harga yang harus dibayar. Entah kenapa, Delisha bisa menjawab cepat walau itu penuh kebohongan.
"Itu kado untuk guru saya yang sedang hamil."
"Beli sekalian kotak kadonya dek." Delisha menggeleng, dan membayar. Ia menenteng kantong yang ada nama toko buku.
Dan sekarang mata Delisha terbuka, benar-benar terbuka bagaimana perawan, apa itu klitoris. Semuanya dijelaskan secara lengkap dan mudah dimengerti walau ia masih sekolah, bagaimana dijelaskan posisi bercinta yang pas untuk ibu hamil. Ya Tuhan,ย  kemana saja Delisha selama ini. Terlalu sibuk merenungi nasibnya dan tak tahu jika ilmunya kosong dan hidupnya terus diisi dengan mengeluh, andai saja Delisha belajar dan membaca ilmu-ilmu seperti ini, tentu ia tidak akan tersesat. Betapa ia merasa hingga saat ini hidupnya selalu sia-sia.
Detik ini, Delisha sadar ia sudah tak perawan. Bahkan lebih dari itu, ia hamil! Kendengarannya sangat horor.
Delisha masih berbaring, bagaimana ia dijelaskan makanan apa saja yang harus ia makan. Masih semuda ini dan harus menanggung beban seberat ini. Delisha meletakan bukunya dan memandang ke atas. Perjalanan hidupnya berubah, jadi ibu, punya anak. Akan ada seorang makhluk yang memanggilnya ibu dan ia punya tanggung jawab besar untuk mendidiknya. Delisha melihat dirinya yang sekecil ini, apa iya ia bisa mendidik orang lain? Dirinya saja belum terdidik.
Delisha bangun. Merasa gelisah, seolah ada semut di bawah kakinya. Delisha melihat lantai di bawah dan berpikir, bahkan ia sampai tak ingat jika ia anak yang terasingkan hanya karena beban sekarang lebih berat. Bahkan Delisha harus menyiapkan nama. Banyak persiapan yang harus ia lakukan.
Delisha membuka botol air. Sekarang, ia banyak stok air minum di botol besar.
"Jadi ibu?" Delisha terkejut dengan suaranya sendiri. Seolah suaranya begitu asing dan kata ibu begitu asing. Mungkin karena ia tak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu, jadi kata ibu seolah mengganggunya.
"Lisha akan jadi ibu. Dan punya anak, Lisha masih kecil. Dan ada anak kecil yang manggil Lisha mama." Delisha melihat dirinya di cermin, pucat bahkan ia tak berselera untuk berbuat apa-apa. Semoga tidak ada hal-hal aneh yang terjadi, karena ia juga harus sekolah.
Delisha berbalik melihat buku pink itu. Mungkin setelah selesai membaca buku ini, ia bisa membeli buku yang lain yang menjelaskan tentang ilmu parenting bagaimana mengurus anak. Walau belum berpengalaman, Delisha yakin naluri seorang ibu dan ia punya insting alami untuk mengurus anaknya. Mungkin ini memang sudah takdirnya yang Tuhan gariskan untuknya. Menjadi ibu muda dengan beban berat yang tak mudah baginya untuk menjalankan semua ini.

Book Comment (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

    ย ย 0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini๐Ÿ˜

    05/08

    ย ย 0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

    ย ย 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters