logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 22

Dari kecil Delisha meragukan Tuhan. Dan sekarang, Delisha masih mempertanyakan Yang Maha Kuasa. Bagaimana mungkin ia diberi cobaan bertubi-tubi yang seolah tak ada habisnya. Menangis juga rasanya percuma, semuanya sudah terjadi.
Delisha diam! Lebih baik malaikat maut mencabut nyawanya sekarang. Gadis itu hanya bisa terdiam dalam waktu yang tak bisa ia katakan. Terdiam dalam waktu yang lama. Walau langkah pertama yang Delisha lakukan adalah ingin pergi ke toko buku. Delisha ingin membeli buku tentang kehamilan, entah kenapa gara-gara perkataan manusia laknat itu Delisha langsung sadar dan membuka matanya tentang apa yang terjadi padanya selama ini. Menyesal, kata itu seolah tak layak untuk dirinya, ia juga yang bodoh jadi memang Delisha harus menghapus kata menyesal dalam kamus hidupnya.
Delisha berjalan kaki siang ini ke toko buku yang berjarak satu kilo. Walau tubuhnya belum begitu sehat, tapi Delisha terus berjalan karena ujian dalam hidupnya lebih berat sekedar menahan teriknya panas yang hanya 0.0001% dari panasnya neraka. Delisha hanya menunduk, masih dengan sweater yang membungkus tubuhnya mungkin sweater ini akan abadi di tubuhnya.
Delisha mengelus perutnya, masih rata. Walau ia tahu, ibu hamil itu lama-lama perutnya akan membengkak. Ada perasaan membuncah dalam dada Delisha, tak sadar air matanya mengalir. Bagaimana usianya masih begitu muda dan harus menjadi ibu. Delisha berhenti, dan melihat keadaan sekeliling. Tidak! Ia belum percaya fakta ini. Delisha hamil! Dan sebentar lagi punya anak. Apa memang ini yang Tuhan inginkan agar ia tak kesepian? Tapi punya anak Ya Tuhan, makhluk bernyawa yang tak bisa ia buat sembarangan. Delisha masih bersandar di pagar sebuah gedung sambil melihat jalanan yang ramai. Orang-orang pada sibuk dengan kegiatannya, tapi Delisha merasa dunianya berhenti sampai di sini.
Delisha masih menangis, walau hanya air matanya yang terus mengalir. Perutnya terasa lapar, tapi kenyataan hidup yang ia terima lebih sulit dari ini. Delisha merenungi hidupnya yang masih terlalu kecil. Usia 14 tahun apa yang bisa diharapkan? Bahkan orang yang 10 tahun 20 tahun lebih tua darinya belum punya anak, tapi Delisha dalam hitungan bulan akan menjadi ibu muda.
Sadar dirinya dilihat sebagai orang gila, Delisha berjalan lagi masih dengan menunduk dan air matanya tak berhenti mengalir. Delisha melihat ada warung nasi padang, ia lapar, mungkin singgah sebentar rasanya tidak buruk, karena di depan warung adalah toko buku yang ia tuju.
Delisha melihat orang-orang yang makan dengan begitu lahap, walau ia sendiri tak begitu berselera.
"Masih sekolah?" Delisha mengangguk saat ibu-ibu pemilik warung bertanya padanya dan mengambilkan menu yang Delisha minta. Gadis itu hanya minta nasi putih dan ayam goreng tanpa kuah khas Padang dengan sambal atau daun ubi. Karena Delisha tak berselera makan berharap nasi putih bisa diterimanya jika ia masih mau bertahan hidup.
Kebanyakan yang makan, anak kuliahan dan bapak-bapak yang bekerja sekitaran di sini.
Nasinya tak habis, apalagi ayam tak disentuh sama sekali. Akhirnya Delisha malah meminta makan kerupuk dan membantu mendorong dengan minuman. Mata Delisha terus memanas walau ia tahan, jangan sampai tumpah di sini sekarang. Bagaimana dengan nasibnya sekarang. Apa benar ada orang yang siap menampungnya dan anaknya? Bagi orang lain, keluarga adalah tempat kita berpulang, tapi tidak dengan Delisha. Saat bertemu dengan Ayden ia mengira bisa berbagi sedikit semua beban dan permasalahan yang ada, tapi Ayden malah memberinya masalah terbesar dalam hidupnya sekarang.
Ya Tuhan, Delisha ingin dipungut orang yang sayang padanya dan mau menerima kondisinya yang tengah berbadan dua. Setiap mengingat kata hamil, air mata itu terus mengalir.
Delisha akhirnya membayar makanan dan menyebrang jalan menuju toko buku.
Jalannya pelan dan gontai setali tiga uang dengan beban berat yang terus menghimpit dadanya dan ini akan terjadi seumur hidupnya. Delisha mendorong pintu toko dengan mata yang lagi-lagi ini memanas. Benarkah ini? Bahkan ia masih belum percaya. Delisha selalu suka dengan toko buku apalagi mencium aroma buku baru, tapi kali ini aroma buku membuatnya semakin hancur, kenapa tak dari dulu ia belajar dan mencegah hal-hal seperti ini. Biasanya Delisha akan menuju rak novel atau komik tapi kali ini, ia akan berbeda tujuan. Delisha bukan lagi remaja mulai detik ini, Delisha orang tua.
Banyak buku tentang ibu hamil yang berjejeran dengan berbagi judul dam sampul.
Buku Pintar Ibu Hamil, Panduan Kehamilan, Hamil dan Melahirkan, Panduan Kesehatan Kehamilan, Cara Cepat Hamil.
Delisha menggeleng, membaca judul yang terakhir, bahkan tak pakai cara cepat ia sudah Tuhan beri amanat dan tanggung jawab yang luar biasa besar.
Panduan Kehamilan. Akhirnya Delisha memilih buku ini karena ia masih begitu awam dan butuh panduan bagaimana hamil dan apa saja yang harus ia lakukan, bahkan Delisha harus melahirkan sendiri nanti, apa ia sanggup? Delisha tak tahu. Tapi melahirkan merupakan satu rangkaian dari semua perjalanan hidupnya yang sudah hamil semuda ini.
Biasanya Delisha selalu tergoda untuk membeli novel atau sekedar melihat, kali ini Delisha hanya ingin pulang dan membaca semuanya dan mengatur strategis bagaimana menghadapi kehamilannya, bagaimana ia sekolah saat hamil, bagaimana jika orang lain tahu ia hamil. Begitu banyak PR yang harus Delisha buat.

Book Comment (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

      0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini😍

    05/08

      0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters