logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 21

Dari dulu Delisha selalu senang, Jika ia sakit dengan begitu ia cepat mati. Tapi sakit kali ini terasa lain. Akhir-akhir ini Delisha lebih sensitif pada sentuhan dan juga bau, atau juga begitu sensitif pada hal-hal sepeleh.
Delisha memeluk dirinya bergelung dalam selimut. Tubuhnya meriang, dan memang takkan ada yang peduli padanya. Biasanya Delisha akan membiarkan dirinya sembuh seperti biasa, tapi kali ini ia ingin dimanja dan diperhatikan. Jika bersama Oma, Delisha akan menerima semua itu dengan senang hati, tapi sekarang.
Delisha hanya tertidur, meringkuk seperti bayi. Mungkin ia bisa izin ke sekolah besok. Delisha ingin menelpon Oma tapi khawatir wanita tua ini semakin beban. Oma sudah tua.
Perut Delisha terasa kosong. Ia lapar, tapi tubuhnya juga tak bisa ia gerakan. Delisha butuh makan.
Dengan susah payah, gadis itu mengambil ponselnya dan mencoba menelpon Ayden. Delisha ingin meminta Ayden membelikan makanan dan juga obat. Sakit kali ini tidak tertolong hanya dengan ia berbaring. Mungkin sedikit obat membuat sakit Delisha mereda.
DelishaMara : Aku nggak tahu, kalau sakit kali ini seperti membutuhkan obat. Bisa kamu belikan obat dan makanan? Aku juga lapar ๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ.
Delisha berbaring lagi, dan tertidur walau perutnya terus merintih ingin makan.
๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ
"Nih ada yang kasih obat dan makanan. Pacarmu?" Dengan membuka mata perlahan, Delisha bisa melihat wajah jutek Geisha yang tak senang sama sekali. Tapi di antara saudaranya, Delisha lebih memilih Geisha, karena ia bukan gadis munafik. Kalau tak suka, Geisha akan menunjukan terang-terangan jika ia tak suka. Dan apa yang Geisha bicarakanlah kerap ia bicara kejujuran.
"Mau aku suapin?" Delisha menggeleng. Delisha memang ingin diperhatikan dan dimanja, tapi bukan berarti keluarga iblis yang perhatian padanya. Kalau boleh jujur, Delisha ingin Ayden yang perhatian padanya. Tapi itu tak mungkin, kecuali ia tinggal di kos sendiri.
"Dikasih obat juga. Makan trus minum." Air mata Delisha turun dengan sendirinya, saat Geisha mengecek suhu tubuhnya. Ya Tuhan, keinginannya begitu sederhana orang-orang berhati iblis ini perhatian padanya. Walau rasanya semuanya sudah terlambat sekarang. Delisha tak ingin orang-orang ini. Delisha sudah menemukan seorang pelindungnya yang mengerti dirinya.
Bulir bening itu menyentuh pipi Delisha. "Aelah cengeng bangat. Mau disuapin nggak?" Delisha menggeleng. Dasarnya, Geisha memang tak bisa berbasa-basi dengan orang lain. Gadis itu keluar dengan menutup pintu. Delisha membuka kotak steryfoam dan ada bubur. Sebenarnya Delisha ingin makan berat, tapi ia akan makan apa saja sekarang karena ia begitu kelaparan. Tapi melihat rupa bubur yang lembek, selera Delisha hilang. Gadis itu tak ingin makan bubur. Akhirnya ia meletakan di bawah lantai, dengan tangan gemetar Delisha minum obat. Walau belum ada makanan dan tak boleh minum obat sebelum makan, tapi Delisha tak selera makan.
Setelah menelan dua butir pil. Delisha tidur lagi, walau ia masih gelisah karena belum makan. Delisha bangun dengan susah payah, dan sampai muntah karena masuk angin. Gadis itu terduduk di ranjang dan menangis tanpa sebab. Tubuhnya begitu lemah, bahkan menangis saja rasanya tak sanggup. Walau sekarang tubuh Delisha lemah dan gemetaran, ia mengambil tasnya dan melihat biskuit di sana. Mungkin makan biskuit bisa meredahkan sedikit rasa lapar.
Delisha makan dengan air mata yang terus meleleh. Harusnya ia sadar, hidupnya memang sudah kesepian dari dulu, tapi kenapa sekarang ia menuntut perhatian? Memangnya setan siapa yang mau melihat dirinya. Delisha mengambil ponselnya hampir menelpon Oma tapi akhirnya ia urungkan. Oma sudah renta.
Delisha makan beberapa potong biskuit dan bantuan air yang banyak, akhirnya ia merasa tak seperih tadi. Delisha meringkuk lagi, dan sekarang rasanya ia tak bisa menahan kantung kemih yang penuh. Dengan tertatih dan hampir terjatuh, Delisha berhasil ke kamar mandi dan menuntaskan kebutuhan. Delisha terdiam di kamar mandi dan menangis lagi. Ia menangis tanpa sebab, dan memang rasanya ia hanya menangis dan terus menangis. Rasa sedih yang hebat menyerang dirinya.
Delisha tak tahu berapa menit menangis di kamar mandi. Tapi akhirnya ia bangkit saat merasakan sekelilingnya hampir gelap. Pelan-pelan, akhirnya Delisha sampai di ranjang. Ia berbaring dengan tubuh menggigil. Sepertinya ini sakit terhebat yang pernah ia rasakan selama ia menghirup oksigen di planet bumi.
๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ
Empat hari, Delisha tak sekolah dan itu membuat Ayden hampir gila. Ia benar-benar bingung dan ketakutan. Bagaimana kalau semua ini terbongkar secepatnya, apa yang harus ia lakukan? Ayden masih begitu kecil, emosinya masih labil dan yang ia tahu hanya cara bersenang-senang tapi sekarang Tuhan seolah membuka matanya agar berhenti, melakukan hal bodoh ini.
Seperti biasa, pagi ini Ayden menunggu di pagar sekolah Delisha memastikan gadis itu sudah datang sekolah. Ayden khawatir, Delisha masih sakit. Ayden memang berencana lari dari tanggung jawab, tapi ia juga takut dan tak tega pada Delisha. Minimal, Delisha tahu jika ia adalah calon ibu bukan seorang remaja tapi seorang ibu. Delisha akan mengurus anak dan bisa saja sekolahnya terputus. Sekarang Ayden merasa seperti penjahat asli, ia merusak masa depan anak orang. Tuhan memang layak menghukumnya.
"Lisha!" Ayden bernapas lega, saat melihat Delisha yang baru turun dari ojek. Semakin pucat, gadis itu memakai sweater rajut berwarna maroon. Mungkin ia merasa masih tak sehat, tapi Delisha memaksa sekolah.
"Kamu udah sembuh?" tanya Ayden begitu khawatir. Delisha menatap Ayden. Ya tubuhnya memang belum sepenuhnya fit, tapi ia memaksa sekolah. Delisha benci menjadi lemah, dan terus-menerus bersedih tanpa sebab. Walau ia juga jarang makan.
"Kamu udah makan?" Delisha menggeleng. Ayden tak tega, tapi ia juga tak tahu harus berbuat apa. Ayden merasa serba salah. Ayden terjebak pada permainan bodoh yang ia buat sendiri dan sekarang ia tak bisa keluar. Bodoh sekali! Beberapa hari ini, Ayden terus memaki dirinya karena semua kebodohan ini. Tapi semuanya sudah terlanjur. Mana cewek di depannya begitu bodoh dan polos.
"Ikut aku bentar." Delisha mengikuti Ayden yang menariknya. Tubuhnya masih lemah, ia juga belum makan. Mungkin Delisha hanya bisa makan biskuit, karena melihat makanan yang lain ia tak berselera sama sekali. Delisha harus menyiapkan stok yang banyak.
Ayden membawa Delisha ke belakang sekolah. Tempat mereka biasa bertemu saat di sekolah dan saling memeluk.
Ayden pandangi wajah Delisha. Masih sangat pucat, walau tetap terlihat cantik dari manapun. Laki-laki itu terdiam begitu lama, bingung harus memulai dari mana. Ayden dilema, Ayden rasanya ingin mati Semarang. Kenapa harus seperti ini jadinya?
Laki-laki itu menarik napas panjang, menyugar rambut frustasi. Delisha hanya diam, karena ia memang tidak bersemangat untuk berbuat apa-apa sekarang.
"Lisha dengarkan aku baik-baik." Delisha pandangi Ayden. Wajah laki-laki itu begitu kusut.
Ayden memegang lengan Delisha. Ya Tuhan, apa ia tega membiarkan gadis kecil ini menerima semuanya sendirian padahal Delisha memang tak tahu apa-apa. Ayden yang berperan besar di sini.
"Lisha kamu hamil!" Delisha tidak bereaksi. Tapi dadanya seolah dihantam batu begitu besar, ada batu besar yang dihimpitkan ke dada dan perutnya. Perutnya langsung terasa mengencang, hingga Delisha langsung merasa mual.
"Kamu hamil!" tegas Ayden. Delisha belum mencerna semuanya tapi sekarang ia tahu maksudnya.
"A-apa?" tanya Delisha lemah dan yak percaya.
"Dengar Lisha. Kamu hamil."
"J-jadi?"
"Aku mau putus! Jangan hubungin aku lagi, jangan pernah kenal aku lagi! Aku masih muda. Aku mau senang-senang. Jadi kalau ada yang tanya kamu hamil sama siapa diam aja. Ingat!"
"T-tapi?"
Ayden pergi! Ayden pergi meninggalkan Delisha yang rasanya ingin mati sekarang.
Tapi Ayden berbalik padanya. Delisha mengira Ayden akan memeluk dirinya. Tapi kata-kata Ayden selanjutnya yang membuat Delisha makin hancur.
"Terserah mau diapakan. Aku masih muda. Jangan pernah kenal sama aku lagi!"
Ayden pergi. Delisha hanya melihat punggung itu menjauh, dengan air matanya yang terus mengalir sekarang.
Ayden membuatnya remuk, hancur lebur tak bersisa.

Book Comment (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

    ย ย 0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini๐Ÿ˜

    05/08

    ย ย 0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

    ย ย 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters