logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 18

Aku menutup mataku, menggigit bibirku menikmati rasa asing yang nikmat menyerangku dari berbagai arah. Kenapa aku baru tahu, kalau bermain seperti ini rasanya luar biasa? Ya Tuhan, biasakah aku merasakan ini untuk selamanya?
"Enak?" tanya Ayden. Aku hanya mengeluh, tak berani membuka mataku. Ini rasanya seperti surga. Diibaratkan makanan juga, makanan kalah enaknya karena ini seperti makanan paling lezat sedunia. Aku memeluk belakang Ayden, mencium aroma tubuhnya yang lama-lama berubah bercampur dengan keringatnya, tapi masih menjadi bau yang enak dicium.
"Nggak sakit 'kan?" Aku menggeleng, dan tak bisa bicara lagi, saat Ayden dengan brutal mencium bibirku dan juga miliknya di bawah sana semakin dalam memompa miliku, aku merasa sesak dan penuh. Kupu-kupu semakin berterbangan dan aku merasa seperti ingin meledak ke awan. Ini bukan tentang rasa asin, manis atau gurih, ini tentang bagaimana semua rasa nikmat disatukan dan membuat kita tak bisa mengatasi semua rasa yang datang disaat bersamaan.
Aku melolong keras, saat merasakan sesuatu yang terasa di ujung dan membuat diriku tersentak. Aku membuka mataku, dan merasakan detak jatung yang bertalu-talu. Ayden semakin memperdalam pompaannya dan kurasa ia juga sama sepertiku. Dan saat ia mengerang panjang, kurasakan sesuatu yang hangat menyembur dalam perutku. Ugh... Aku suka itu.
Ayden mengatur napasnya dan menatapku. Tubuhku juga lelah. Ayden mengeluarkan dirinya dariku, sambil berbaring di sampingku. Entah kenapa, aku tak malu untuk memeluknya. Ia juga memelukku, dan mengelus-elus rambutku. Kami sama-sama mengatur napas terutama Ayden. Ia seperti lari maraton 10 kilo hanya dalam waktu satu jam.
"Kamu luar biasa." bisik Ayden mesra. Aku tersenyum ke arahnya dan mengelus rambutnya seperti yang ia lakukan padaku. Entah kenapa, memikirkan tadi kupu-kupu dalam perutku bertebrangan lagi.
"Aku suka tadi. Nanti boleh main lagi?" tanyaku pada Ayden. Ia tersenyum dan mengangguk. Mungkin dengan cara ini, aku bisa mengalihkan rasa sakit yang kurasakan.
"Ayo tidur." Dadaku menempel di dada Ayden, dan aku aku menutup mataku sambil tersenyum. Dia penyelamatku.
๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ
Aku tidak pasti jam berapa, tapi aku merasakan perutku melilit, bibirku kebas dan milikku terasa perih? Entah rasa aneh, tapi aku tidak munafik kalau rasa tadi luar biasa.
Aku melihat keadaan sekeliling dan sadar apa yang terjadi, sebelum aku tertidur dalam pelukan Ayden. Dan sekarang ia tidak ada, kemana Ayden?
Aku melihat diriku, dan masih dalam keadaan telanjang, huh bikin malu saja. Aku langsung menarik selimut dan menutupi tubuh polosku.
Bunyi pintu kamar mandi terbuka dan jawaban dari pertanyaanku kemana Ayden. Ia hanya melilitkan handuk berwarna biru ke pinggangnya sambil menggosok rambutnya dengan handuk dengan handuk kecil. Huh, dia sangat seksi seperi gambaran dalam novel-novel.
"Kamu lapar?" Aku mengangguk. Sejujurnya aku sedang menahan rasa perih yang kurasakan sekarang di bawahku. Apa mungkin, karena Ayden memasukan paksa miliknya hingga membuat milikku lecet?
Aku harus memeriksanya.
"Mau makan atau mandi?" tanya Ayden. Aku hanya menggigit bibirku. Dia bisa jadi pacar yang pengertian bukan? Dan aku bisa menjadikan dirinya sebagai sosok orang tua. Karena aku tak pernah punya keluarga selama ini.
"Makan dulu boleh?" tanyaku manja. Suaraku terdengar seperti Ipin sekarang. Ayden tersenyum, naik ke atas ranjang dan mencium pipiku. Dia bisa jadi pacar yang pengertian dan romantis. Dan aku suka saat terus bersamanya seperti sekarang. Apa boleh aku tinggal bersamanya saja?
"Tungguin di sini, biar aku pesan makanan dulu." Aku mengangguk. Aku kembali berbaring dan merasakan bau aneh yang baru pertama kali kurasakan, tapi entah kenapa baunya membuatku merasa nyaman.
Ayden langsung menarik bajunya dan ia langsung menyambar ponselnya dan menelpon makanan. Kenapa, orang tuanya tidak pernah ada di rumah? Tapi aku enggan bertanya. Bisa saja orang tua Ayden sama seperti para iblis, mereka kejam. Ayden memakai kaos coklat dan naik ke atas ranjang, sambil bermain ponsel.
"Habis makan, mandi atau langsung pulang?" Aku hanya menggeleng. Aku baru merasakan kenyamanan aku tak ingin pulang. Bolehkah aku tinggal disini?
"Peluk?"
Ayden yang sedang bersandar di kepala ranjang, menepuk untuk diriku mendekat ke arahnya.
"Kamu ngapaian?" Ayden menggeleng. Aku memeluk pinggangnya, entah kenapa aku menyayangi lelaki ini.ย  Rasa nyaman selalu menyelimuti diriku. Aku menutup mataku, saat merasakan tangan Ayden yang mengelus-elus rambutku. Dari dulu, aku mengindamkan ada yang membuatku seperti ini. Bukan terus dicaci karena kesalahan yang aku sendiri tak tahu.
"Ada yang sakit?"
"Milikku di bawah terasa perih."
"Nanti juga hilang." Aku hanya diam, aku sudah terbiasa dengan rasa sakit, jadi sakit semacam itu bukanlah hal yang besar.
"Aku ganti baju dulu. Bentar lagi makanan sampai, makan di kamar aja. Kamu pasti capek." Aku mengangguk, aku ingin tidur lagi tapi perutku minta asupan. Tapi hidup berdua seperti ini rasanya luar biasa. Tapi bukankah, kami masih bergantung dengan orang tua? Baiklah Ayden sendiri, karena aku tak pernah bergantung pada mereka. Huh, membicarakan para iblis membuatku semakin dendam dan rasa benci yang semakin mengangkar.
Ayden keluar dari kamar. Aku memeluk diriku, tapi entah kenapa aku ingin tinggal bersama lelaki ini hingga selamanya sampai kami menua. Apa bisa dibilang seperti itu? Aku memegang rambutku yang terasa lepek dan berantakan. Dan mencium baunya, bau bercampur keringatku dan Ayden tapi aku suka bau itu.
Ayden datang membawa dua kotak makanan berwarna putih, saat bergerak aku meringis kesakitan tapi Ayden membantuku perlahan dan berhasil duduk di kursi dan makan di depan cermin, saat melihat penampilanku yang sangat acak-acakan.
"Kamu nggak makan?" tanyaku dengan mulut penuh. Ayden yang sedang menarik seprai yang kulihat ada darah dan menggantinya dengan yang baru. Dia laki-laki yang rajin dan sangat pengertian. Dia bisa menjadi pacar yang pengertian sekaligus orang tua untuk diriku.
"Makan dulu, aku beresin ini." Aku mengangguk dan mulai memakan ayam kecap dan capcay. Makanan begini saja rasanya begitu nikmat. Jika saja aku dizinkan tinggal dengan laki-laki ini, hidupku takkan pernah terpuruk lagi dan aku hanya bisa merasakan kebahagiaan dan mungkin merasa masa remaja yang normal seperti yang lainnya, bukan merasakan bagaimana itu neraka saat berada di rumah.
Aku menancapkan sedotan dalam susu strawberry yang sepaket dengan kotak makanan. Ah rasanya begitu segar, dan kenyang. Mungkin aku perlu mandi sekarang. Aku berbalik dan melihat Ayden sedang memasang seprai kembali. Dia begitu dewasa, walau masih remaja. Aku berbalik dan melihat wajahku di cermin. Bibir yang terasa seperti bengkak, apa kebanyakan dicium? Apa banyak berciuaman bisa membuat bibir bengkak? Padahal berciuman itu rasanya sangat nikmat, apalagi saat Ayden memompa tubuhnya dalam tubuhku aku suka sekali perasaan itu, seperti dibawa terbang ke awan-awan berwarna pink.
Ayden akhirnya duduk di sampingku dan mulai makan dalam diam. Dia begitu tampan dan segar, entah kenapa aku sangat mengangumi dirinya sekarang. Dan ada rasa nyaman dan juga perasaan aneh yang diam-diam menyusup dalam dadaku saat aku menatap Ayden dan membuatku tak tahan untuk memeluk dirinya dan membuatku harus mengatakan jika aku nyaman bersamanya?
"Kamu mau mandi? Atau mau pulang?" Aku menggeleng. Tak tahu juga, tapi jika boleh jujur aku tak ingin pulang ke rumah dan berjumpa dengan para iblis aku ingin tinggal bersama Ayden tapi itu tidak mungkin.
"Tapi aku nggak bisa jalan."
"Nanti aku bantuin mandiin pelan-pelan aja." Wajahku memerah. Memangnya dia pikir aku anak kecil?
"Tapi aku udah besar. Mana boleh, aku bukan bayi." Aku memprotes pada Ayden yang terkekeh sekarang dan langsung mengacak rambutku seperti kebiasannya yang membuatku merenggut karena kesal.
"Nggak papa. Kan lagi sakit, kalau udah nggak sakit nanti mandi sendiri." gurau Ayden. Tapi aku memukul lengannya. Dia bergurau tapi aku malu.
Akhirnya Ayden membantuku ke kamar mandi tapi aku mandi sendiri. Ayolah aku sudah besar, bukan bayi.
Ayden bahkan meminjamkan jaketnya dan sekarang aku sedang memeluk jaket itu dengan bau tubuh Ayden yang membuatku nyaman dan tersenyum seperti orang gila.
Selamanya aku ingin bersama laki-laki itu.

Book Comment (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

    ย ย 0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini๐Ÿ˜

    05/08

    ย ย 0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

    ย ย 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters