“Batu, ayah dimana ?” sahut seorang laki-laki berbadan tinggi yang tiba-tiba menghampiri anak-anak yang sedang bermain di sebuah halaman rumah.
Dayat terheran-heran menatap lelaki berambut ikal itu. Ia tidak tahu entah siapa yang ditanya manusia misterius itu. Lelaki itu muncul dari arah barat.
“Mungkin kamu Yat yang di tanya om itu” ujar Rahman.
“Saya Om ?” tanya Dayat langsung.
“Iya kamu. Kamu kan anak dari yang punya rumah ini”
“Iya Om”. Dalam benaknya bergantungan berbagai pertanyaan. Kenapa tadi lelaki itu memanggilnya batu. Ia tidak merasa pernah dipanggil orangtuanya dengan sebutan batu. Ia juga kurang suka kalau kata batu itu disandarkan kepada namanya. “Batu itu keras” ujarnya dalam hati. “Ayah belum pulang dari ladang Om” jawab Dayat berusaha menyembunyikan keheranannya.
“O. Nanti bilang sama ayah, kalau om sedang mencari beliau”
“Iya Om, nanti Dayat bilang. Kalau nanti ditanya ayah, om siapa ?”
“Jawab saja, om Jalandit”
***
“Tadi ada yang mencari ayah” ujar Dayat menghampiri ayahnya yang sedang duduk di beranda rumah.
“Siapa Yat ?” tanya lelaki itu penasaran.
“Om Jalandit Yah”
“O” jawab Hasan dengan nada suara rendah.
“Kenapa om itu mencari ayah ?”
“Ada perlu. Urusan orangtua”
Dayat terdiam sejenak.
“Terus, tadi om itu memanggil Dayat dengan sebutan batu Yah. Dayat tidak suka. Apa dia pikir Dayat seperti batu”
“Hehe.. Anak ayah yang ganteng kok disamakan dengan batu. Maksud om Jalandit tadi memanggil Dayat dengan nama batu, bukan karena Dayat seperti batu”
“Lantas ?”
“Om itu memanggil begitu, karena marga Dayat itu Batubara. Jadi panggilannya Bayo Batu. Bayo Batu itu maksudnya seorang laki-laki yang bermarga Batubara”
“Benarkah ?”
“Iya sayang”
“Kok kita kenapa bisa punya marga. Marga Batubara itu berasal dari mana sih Yah ?”
“Menurut satu keterangan yang ayah dengar turun temurun, leluhur marga Batubara itu berasal dari daerah kerajaan Batubara. Dulu daerah itu merupakan wilayah kabupaten Asahan, akan tetapi beberapa tahun terakhir ini, daerah itu sudah berdiri sendiri menjadi kabupaten yang bernama Batubara. Jadi moyang kita hijrah dari sana ke daerah Simpang Banyak, Ulu Pungkut, Mandailing. Mereka lama menetap di Simpang Banyak. Akhirnya marga Batubara itu lebih dikenal berasal dari Simpang Banyak, Ulu Pungkut”
“O begitu ya Yah”
“Iya. Marga itu adalah identitas kita sebagai orang yang berasal dari Sumatera Utara. Semua penduduk asli Sumatera Utara itu mempunyai marga, kecuali Melayu. Melayu itu juga merupakan penduduk asli yang mendiami daerah Medan dan kabupaten-kabupaten di sekitarnya. Contoh marga-marga orang Mandailing itu antara lain: Batubara, Nasution, Lubis, Hasibuan dan sebagainya. Marga orang Batak antara lain: Situmorang, Nababan dan Sitohang. Marga orang Karo antara lain Sembiring dan Ginting. Marga orang Nias antara lain Warugo dan Amuata. Selain Sumatera Utara, ada juga daerah lain di Indonesia yang mempunyai marga seperti beberapa daerah di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua”
“Oke Yah, sekarang Dayat sudah paham tentang marga”
“Marga itu adalah identitas kita Nak. Suatu saat dibelahan bumi manapun kamu berpijak, jangan pernah tinggalkan margamu. Marga itu adalah suatu bukti bahwa kita berasal dari asal-usul yang jelas dan mempunyai adat budaya yang bermartabat”
“Iya Ayah, terus emak kan marganya Nasution Yah, kenapa kita marganya Batubara ?”
“Marga itu diturunkan dari seorang ayah Nak, bukan dari pihak emak. Karena ayah bermarga Batubara, maka Dayat pun akan bermarga Batubara”
“O, begitu ya Yah ?”
“Iya sayang”
“Kalau begitu, sekarang Dayat tidak akan marah lagi jika ada orang yang memanggil Dayat dengan sebutan Bayo Batu”
Kini Dayat paham maksud dari panggilan lelaki yang meninggalkan tanda tanya tadi. Ia sudah paham akan arti sebuah marga. Ia bangga dilahirkan dari tanah yang menjunjung tinggi adat dan budaya leluhur. Ia percaya, orang-orang yang mampu menghargai adat dan budaya leluhurnya merupakan orang-orang mulia yang senantiasa tidak akan pernah menghilangkan jejak sejarah hidup yang pernah ada.
Bersambung.....