logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 20

"Bukankah itu hal yang wajar untuk orang sepertimu?" Kata Revan.
"Apa semuanya harus seperti itu? Mungkin saja Kevin berbeda, ia lebih mandiri."
Eh? Akhirnya Diana membuka mulutnya untuk memihak ku, batin Kevin.
Kevin tersenyum. "Terima kasih."
"Kenapa berterima kasih?" Tanya Diana.
Kevin menggeleng.
"Ada yang ingin ku beritahu. Sebenarnya aku hanya ingin menceritakan ini padamu saja.Tapi baiklah, aku tak peduli jika dia ada di sini." Sahut Kevin.
'Dia' yang dimaksud adalah Revan.
Diana tiba-tiba merasa nada bicara Kevin berubah.
"Aku mungkin akan pindah sekolah. Tidak, aku akan pindah sekolah."
Diana tak langsung merespon.
Revan juga mengerutkan dahi dengan ucapan Kevin.
"Kau.." Diana tak melanjutkan perkataannya. Ia ingat apa yang pernah dikatakan Kevin saat mereka berada di atap sekolah. Waktu itu Kevin mengatakan perkataan yang ambigu.
'Diana, kau tak pernah lupa dengannya bahkan setelah dia pindah sekolah. Apakah kau juga akan begitu padaku? Jika hal yang sama terjadi padaku apakah kau akan tetap mengingat ku?'
Apakah.. Diana memikirkan kemungkinan yang besar yang mungkin benar. Itu sudah terlihat jelas bukan, apalagi untuk Diana yang cerdas.
"Dan sebenarnya aku memang tidak terbiasa dengan kehidupan di rumah ini karena aku belum lama tinggal di rumah ini. Aku berasal dari panti asuhan. Tuan dari rumah ini yang mengadopsi dirimu."
Tidak ada yang menyahut perkataan Kevin. Diana dan Revan terkesiap dengan cerita Kevin ini.
Saat bercerita Kevin tentu mengingat beberapa minggu lalu bagaimana semua ini berawal.
*****
Albert kali ini datang tidak sendirian. Ia ditemani seseorang. Seorang pria paruh baya. Kini Kevin harus kembali berhadapan dengannya.
"Bagaimana kabarmu?" Albert bertanya pada Kevin.
"Aku baik." Jawab Kevin.
"Ya, kau terlihat sehat." Sahut seseorang yang bersama Albert.
"Perkenalkan, dia adalah ayahku. Oliver Chavez."
Kevin mengangguk sopan.
"Sebelumnya aku ingin memberi tahu alasan kami ke sini. Aku ingin mengangkatmu menjadi anakku dan menjadi saudara Albert."
Kevin sudah menduganya, tapi tetap saja rasa tak nyaman melandanya. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi didahului oleh Oliver.
"Aku adalah salah satu teman dekat orang tuamu." Oliver membuka pembicaraan.
Kevin diam mendengarkan.
"Sebelum orang tuamu meninggal kami sangat dekat. Karena ini aku terus mencari keberadaanmu. Maaf baru sekarang bisa menemukan dirimu."
Kevin menahan napas, ia tertegun mengetahui bahwa dirinya dicari selama ini. 
Tapi pria itu hanya teman orang tuanya, mengapa begitu baik padanya hingga mau merawatnya. Sedekat apa memangnya orang tuanya dengan pria itu.
"Waktu itu kau menolak untuk diadopsi. Apakah sekarang kau masih ingin menolak lagi?" Tanya Oliver.
Kevin menunduk. "Anda orang yang sangat baik. Saya sangat menghargai kebaikan anda, tapi maaf jika mengecewakan. Aku tak ingin pergi dari panti asuhan ini."
"Kau tetap pada pilihanmu?" Nyonya Clark bertanya setelah dari tadi diam menyimak percakapan.
Kevin mengangguk sebagai jawaban.
Oliver berkata, "Bisakah saat ini aku berdua saja denganmu Kevin?"
Kevin tak tahu apa yang ingin dilakukan oleh Oliver.
"Ayah ingin berbicara berdua saja dengan nya?" Tanya Albert.
Oliver mengiyakan. Akhirnya Albert dan Nyonya Clark keluar dari ruangan meninggalkan mereka berdua.
*****
"Katakan padaku alasannya kenapa kau menolak, nak. Kau tak perlu sungkan." Kata Oliver ramah.
Kevin menarik napas, "Aku tak ingin meninggalkan saudara-saudaraku yang ada di sini," jawab kevin
"Hanya karena itu?" tanya Oliver.
Kevin melanjutkan, "Mereka sangat bergantung padaku. Aku dibutuhkan oleh mereka. Aku tidak bisa membayangkan jika aku pergi begitu saja meninggalkan mereka."
"Kau diangkat menjadi anggota keluargaku, bukan berarti tak bisa ke sini lagi," balas Oliver ramah.
"Eh, bukan itu masalahnya. Bisa dibilang aku membantu mereka dengan bekerja mencari uang. Keperluan kami tidak selalu bisa terpenuhi kecuali kami mencari pemasukan sendiri," jelas Kevin.
"Bagaimana jika aku membiarkanmu tetap melakukan apa pun itu yang kau inginkan. Kau bebas melakukan apa pun untuk mereka. Dan mungkin aku juga bisa membantu mereka di sini. Akan aku pastikan mereka diberi dana rutin." Oliver menatap Kevin dengan yakin.
Kevin diam sejenak. "Jadi aku bisa tetap bisa melakukan apa pun tanpa menggangu anda?"
"Tentu saja. Jika kau setuju, kau akan lebih mudah melakukan apa pun tanpa terikat aturan di panti ini. Tapi kau juga harus memperhitungkan tindakan yang akan kau lakukan. Jangan melakukan hal yang merugikan. Bagaimana?"
Kevin tersenyum, "Terima kasih. Anda adalah orang yang sangat baik."
"Baiklah kau bisa memanggilku ayah." Oliver menyentuh kepala Kevin.
*****
"Kevin lihatlah ini." Albert menyerahkan buku tentang sebuah sekolah.
"Ayah berencana memasukkan kau ke sana. Kau bisa sekolah dengan lebih baik lagi karena itu sekolah elite di kota ini juga," lanjut Albert.
"Apakah harus?" tanya Kevin. 
"Kau bisa mutasi sekolah saat kenaikan kelas nanti. Jadi kau masih punya waktu."
Kevin diam memperhatikan penjelasan tentang sekolah yang dikatakan elite. "Tapi aku suka sekolahku yang sekarang."
"Tentang ini aku harap kau bisa memikirkannya terlebih dahulu. Kau tahu, lulusan sekolah ini akan mudah masuk ke perguruan tinggi manapun. Itu peluang yang besar untuk masa depanmu. Kau bisa lebih mudah menjadi sukses dan tentu membahagiakan orang yang ada disekitar mu." Kata Albert panjang lebar.
Kevin akhirnya mau berpikir kembali tentang itu karena teringat adik-adiknya di panti asuhan.
*****
"Aku akan dimasukkan ke sekolah itu. Dan akhirnya aku memutuskan, aku setuju dan mau menerima kesempatan ini."
"Dan jika aku pergi, aku juga bisa tenang. Ada orang yang menemani Diana ketika aku tak ada." Kevin melihat ke arah Revan.
Diana tercekat mendengar Kevin mengatakan itu. Kepedulian yang membuat Diana terharu. Seperti yang ada di pikiran Diana selama ini. Kevin satu-satunya yang mendekatinya saat orang lain tampak tidak peduli.
"Jadi kau sebagai teman harus bisa menjadi orang yang berguna saat dibutuhkan." Kevin menunjuk Revan.
"Kau yakin?" Revan buka suara.
"Apanya?" Sahut Kevin.
"Aku adalah murid pindahan dari sekolah elite yang kau katakan tadi."
"Apa?!" Seru Kevin. Diana juga terkejut.
"Biar ku beritahu, di sana hanya terdapat tiga jenis murid. Yang pertama murid yang menonjol dalam kekayaannya. Kedua murid yang menonjol dalam kecerdasannya. Dan terakhir, yang ketiga murid yang menonjol dalam kekayaan maupun kecerdasan. Menurutmu apakah kau bisa menjadi salah satunya."
"Aku bingung dengan yang kau katakan."
"Jika kau tidak bisa menjadi salah satunya maka kau tidak akan bertahan di sana. Sedangkan kau, bukannya menghina, kau bukan murid terpintar di kelas dan kau baru saja berada di keluarga yang kaya sehingga tak tahu bagaimana cara menonjolkan hal itu."
Meski Revan sudah mengatakan bahwa ia tak menghina Kevin, tapi tetap saja Kevin kesal dengan ucapannya. Semuanya terdengar menghinanya.
"Tunggu dulu. Jika kau pindah dari sana, maka mungkinkah kau terbuang?" Kata Kevin setengah penasaran setengahnya lagi sengaja mengejek Revan untuk membalasnya.
"Meski kau punya keduanya, kecerdasan dan kekayaan, kau harus terbiasa menghadapi persaingan. Sedangkan aku pindah karena ingin jauh dengan seseorang."
*****

Book Comment (130)

  • avatar
    Astin

    Penasaran,, apa masih ada lanjutannya..?? novel nya sangat bagus, dan lumayan menguras air mata

    05/01/2022

      0
  • avatar
    أكسل ماما

    good

    19d

      0
  • avatar
    SolehMuhammad

    seruuu

    12/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters