logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 8

Pagi ini Arba sudah di kampus dan duduk di taman kampus , dia sedang mengerjakan tugas kuliah yang di kampusnya sendiri. Bagaimana tidak, dia yakin Arman belum bisa diandalkan, maka dari itu dia mengerjakan sendiri. Dia sangat fokus menatap laptop dan menggarap program PHP yang sedang dia kerjakan. Tak butuh waktu lama, program yang dia garap sudah selesai dalam waktu sepuluh menit. Sesekali dia memiringkan senyumnya karena satu tugasnya sudah selesai dan tinggal di cetak, lalu Arman lah yang akan mengumpulkan tugas itu.
Mood-nya mendadak berubah, saat melihat Irhas menghampirinya. Jujur, sejak awal pertemuan dengan cowok itu, Arba sudah tidak suka dengan teman Arman karena sikapya yang suka mengejek orang dan tak mau kalah.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Arba sinis.
"Santai, Bro. Gue ke sini baik-baik," jawab Irhas, basa basi.
"Nggak usah banyak bacot, mau lo apa, hah?"
"Nggak gue mau nanya aja, akhir-akhir ini gue lihat sikap lo aneh, lo waras, 'kan?"
Pertanyaan Irhas spontan membuat Arba naik pitam, dia pun menarik lengan baju Irhas.
"Maksud lo apa, hah? Lo ngira... gue gila?" Arba semakin erat menarik lengan baju Irhas, sedangkan Irhas hanya tediam sambil melongo melihat kelakuan Arman yang berbanding balik dari biasanya.
"Gue cuma nanya, Man, kenapa lo marah? Gue heran dan sumpah lo berubah drastis dari biasanya."
Arba hanya setengah mengangguk dan menyunggingkan bibirnya, kemudian melepaskan cengkaramannya pada lengan Irhas.
"Bukan urusan lo, " jawab Arba, lalu mengemasi laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian meninggalkan Irhas yang masih bingung dengan sikapnya itu. Tak berhenti di situ, Irhas malah membuntuti Arman yang padahal saudara kembarnya Arman. Irhas mulai curiga, dan dia merasa ada yang aneh.
Arba yang sadar sedang diikuti menoleh, dan mengatakan kata-kata pedas lagi, lagi dan lagi.
"Bangsat! Lo kurang kerjaan ngikutin gue?"
"Orang gue mau ke kelas," jawab Irhas menimpali. Benar apa yang dia pikirkan, Arman berubah menjadi tempramental.
"Bohong. Kalau lo mau tahu gue kenapa, jawabannya gue lagi banyak masalah, puas?" Arba berkata berbohong untuk menutupi semuanya.
Irhas hanya mengangguk, mungkin dia salah memberi pertanyaan pada orang yang sedang emosi, diibaratkan menganggu macan yang sedang tertidur.
Sudah tak memedulikan Irhas, Arba masuk kelas dan duduk di tempatnya. Sialnya lagi, dia duduk bersebelahan dengan Irhas. Masih saja Irhas masih menatapnya dengan tatapan aneh. Tetap kali ini, Arba mendiamkan Irhas yang sikapnya lama-lama menyebalkan dan tak ada sopannya sama sekali, wajar kalau tadi dia marah sampai membabi buta.
Setengah jam berlalu, tapi belum ada tanda-tanda dosen datang. Rasa bosan mulai menyerang makhluk di dalam kelas. Akhirnya dosen yang ditunggu datang dan langsung memberikan materi perkuliahan tentang pemrograman bahasa PHP. Ya, beliau adalah Faris, beliau adalah dosen mata kuliah Pengenalan Konten Web. Arba menyimak materi yang diberikan dengan seksama dan dia mulai paham dengan materi yang diberikan. Di tengah-tengah kuliah, Faris memberikan penawaran pada mahasiswanya yang bisa menyelesaikan potongan program dan bisa dijalankan tanpa eror kan mendapat nilai tambahan.
Arba tersenyum tipis dan mengacungkan jariya sambil berkata, "Saya, Pak."
"Silakan maju."
Arba maju ke depan dengan rasa percaya diri yang tinggi, dia pun duduk dan mulai mengerjakan potongan koding yang ditugaskan oleh dosennya di laptop dosennya. Dalam waktu hitungan lima menit, Arba sudah menyelesaikan potongan koding dengan benar dan menjalankan program tersebut, hasilnya program yang dia jalankan berjalan dan sukses.
"Sudah, Pak," ucap Arba.
"Bagus. Sebutkan nama dan NIM kamu supaya saya catat," jawab Faris.
"Arman Dirgantara, NIM 155710009."
Setelah menjawab, Arba kembali ke tempat duduknya. Lagi-lagi Irhas menatapnya dengan rasa curiga. Sebenarnya Arba tahu kalau dia diperhatikan oleh Irhas, tetapi dia malah mengubris, sudah habis kesabarannya semenjak tadi pagi. Biarkan saja pikirnya, buat apa diladeni lagi, tak ada gunanya sama sekali.
***
Seusai pulang kuliah, Arba duduk di ruang tamu. Rasa kesal rupanya masih saja menghantuinya. Arman yang sedari tadi memperhatikan saudara kembarnya pun menghampirinya. Sepertinya, Arman sudah menebak apa yang dialami oleh Arba apalagi kalau bukan berurusan dengan Irhas. Irhas memang terkenal selalu ingin tahu urusan orang dan suka meledek kekurangan orang, apalagi dirinya sering kali dicemooh oleh makhluk menyebalkan itu.
"Gue tahu lo kenapa, Ba." Arman duduk di sebelah Arba sambil menepuk pundaknya.
"Ya. Resek banget teman lo yang namanya Irhas. Tadi pagi gue kasih pelajaran ke dia," balas Arba, sambil mengepalkan tangannya dengan perasaan amarah yang masih mengebu-gebu.
"Sabar, dia emang gitu. Lo apain dia? Inget jangan diapa-apain, anak orang, Bro"
"Gue cuma narik lengan dia, kalau kesabaran gue habis pengin gue pukul itu anak!" seru Arba.
"Jangan gitu, nanti dia malah semakin curiga sama lo. Inget, sikap gue sama lo itu beda. Sori, ya. Gue orangnya kalau dendam sama orang pasti gue pendem doing, beda kayak lo. Jadi tolong kalau bisa sikap lo yang pemarah dihilangin, Ba," jelas Arman.
"Habis gue kesel. Oke, gue minta maaf. Kayaknya dia mulai curiga. Dia sering nanya ke gue, gue berubah inilah-itulah. Pusing gue. Ya, iyalah beda dan sebagainya, kan ini gue bukan lo, Man." Arba menggeleng, dia mulai pusing dengan semua ini.
"Nggak apa. Seharusnya gue yang minta maaf, gue yang ngelibatin lo ke masalah gue, Ba,"
"Gue ikhlas bantuin lo, cuma gue nggak suka aja sama teman lo itu," Arba memiringkan senyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Terima kasih, Ba."
Arba mengangguk.
"Lo udah makan?" tanya Arba pada Arman.
"Udah. Gue ngerasa senang di kampus lo, gue merasa dihargai dibandingkan di kampus gue sendiri," gumam Arman lirih membuat Arba juga senang. Arba sendiri juga yakin suatu saat nanti, cepat atau lambat teman Arman akan menghargainya walaupun itu Arba bukan Arman.
"Bagus kalau gitu, gue seneng. Gue berharap nantinya lo bakal jadi sesuatu yang berguna di kampus gue dan sebaliknya."
Arman hanya tersenyum dan mengangguk. Dia berjanji akan membanggakan Arba dengan bakat yang dimilikinya, entah apa itu, dia belum tahu.
"Gue ke kamar dulu, mau tidur," Arba bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki ke kamar.
Bosan. Itu yang dirasakan Arman saat ini, dia bingung apa yang harus dilakukannya. Seketika ide bermuculan, Arman mengambil gitar lalu memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu.
Dengarkan kata hatimu.
Dia bukan cinta yang sempurna.
Tanpanya kau takkan mati, direndung dalam kesepian.
Tatap indah pelangi, gelora baru cinta menanti.
Tepiskan kenangan lama, tinggalkan luka yang menyakitkan.

Book Comment (210)

  • avatar
    Leni Meidola Putri

    cerita nya sangat menarik

    28/05/2022

      0
  • avatar
    channelBASRI PUTRA

    semangat dan semoga ke depannya akan ada terus cerita cerita yang lebih menarik.!!!

    22/12/2021

      0
  • avatar
    JuniantoRizki

    bgs

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters