logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

Serapat-rapatnya menutup rahasia pasti akan terbongkar.
***
Seminggu berlalu, Arba sudah menyelesaikan UTS-nya dengan lancar. Saatnya dia beraksi menjalankan misinya menggantikan saudaranya Arman saat UTS besok senin.
Malam harinya, dia berbaring sambil membaca materi kuliah Pengenalan Teknologi Informasi yang sudah dicetak Arman tadi sore. Halaman demi halaman Arba pahami dan dengan mdah menghapalnya.
"Lo belajar?" tanya Arman pada Arba.
"Iya." Arba menjawab, masih fokus dengan handout yang dia baca.
"Gue lupa, besok mata kuliah itu buat ringkasan satu lembar," kata Arman enteng, spontan membuat Arba naik darah spontan cowok itu melemparkan handout yang dibaca pada Arman dan dengan cepat Arman menangkisnya.
"Kenapa lo nggak bilang, hah?" Arba turun dari tempat tidurnya, berjalan menghampiri Arman yang sedang bersender di pintu.
"Gue lupa." Arman malah terkekeh, hal itu membuat Arba semakin sebal.
"Sekarang lo yang buat ringkasannya. Buruan"! perintah Arba, menatap saudara kembarnya dengan tajam.
"Kok gue?" Arman bingung. Bukankan itu tanggung jawab Arba karena dia pun juga menggantikan posisinya di kampus.
"Gue udah ngantiin lo UTS, ya kali gue harus bikin ringkasan." Arba mengangkat bahunya acuh.
"Lo tega banget sama saudara sendiri. Ayolah, Ba," bujuk Arman dengan wajah memelas. Hal tersebut membuat Arba tak tega. Akhirnya, dia mengangguk dan membalikkan badannya, mengambil handout yang dilemparkan, lalu duduk di meja belajar untuk meringkas materi.
Arman yang melihat Arba meringkas tersenyum kecil. Dia menghampiri saudara kembarnya dan merangkul bahunya erat.
Arba menghempaskan rangkulan Arman karena baginya menganggu konsentrasinya.
"Selamat meringkas," ucap Arman.
Arba setengah menengok, masih dalam keadaan sebal. Dia menghela napas panjang supaya rasa sebal dalam dirinya hilang. Tak berselang lama, meringkas sudah selesai, kemudian dia memasukkan lembaran ringkasan di dalam tas Arman supaya tidak ketinggalan.
Rasa kantuk mulai datang, dia langsung melesatkan badannya di kasur. Terlihat Arman sudah tertidur lelap.
"Lo selalu menganggap jadi gue itu enak, padahal sebenarnya nggak seperti apa yang lo lihat. Setiap orang punya nasib masing-masing," gumam Arba sambil memandangi pungung Arman yang membelakanginya.
****
Arba melangkahkan kakinya sambil membawa kartu ujian menuju ruangan. Dia melewati koridor kampus dan menaiki tangga untuk menuju ruang selatan lantai 2. Sesampainya di ruangan, cowok itu melihat daftar nama Arman yang tertempel di kaca. Arba mengangguk dan memasuki ruangan. Ya, dia duduk di deretan paling depan. Diletakkan tasnya di samping kursinya dan mengambil ringkasan serta pulpen. Tak berselang lama, pengawas ujian memasuki ruangan, lalu membacakan peraturan ujian yang salah satunya 'Ujian tidak boleh digantikan orang lain' . Spontan membuat Arba sedikit cemas kalau-kalau ketahuan. Lagi-lagi rasa ragu mulai menghantuinya dan berpikir sampai kapan dia akan seperti ini? Tetapi apa daya di lain sisi dia juga tak tega dengan saudaranya-Arman.
"Gue pasti bisa. Ini demi saudara gue," gumam Arba lirih.
Arba melihat ke depan, pengawas mulai membagikan lembar jawab dan soal. Saat Arba sudah mendapat soal dan jawaban, dia langsung membaca soal demi soal sambil menelaah ringkasan yang telah dibuatnya tadi malam.
Satu setengah jam berlalu, waktu ujian habis. Pengawas ujian menginterupsi para peserta ujian mengumpulkan soal dan lembar jawab di meja. Dengan cepat, Arba maju ke depan dan mengumpulkannya, setelah itu keluar dari ruangan dan melangkahkan kakiknya ke parkiran untuk pulang sebab hari ini UTS hanya satu mata kuliah.
Di tempat lain, Arman sedang di kelas mendengarkan teman-temannya presentasi mata kuliah Pengantar Bisnis. Dia kali ini bisa bernapas lega karena jadwal presentasi kelompoknya minggu depan. Sebelumnya Arba sudah memberitahukannya beberapa hari yang lalu dan Arba pun sudah mengerjakannya bersama teman kelompoknya, jadi Arman tinggal mempresentasikannya saja. Seusai presentasi, yang sedang presentasi mengajukan siapa yang mau bertanya-dipersilakan. Teman sekelompok Arman mengenggam tangannya, spontan membuat Arman mengacungkan jari telunjuknya.
"Sialan," umpat Arman lirih.
"Silakan mau bertanya apa?" tanya salah seorang teman yang sedang presentasi bernama Tio.
Rasa gugup mulai datang, sekarang Arman bingung mau bertanya apa. Seketika idenya muncul.
"Saya mau bertanya cara bisnis agar tidak mudah gulung tikar, bagaimana?"
"Baik akan saya jawab pertanyaan dari saudara Arba," jawab Tio. Tio pun mulai menjelaskan yang dia ketahui. Argumen demi argumen dia sampaikan pada Arman, Arman hanya mengangguk mengerti.
"Sudah paham saudara Arba?" tanya Tio.
"Sudah. Terima kasih atas penjelasannya." Arman mengacungkan kedua jempolnya.
****
"Gimana tadi UTS-nya, Ba?" tanya Arman ketika melihat Arba sedang menonton televisi di ruang tamu.
"Lancar. Inget minggu depan lo presentasi, gue nggak mau tahu. Gue kan baru gantiin lo ujian. Kerjasamanya, ya?" Arba memiringkan senyum sambil menggeleng.
"Lo yakin?"
"Iya, lah. Tinggal ngomong doang. Lagian teman gue nggak kayak teman lo. So, lo santai aja," Arba berusaha meyakinkan Arman. Baginya, Arman menjadi dirinya tidaklah seburuk saat Arman di kampusnya sendiri.
"Tapi ..., " Arman tak melanjutkan kata-katanya.
"Udah, percaya sama gue. Lo tinggal ngomong dan pahami materinya aja, beres, 'kan?" Arba menatap saudara kembarnya yang sedikit ragu. Lagi-lagi dan lagi Arba harus meyakinkan Arman supaya dia percaya dirinya ada.
"Lo pasti bisa berusaha jadi gue, lo nggak akan diremehin kayak lo di kampus sendiri," ujar Arba tersenyum sambil menghampiri Arman kemudian merangkulnya.
Arman hanya mengangguk, masih dengan perasaan ragu. Arba lalu mengiring Arman untuk duduk bersebelahan, mengajaknya menonton televisi.
"Jam setengah lima saatnya acara kesukaan gue," celetuk Arman langsung merebut remot yang dibawa oleh Arba. Arba yang tersadar dengan cepat langsung menarik kembali remot itu dan terjadi saling tarik-menarik sampai akhirnya remote tersebut jatuh terbagi menjadi dua.
Arman mendecak sebal dan mengambil remote itu dan berusaha memperbaikinya dengan memasukkan batrai di belakang wadah tempat baterai.
"Remotenya jadi rusak gara-gara lo." Arman mulai menyalahkan Arba yang menurutnya tak mau mengalah.
"Kok jadi gue?" Arba tak mau disalahkan. Siapa suruh Arman langsung merebut remote begitu saja.
"Lo nggak mau ngalah sama gue."
"Lo yang rebut paksa."
Berdebatan mereka tak berhenti, tak ada yang mau mengalah satu sama lain. Pada akhirnya, Arman yang mengalah dan dia mengakui kesalahannya.
"Iya gue minta maaf," Arman menjabat tangan saudara kembarnya, tetap saja Arba hanya terdiam.
"Maafin nggak, ya?" Arba mngangkat bahunya acuh, lalu tersenyum lebar.
"Gue maafin," ucap Arba pada akhirnya.
Arman tertawa dan menggelengkan kepalanya. Arba merangkul bahu saudaranya itu dan maju ke depan untuk mengganti channel menggunakan tombol yang ada pada menu.
"Ini acara kesukaan lo, Spongebob," Arba mundur beberapa langkah dan duduk di sebelah Arman. Sore itu keduanya menonton televisi dengan khidmat.

Book Comment (210)

  • avatar
    Leni Meidola Putri

    cerita nya sangat menarik

    28/05/2022

      0
  • avatar
    channelBASRI PUTRA

    semangat dan semoga ke depannya akan ada terus cerita cerita yang lebih menarik.!!!

    22/12/2021

      0
  • avatar
    JuniantoRizki

    bgs

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters