logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Penolong

Rasyel membuka satu per satu laci di dapur. Mulai dari laci atas sampai ia periksa semuanya, berharap ia menemukan sesuatu yang bisa mengganjal rasa laparnya, namun sayang Rasyel tidak menemukan apapun.
Rasyel melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya, Rasyel merasa belum terlalu malam untuk membeli makanan di depan komplek.
Rasyel segera mengambil jaket dan pamit pada Rey yang tengah melanjutkan pekerjaannya di ruang tamu.
"Mas Rey, aku beli makanan di depan komplek dulu ya," pamitnya. Namun tidak ada balasan apapun dari Rey, pria itu tetap fokus pada pekerjaannya dan tidak menghiraukan Rasyel.
Rasyel memesan sate ayam favoritnya, setelah kurang lebih menunggu hampir lima belas menit, ia pun mendapatkannya. Rasyel segera pulang, karena jalanan sudah sangat sepi.
Sepanjang jalan Rasyel tidak menengok kanan dan kiri, ia terus lurus jalan ke depan.
"Sendirian aja nih," ucap seorang pemuda yang berada di bawah pohon.
"Mau ditemenin nggak?" ucap pemuda lain.
Rasyel tidak menjawab, ia terus berjalan dengan cepat. Kakinya merasa gemetar, tangannya pun berkeringat dingin.
Dua pemuda itu terus mengikuti Rasyel seraya memperhatikan tubuh Rasyel dari belakang.
"Kok jalannya sendirian sih? Nggak takut diculik?" ucap salah satu pemuda seraya terus mengikuti Rasyel.
Rasyel menunduk, ia terus berjalan, berharap agar cepat sampai kerumah. Namun, pemuda tersebut menarik tangan Rasyel, membuat Rasyel berbalik menghadap dua pemuda itu.
"Sombong banget sih," ucap pemuda itu, mencolek dagu Rasyel.
"Lepasin!" Rasyel berusaha melepaskan genggaman tangan pemuda tersebut, namun dua pemuda itu menggenggamnya dengan sangat kuat.
"Kalau main-main sama kita dulu bisa kali ya." Pemuda tersebut memperhatikan Rasyel mulai dari mata, hidung, bibir, hingga lekuk tubuhnya.
Smartwatch Rasyel terus berbunyi, menandakan detak jantung Rasyel yang sangat cepat.
Rasyel hanya bisa pasrah, ia sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, tapi di dalam hatinya ia menyebut nama Rey dan berharap bahwa Rey akan hadir untuk menolongnya, walaupun itu tidak akan mungkin.
Bruk! Seseorang memukul salah satu pemuda tersebut dengan keras. Rasyel menoleh saat pemuda tersebut jatuh tersungkur setelah dipukul.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Rasyel melihat sosok Rey yang berdiri di depannya.
Rey segera menarik tubuh Rasyel ke belakang tubuhnya.
Rey kembali memukul dua pemuda tersebut, Rey terlihat sangat marah, ia tidak peduli dengan dua pemuda itu yang sudah babak belur.
Merasa sudah tidak bisa melawan Rey, dua pemuda tersebut pergi.
Rey menakupkan kedua tangannya di pipi Rasyel, "Lo baik-baik aja kan? Ada yang luka?"
Rasyel lalu memeluk tubuh Rey dan terisak dalam tangisnya. Jika Rey tidak datang, entah apa yang terjadi padanya.
Rey hanya bisa memeluk Rasyel sambil menenangkannya. Rey bersyukur bisa datang tepat waktu dan menolong istrinya.
"Ayo pulang, lo jangan takut, ada gue," ucap Rey lembut.
Rasyel melepaskan pelukannya dan berjalan terlebih dulu, namun dengan cepat Rey menyamai langkahnya dan menggandeng tangan Rasyel erat.
"Makasih Mas Rey," ucap Rasyel setelah beberapa menit lalu hanya diam dan menunduk.
Rey menghela, sebenarnya ia merasa kesal, entah karena Rasyel yang keluar rumah di malam hari atau dua pemuda yang menggangu Rasyel, tapi Rey tidak bisa meluapkan kemarahannya.
"Kok Mas Rey bisa disana tadi?" Rasyel memberanikan dirinya untuk bertanya, daripada ia nanti terus memikirkan dan tidak bisa tidur.
"Ini udah malam, lo lama jadi ya gue.." ucap Rey menggantung.
Rasyel tersenyum, ia menghentikan langkahnya. "Mas Rey khawatir ya? Takut aku kenapa-napa?" ucap Rasyel dengan tingkat percaya diri yang tinggi, seolah rasa sedihnya beberapa menit lalu hilang seketika.
Rey mendesis, ia langsung menyentil kening Rasyel yang tengah menatapnya seraya menggodanya. "Jangan kepedean!"
"Terus kenapa tadi Mas Rey kayaknya kesal banget sama pemuda itu?"
Rey menaikkan satu alisnya. "Suami mana yang nggak kesal saat lihat istrinya hampir aja dilecehin? Bukan karena gue suami lo juga sih, mungkin setiap orang akan kesal saat lihat ada orang lain yang dilecehin," ucap Rey.
"Gue nolong lo atas dasar perikemanusiaan aja, nggak lebih," tambah Rey.
Rasyel mengangguk mengerti. Mungkin jika Rasyel jadi Rey, ia juga akan melakukan hal yang sama, yaitu menolong orang yang hampir saja menjadi korban pelecehan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
"Lo percaya sama omongan gue, Syel?" tanya Rey ketika melihat Rasyel yang mengangguk.
"Percaya."
Rey mendecak, ia melepaskan tangannya dan berjalan meninggalkan Rasyel. "Mana ada suami yang nggak kesal kalau istrinya diajak main sama cowok lain. Gue aja belum pernah main sama Rasyel, masa mau diduluin," gerutu Rey sendiri dengan pelan.
"Mas Rey ngomong apa tadi?" Rasyel berlari kecil untuk menyamai langkah suaminya.
"Ayo pulang, jalan lo lama kayak kura-kura," ucap Rey mengalihkan pembicaraan, agar Rasyel tidak bertanya apa yang baru saja Rey ucap.
"Kura-kura itu lucu tahu Mas Rey. Mas Rey mau beliin aku kura-kura nggak?" oceh Rasyel.
"Nggak."
"Mas Rey mau beliin aku apa?"
"Anak macan," jawab Rey asal.
Rasyel terkekeh, "Ih anak macan itu lucu tahu Mas Rey. Anak monyet, anak kambing, anak sapi, itu semua tuh lucu-lucu," oceh Rasyel sembari berjalan menepis kesunyian.
"Mas Rey tahu nggak, aku dulu pernah dicakar anak monyet waktu aku kecil, tapi aku nggak nangis, hebat kan?" Rey menoleh, perlahan kedua sudut bibirnya terangkat, sebuah obrolan yang tidak bermanfaat, tapi entah kenapa Rey merasa senang mendengarnya.
"Kenapa nggak nangis?" tanya Rey, mengulik cerita Rasyel lebih dalam.
"Karena aku pikir anak monyetnya itu sayang sama aku. Cara dia ngasih unjuk rasa sayangnya ke aku itu dengan cara nyakar aku," jawab Rasyel.
"Aku percaya setiap orang itu punya cara tersendiri untuk nunjukin rasa sayangnya, contohnya kayak Mas Rey."
Rey menyipitkan matanya, "Jadi lo samain gue sama anak monyet?"
Rasyel tersadar, ada yang salah dalam perumpamaannya. "Aku nggak ngomong kalau Mas Rey sama kayak anak monyet, tapi kalau Mas Rey merasa ya.." ucap Rasyel pelan, tapi Rey masih mendengar ucapan Rasyel yang menggantung.
Rey langsung menarik tangan Rasyel, agar langkahnya lebih cepat. "Ini pasti efek dicakar anak monyet nih, Syel. Mangkanya omongan lo kacau."
*****

Book Comment (121)

  • avatar
    SuryadiMuhamad

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    KyyyKyy

    bagusss bangttt

    10d

      0
  • avatar
    Candra Muchammad

    Si rey songong amat

    14d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters