logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Morning Kiss

Sudah seminggu sejak Aditya pergi dan yang dilakukan Qila hanya rebahan dan terus rebahan. Selama seminggu ini pula kamar Aditya menjadi tempat paling nyaman karena tak ada orang yang mengaku bahwa dia calon suaminya. Ah sungguh menyebalkan memang.
Qila menguap lebar lantas dia berguling-guling sambil merenggangkan otot-ototnya. Matanya terpejam membayangkan dunia tempatnya berada sekarang adalah dunia novel dimana dia adalah pemeran utama yang bisa melakukan apa saja.
Qila terlalu sibuk mengahalu ria. Bahkan dia lupa kapan terakhir mandi, baginya yang terpenting adalah masih wangi. Ngomong-ngomong, kapan ya terakhir kali dia mandi?
Minggu lalu?
Atau kemarin?
Ah entahlah. Bahkan ponselnya yang baterainya sudah habis saja dia malas untuk mengecasnya. Dia ini, tubuhnya rapuh layaknya bayi. Jadi tak berdaya saat melakukan pekerjaan berat semacam itu.
Untuk urusan makan dia hanya perlu menekan satu tombol. Lalu semuanya beres deh. Bukankah hidup itu jangan dibuat susah?
Besok hari Rabu, menurut pendengaran Qila yang sangat baik ini, meskipun hasil menguping pembicaraan pelayan, dia tahu kalau si tuan muda akan pulang. Rasa-rasanya hari bebas Qila akan terenggut sudah semuanya.
Huft ...! Apalagi yang lebih menyebalkan dari bertemu dengan orang yang terus memaksa dan mengekangmu? Oh jangan lupakan bahwa dia juga menandai dirimu sebagai calon istrinya!
"Aish! Padahal aku lagi males ngomong formal. Apalagi kalau suruh manggil tuan muda, tuan muda. Enakan juga manggil om daripada gitu!"
"Bukankah lebih baik kalau kamu memanggil saya dengan sebutan 'Mas'?" Qila hanya bisa mendengus.
Terkejut? Jelas tidak!
Dia sudah tak terkejut lagi jika si tuan muda datang lebih cepat dari berita yang dibawa para pelayan sialan itu. Qila pun bangkit dari ranjang king size itu. Dengan segala rasa malas dia mulai duduk.
"Tuan ngapain pulang? Wah kurang lama sih, padahal saya kira Tuan betah sekali di California. Bukankah di sana ada banyak wanita cantik? Lalu kenapa tuan pulang? Duh, harusnya jangan pulang loh, Tuan. Saya di sini benar-benar sudah nyaman tanpa Anda." Qila nyerocos begitu saja padahal tadi katanya malas ngapa-ngapain kan ya.
Senyuman manis Qila tunjukkan. Dan si Tuan Muda itu tersenyum juga, sst diam saja. Jika Qila berbicara begitu artinya gadis itu sedang merindukannya bukan?
Nah, mungkin saja kalimat itu yang ingin Aditya dengar, tapi sayang dia sama sekali tak merindukan laki-laki itu tuh.
Qila hendak mengatakan sesuatu lagi tapi dia tercengang saat tiba-tiba Aditya memeluknya kelewat erat. Eh, loh? Ini, Tuan Muda mau macam-macam lagi ya?!
***
Satu hal yang Aditya syukuri, meski dia tahu Qila kesal tapi gadis itu tak mengusirnya meski dia memeluk erat begini.
Aditya tak banyak bicara. Dia memeluk sang gadis erat tanpa memikirkan hal lainnya, selagi Qila tak mendorongnya pasti tak apa, 'kan?
Tuan muda yang mengaku tunangan Qila itu menyusupkan kepalanya disela-sela rambut sang gadis. Sebisa mungkin laki-laki itu berusaha mengenyahkan aroma yang mirip terasi.
Haha, Entah apa yang dilakukan Qila selama seminggu ini hingga aroma rambutnya benar-benar busuk sekali. Untungnya Aditya sudah terbiasa berada dalam situasi seperti ini. Iya, dia sudah sangat tangguh untuk menghadapi sifat malas dan abnormal milik calon istri kecilnya.
Aditya semakin mengeratkan pelukannya, dia merasa nyaman. Baginya Qila adalah tempatnya pulang. Siapapun yang berani menjauhkannya dari Qila maka dia akan, mati. Siapapun itu, termasuk ibunya sendiri.
Haha, dia hanya bercanda tak usah dipikirkan begitu lah.
"Tuan saya lagi males ngapa-ngapain. Jadi bisa tolong lepasin?" Qila mengoceh seperti biasa.
"Memangnya saya mau ngapain kamu? Saya juga lagi males bangun. Bisa saya tidur aja sambil meluk kamu?" balas Aditya santai.
Melihat Qila tak punya niat untuk membalas, dia membaringkan sang gadis lalu memeluk pinggang mungil itu dengan begitu erat. Saking eratnya seolah saat ini Aditya beranggapan kalau dia melepaskan pelukannya Qila akan pergi dari hidupnya.
"Tuan?" panggil tunangannya itu.
"Qila saya sudah bilang tadi bukan? Panggil saya Mas," jawab Aditya dengan mata yang masih terpejam.
Dia tersenyum saat Qila hanya diam saja dan tak berniat membalasnya. Gadis itu justru tertidur dalam dekapannya, beruang mungilnya memang sering berhibernasi, ya?
Aditya tersenyum makin lebar saat dia sadar bahwa Qila kali ini tak menolaknya. Qila-nya makin hari makin manis sekali.
Kalau terus seperti ini bagaimana dia mampu melepasnya hm?
***
Qila bangun pagi-pagi sekali. Dia semalam tertidur pulas. Aneh memang. Entah bagaimana bisa dia merasa senyaman itu semalam. Seolah dia akan baik-baik saja. Padahal....
... haish, sudahlah mengingatnya membuat kepala Qila ingin meledak rasanya.
"Pagi, Sayang."
Suara bariton Aditya membuat Qila yang baru memoleskan liptint menjadi berantakan. Sangat-sangat berantakan. Kesal, Qila pun mengumpat lalu menoleh menatap Aditya yang masih sibuk mengumpulkan segenap nyawanya yang menurut gadis itu tak berguna sama sekali.
"Tuan, tolong ya saya sedang tidak mau berdebat." Qila tersenyum sambil menatap pantulan dirinya di cermin itu. Dia memang masih berada di kamar Aditya. Tapi segala benda yang ada disini lebih mengarah ke miliknya. Lagipula kamarnya terlalu sempit untuk menampung benda-benda ini.
"Kamu mau sekolah? Yakin kamu akan baik-baik saja tanpa dampingan saya?"
"Saya sudah besar, Tuan. Juga, saya bukan bayi lagi, ke sekolah sendiri bukan perkara sulit loh!" balas Qila sewot.
"Tapi saya mau membawa kamu kemanapun."
"Tuan, perlu saya ingatkan berapa kali, saya bukan bayi dan saya juga bukan boneka Anda!" Qila berteriak mengutarakan rasa geramya.
"Hm saya ingat. Tapi kamu cocok kalau mau jadi barbie."
"Saya mau jadi manusia aja."
"Gimana kalau kamu jadi nyonya Aditya saja?" Aditya tertawa saat Qila memelototinya. Lucu sekali pagi-pagi dia sudah disambut wajah manis yang mengisi pikirannya selama 10 tahun terakhir.
"Tuan mending bangun. Sudah waktunya bekerja," suruh Qila.
"Untuk apa saya bekerja? Uang saya sudah banyak." Aditya dengan santai menyombongkan dirinya.
"Sombong sekali. Memang om-om tak tau diri," gumam Qila. Dalam hati tentunya karena dia tak berniat mengatakan itu secara gamblang.
Qila berjalan menuju pintu. Dia baru saja memegang knop tapi tangan Aditya sudah melingkar di perutnya. Lagi-lagi begini, Qila berdecak kala Aditya mengecup pelan pipinya lantas pergi meninggalkannya.
Saat ini Qila memang menggerutu. Tapi diam-diam dia tersenyum. Hidupnya yang sekarang jauh lebih baik daripada hidupnya yang dulu.
Lalu kenapa mulutnya malas untuk bersyukur?
***
Gadis berusia 16 tahun dengan rambut terurai itu tiba di sekolah. Sejak tadi dia terus memelototi seseorang yang duduk di kursi kemudi itu. Qila benar-benar tak habis pikir dengan tuan muda sablengnya itu! Kelakuannya makin hari makin membuat Qila pusing saja. Bukan hanya pusing tapi dia juga dibuat kewalahan karena tingkah bar-barnya itu!
Kini Qila mendengus lagi.
Bagaimana bisa dia mengantarkan Qila sekolah bahkan tak mengijinkan supir yang membawa mobilnya? Padahal Tuan Muda itu baru sampai dari California.
Hei bukan maksud Qila cemas. Dia hanya ... eum apa ya? Haish, entahlah lah dia tak paham juga.
"Qila, kamu bisa telat kalau terus di situ."
Senyuman yang sungguh menawan. Ekhem! Qila kali ini mengakui senyum itu memang menawan. Bahkan sangat-sangat dan ahhh ... sialan! Senyumannya benar-benar menawan sekali. Aditya memang menyebalkan!
Laki-laki semacam ini kudu disingkirkan!
Qila terkejut saat sesuatu menempel di bibirnya meski hanya sesaat, karena setelahnya dia memejamkan mata. Menikmati sesuatu yang lembut itu. Rasanya menakjubkan. Ini, pertama kalinya Qila melakukannya. Dan dia memang menikmati setiap detik dari kejadian itu.
Namun, ternyata hanya begitu saja. Setelahnya Aditya mencium kening Qila. Gadis itu tertegun lagi. Matanya menatap mata kecoklatan milik Aditya.
Tadi dia memang tak menolak. Namun, setelah menyadari apa yang dilakukannya Qila buru-buru keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pasti Aditya merasa menang karena dia tak menolak lagi.
Di dalam mobil Aditya tertawa. Bukankah tingkah Qila-nya selalu semenawan itu? Aditya selalu dibuat makin cinta setiap detiknya. Laki-laki blasteran itu selalu dibuat candu oleh tawa itu. Dia seolah-olah tak bisa hidup jika gadis itu lenyap dari pandangannya. Qila segalanya bagi Aditya. Dulu, sekarang, dan selalu.
"Ah Qila, kamu membuatku terbang di angkasa."
Lagi-lagi Aditya tertawa lantas meninggalkan halaman SMA Alesta. Sekolah menengah atas dimana SPP perbulannya sebesar 57 juta. Dan kebetulan sekali, Qila siswa baru yang dengan santainya meliburkan diri selama seminggu.
-Bersambung....

Book Comment (183)

  • avatar
    Yuie0ica

    HAIIII ,NICEE STORRYY GL FOR YOU

    2d

      0
  • avatar
    comelnona

    bagus

    17/07

      0
  • avatar
    Zeti Durrotul Yatimah

    Qla harus bersikap lebih dewasa

    10/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters