logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Hope

Tak ada yang spesial setelah kejadian malam itu.
Danny seperti biasa, melayani customer, berbicara dengan mesin kopi, memuji betapa cantiknya warna minuman yang sudah menyatu sempurna dalam cup. Berdebat dengan Kingkong, maksudnya Lucas. Membantu Chris menyiapkan makanan yang akan di display. Bergosip dengan managernya, Minara.
Kalau Matt?
Danny juga tidak mendiamkan Matthew kok. Tetap membuat sarapan, menyapanya ketika bertemu. Mengajaknya bercanda saat luang. Lain halnya dengan Matt, sang owner kafe mulai menyadari hal hal kecil yang sering di lakukan oleh Danny.
Daniella sering menyetel musik di rumah jika Matt belum pulang. Selalu mengecek dapur sebelum tidur untuk memastikan tak ada piring kotor. Suka sekali mem puk puk mesin kopi setelah menghasilkan espresso. Member tetap sudah seperti temannya sendiri. Tiada hari tanpa cekcok dengan Lucas. Bersembunyi di belakang Minara bila sudah terpojokkan. Orang pertama yang mencicipi makanan yang Chris buat.
Ya ampun, seolah semua database tentang wanita itu selalu bertambah tiap harinya. Dua tahun lalu, Matthew tak pernah sekalipun memikirkannya, jangankan berpikir, sekedar ingin tahu saja tidak.
Pada saat jam makan siang Nusantara Coffee selalu membalikkan tag open menjadi rest. Matt tidak mau mereka harus menunggu satu sama lain selesai makan. Jadilah, mereka selalu makan bersama di pantry. Minaralah yang mengusulkan untuk catering makanan bagi para karyawan tiap harinya. Biasanya akan ada sesi curcol dadakan.
Kebiasaan Danny, ia akan memberikan separuh porsi makan siang miliknya secara random ke siapa saja. Kecuali si bos.
Min sudah terlebih dahulu selesai makan. Luke memangku kotak makannya secara defensif. Begitu juga Chris begitu melihat gelagat Danny. Hanya ada Matt sekarang. Jadilah, Danny mengalihkan separuh porsinya pada Matthew.
"Loh. Kok aku? Biasanya kan kalo nggak Min, Luke apa Chris," protes Matt.
"Bapak nggak liat mereka semua uda pada nyelametin diri masing - masing? Tinggal punya bapak aja yang tempet makannya masih keliatan," jawab Danny membuat Lucas tertawa.
"Kamu tuh kenapa sih? Makanannya nggak enak apa gimana?" Tanya Matt pasrah.
"Dia punya maagh akut sama asam lambung tinggi. Nggak bisa makan banyak walopun dia pengen. Kalo di paksa, dia suka muntah. Jangan heran stok tolak angin kita yang ngabisin dia," oceh Minara memberikan Danny segelas besar air putih.
Matt baru tahu.
"Kalo orang lain mabok wine, bir, cocktail. Dia mah mabok kopi, teh sama sirup," ledek Lucas menyelesaikan makan siangnya.
"Cola juga pernah. Pas kita nonton apa ya. Kan kita beli popcorn sepaket sama soda. Eh dia cepet banget makannya, abis itu minum tanpa jeda. Nggak lama tiba - tiba lari keluar. Balik balik pucet, minta permen mint. Ya itu, abis muntah. Kelar nonton, ngeluh laper. Makan steak. Cuma secuil doang yang di makan. Sisanya kita bagi dua ya Luke?" Chris ikut merapikan tempat makannya.
"Enak kalo kulineran ajak dia mah. Icip doang, kita yang kenyang," ledek Lucas yang langsung di jawab oleh Danny lewat cubitan pada pinggang.
Matt iri melihat kedekatan Danny dan Lucas. Mereka sepertinya sudah terbiasa meledek satu sama lain tanpa harus tersinggung.
"Pulang kerja ke China Town yuk," ajak Chris.
"Ngapain?" Balas Danny.
"Liat barongsai," lanjut Chris.
"Nggak perlu jauh - jauh kali. Nih, uda ada." Tunjuk Dannya ke arah Lucas.
"Syalan lo ya!" Lucas berniat mengejar Danny.
Tapi, wanita itu bersembunyi di belakang Matthew hingga menarik bagian belakang kemejanya. Membuat semua orang yang ada di sana tertawa.
***
Malamnya,
Matt mulai terbiasa mendengar random playlist milik Danny. Mulai dari dangdut, campursari, opera, 70 an, dan sebagainya.
Sekarang ia tengah mendengarkan Didi Kempot - Stasiun Balapan. Ia berniat mengantarkan paper bag berisi churros juga Red Velvet Latte kepada Daniella. Jadi ia melangkahkan kakinya ke lantai atas. Pintu kamarnya terbuka, dari sana Matthew dapat mencium wewangian floral. Wanita itu tengah mengatur sesuatu di meja kerjanya.
"Misi."
Danny menoleh, sang pemilik sudah pulang rupanya. Ia segera mematikan aplikasi musik dari smartphone. Menyunggingkan sebuah senyuman manis. Kini ia berdiri untuk menyambut Matt.
"Busy?"
Danny menggeleng, ia tengah mempersiapkan isian kotak hampers pesanan Minara sebagai hadiah anniversarynya bersama Alex besok.
"Parfum couple?"
"Nggak cuma itu sih, ada lilin aromaterapi juga. Oiya, ada jam tangan. Trus aku baru nulisin buat kartu ucapannya juga."
"Nggak kerasa ya, uda dua taun mereka jadian." Matt tersenyum kecil.
Danny meletakkan tapak tangan kanannya di dada Matt.
"Still hurt here?" Tanya Danny pelan.
Matt terkekeh, menggenggam tangan Danny yang masih berada di dadanya.
"No, i am happy for them. It's time for me to search my own happiness. Oiya, ini. Tadi dapet undangan opening toko churros temenku. Ada minuman dingin juga. Buat kamu aja, jangan tidur malem malem. Besok kerja. Yaudah ya. Good night." Matthew mengalihkan tas dari tangannya kepada Danny.
"Good night babe, makasi ya." Danny tersenyum, menatap punggung Matt menjauh.
Punggung yang kesepian.
Ting!
Danny menilik notif masuk, sebuah email. Ia masih menunggu letter head yang tengah loading. Sembari menata isi hampers dengan cantik, lalu menutup kotaknya. Ia menyanyikan lagu Adore You milik Harry Style sembari mengikatkan pita berwarna keemasan untuk mempercantik kotak hadiah anniversary pesanan sang manager.
Arc ~ En ~ Ciel Perfume Pty Ltd
Dear Miss Denallie,
Danny menjerit, ia baru saja menerima undangan wawancara. Tuhan memberinya kesempatan untuk selangkah lebih dekat dengan pekerjaan impiannya. Tak sia - sia, ia berdoa dan berharap agar kepercayaan dalam hatinya tetap ada dan tak mati begitu saja hanya karena tak kunjung mendapat kabar. Ah iya, ini artinya ia harus izin tidak masuk.
"Masssssssssss!" Teriak Danny menuruni tangga.
Matthew yang baru saja mandi, segera keluar dari kamarnya. Ia belum sempat memakai baju saat Danny memeluk lehernya erat. Mengeluarkan suara kucing menggemaskan tanda kegirangan. Laki - laki itu bingung, haruskah ia membalas pelukan Danny?
"Kenapa?"
Danny segera melepas pelukannya saat Matt bertanya. Menunjukkan email melalui layar smartphonenya.
"Mas. Besok aku ijin yah. Nih, Mas Matthew orang pertama yang aku kabarin karena besok aku nggak masuk. Hehe. Ya mas ya?" Tanya Danny.
Matt sempat tersipu, ia berdehem untuk menghilangkan perasaannya barusan.
"Potong gaji ya?"
Danny mengangguk cepat, masih excited.
"Yaudah, ijin Minara sana," balas Matt.
"Hampersnya Kak Min, aku titipin Mas bearti ya. Makasi banyak Mas." Danny tak dapat berhenti tersenyum, ia segera kembali ke kamarnya untuk memilah baju meninggalkan Matthew dengan kedua pipi yang merah.

Book Comment (2781)

  • avatar
    Rg Magalong

    Sana Mas madali

    12d

      0
  • avatar
    yantiely

    😭😫

    22/07

      0
  • avatar
    PratamaZhafran

    aku sama sekali tidak bosan membaca ini dengan ska

    12/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters