logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Menumpang Ke Kantor

Gendis .
Keluar rumah aku berjalan santai menikmati udara yang sudah mulai terik meskipun tidak terlalu menyengat, dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi menyapu wajahku, mungkin karena banyaknya pohon palem yang berjajar hampir penuh di sepanjang jalan kompleks perumahan yang tergolong elit ini menyebabkan udara yang selalu terasa segar.
Tujuanku adalah halte bis di seberang perumahan ini, aku memang memilih menggunakan bis untuk pergi bekerja , meskipun sebenarnya bisa saja aku menggunakan mobil sedan yang kubeli dengan hasil kerjaku sendiri secara tunai, meskipun tidak sepenuhnya uangku, Bapak membantu karena waktu itu uang yang kumiliki kurang untuk membeli Hond* J*zz putih keluaran terbaru satu tahun lalu harganya sekitar dua ratus lima puluh juta an, sedangkan tabungan ku saat itu hanya seratus delapan juta maka bapak yang menambah kekurangannya, sebenarnya aku bermaksud untuk mencicil jumlah tersebut kepada bapak, namun bapak menolak nya, meskipun demikian mobil tersebut tetap menggunakan atas nama diriku, tapi aku enggan menggunakannya untuk pergi ke kantor, karena selain boros bahan bakar aku tak mau dipusingkan dengan macet , mobil itu hanya kugunakan pada waktu-waktu tertentu diluar ke kantor, eperti saat hang out bersama teman-teman ku. Bahkan sebenarnya perusahaan juga memfasilitasi diriku dengan mobil lengkap dengan sopirnya tapi entah kenapa aku lebih suka naik bis. Buatku melihat beragam rupa dan karakter manusia didalam bis itu menjadi hiburan tersendiri buatku.
"O oh dia lagi." gumamku dalam hati begitu melihat Yanto sudah menungguku di ujung gerbang kompleks perumahan ini
"Gendis cantik....ayoo mas antar ke kantor yuk,mas sudah nunggu dek gendis dari tadi loh." Kalimat keluar dari bibir hitam Yanto di sertai seringai lebar memamerkan gigi emas nya, masih dengan gaya andalannya yaitu menyisir rambutnya yang setengah gondrong.
"Emm terima kasih mas, tapi gendis sudah dijemput sama calon suami Gendis." ceplosku asal berharap kali ini dia benar-benar percaya ,sambil menengok kanan kiri seolah-olah sedang mencari keberadaan seseorang .
"Ah dek Gendis selalu begitu bilangnya tapi mana ?, mas tidak pernah melihat dek gendis di jemput seseorang, malahan adek naik bis." balasnya tidak percaya, karena memang selalu itu jawaban yang kulontarkan setiap menolak tawarannya. Meskipun pada akhirnya tetap saja bus jurusan Jembatan Merah yang membawaku berangkat bekerja.
Dalam kebingunganku untuk memberikan jawaban apalagi yang harus kusampaikan pada Yanto, tiba-tiba tak jauh dari tempat kami berdiri netra ku menangkap bayangan seorang lelaki sedang berbincang dengan seseorang melalui telepon.
Entah bagaimana awalnya hingga tercetus ide gila di pikiranku saat ini, kuhampiri lelaki berjaket biru dengan helm teropong yang terbuka bagian penutup transparannya untuk memberi celah agar Bisa meletakkan ponsel di telinga nya. Kuhampiri laki-laki yang samar kudengar sedang berbicara dengan seseorang itu dan kutepuk pundaknya .
"Ayo sayang!" ucapku kepada lelaki asing yang wajah nya tertutup helm hanya memperlihatkan bagian matanya saja , mataku berkedip-kedip cepat berharap dia mengerti kode yang kuberikan, kutangkap sorot terkejut bercampur bingung dari netranya, bergantian kemudian dia menengok ke arah Yanto yang tetap berusaha mensejajariku.
"Iya." jawab lelaki itu singkat, sepertinya dia mengerti kode yang kuberikan,tanpa aba-aba aku naik ke motor laki-laki asing di depanku yang masih memegang ponsel di tangannya lalu memasukkan ke kantong bajunya setelah menekan tombol merah di ponselnya. Demi meyakinkan Yanto bahwa lelaki ini benar-benar calon suamiku , tanpa permisi kulingkarkan tangan kanan ku ke pinggangnya, sementara tangan kanan kugunakan untuk melambai ke arah Yanto.
"Yuk mas pergi dulu ya." pamitku pada Yanto.
Lelaki asing didepan ku ini mulai menurunkan penutup helm nya, yang tadi sempat terbuka saat menelepon.
Beberapa menit setelah motor melaju, kutengok kebelakang, untuk memastikan Yanto tidak mengikuti kami, setelah yakin kami telah hilang dari pengawasan Yanto, segera kulepas tanganku yang tadi tanpa permisi telah melingkari perutnya yang rata.
"Mas bisa berhenti di sini saja." ucapku pelan tapi sepertinya dia tak mendengar ucapanku, kembali kuucapkan hal yang sama dengan sedikit berteriak.
"Masss bisa berhenti disini saja." ucapku.
"Hah apa?" Balasnya.
"Berhenti sini saja saya mau turun." ucapku lagi.
"Memangnya mbak mau kemana?" Tanyanya kemudian, tanpa menghentikan motor yang di kendarai nya.
"Ke jalan Basuki Rahmat mas." jawabku.
" Oh yaudah gapapa kita bareng aja, saya juga kearah sana kok. "balasnya.
"Emang ga ngerepotin mas?" Tanyaku basa-basi.
"Enggak lah kan saya juga mau kesana, kalo mbak minta di antar ke Juanda baru saya repot hehehehe." kelakarnya.
"Hehehe bisa aja mas, by the way saya berhenti di gedung merdeka ya mas." ucapku memberi tahunya.
"Siaapp mbak." balasnya.
"By the way terimakasih banya ya mas sudah mau bantuin saya." ucapku menghaturkan terimakasih.
"Santuy Mbak." jawabnya dengan bahasa prokem.
Beberapa menit kemudian sampailah kami di pelataran gedung tempatku bekerja, terbesit tanya di benakku , bukannya berhenti didepan gedung tetapi malahan angsung menuju ke pintu masuk parkiran motor.
"Di si..." Belum sempat aku meneruskan kalimatku , lelaki di depanku mengeluarkan access card parkir dan mengulurkan ke petugas , "jadi dia juga bekerja di gedung ini." pikirku.
Setelah mendapatkan tempat untuk memarkir Vespa nya ,aku turun lebih dulu, kemudian di susul olehnya dan membuka helm yang dari tadi menutup mukanya, sejenak aku terkesiap melihat paras serta kulit coklat tapi bersih dengan hidung mancung dan gingsul menghiasi senyum manisnya, ditambah rahang yang tegas .
"Woww.." kata itu meluncur begitu saja dari bibirku, lelaki di depan ku ini benar-benar membuatku terkesima, aku tidak menyangka di balik Vespa biru tua dan helm teropong ini ternyata ada seorang laki-laki dengan tinggi sekitar 181 cm dan wajah yang sangat enak di lihat.
"Mbak...mbak." ucapnya sambil menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan wajahku yang saat ini pasti sedang melongo dengan mulut yang terbuka.
"mbak kamu gapapa? Awas ntar ada lalat masuk loh" lanjut nya lagi.
"Hah..kenapa?" Jawabku tergagap, karena pesonanya.
"Mbak ga masuk kantor nanti telat loh." teriaknya sambil menunjuk jam di tangannya . Kuikuti juga melihat jam di tanganku .
"Astagah..." Ucapku saat melihat waktu telah menunjukkan pukul 8.05 .Tanpa kusadari ternyata dia sudah berada sepuluh meter di depanku. Spontan aku berlari menuju pintu masuk gedung, beruntung pintu lift sedang dalam keadaan terbuka . Tanpa basa basi kuterobos beberapa orang yang juga sedang antri untuk masuk ke dalam kotak besi tersebut, tak perduli banyak mata yang melihat kelakuanku saat ini termasuk lelaki yang menolongku hari ini. Sengaja kupilih posisi didekat tombol angka lift, untuk memudahkan ku menekan angka dua puluh serta memudahkan ku saat keluar nanti.

Book Comment (72)

  • avatar
    ZakiaMiftahul

    aku lebih suka membaca navel ini

    3d

      0
  • avatar
    Aleeya

    👍🏻👍🏻

    11d

      0
  • avatar
    FadillahRehan

    bagus

    17/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters