logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Bully (2)

Seisi kelas bertanya-tanya, karena mereka sadar bahwa tidak mungkin Rinda membuat pengakuan semudah itu. Pasti ada orang ketiga yang melakukannya. Menebak bahwa Lala pelakunya juga nyaris mustahil. Gadis itu bahkan terlalu takut untuk balas menatap ketika ia dibully, bagaimana mungkin berani memublikasikan masalah ini ke guru.
"Lala, mau kamu ikut bapak ke ruang BK? Bareng sama lima anak ini. Bapak mau melaporkannya ke kepala sekolah." Pak Agus menatap Lala dengan tatapan yang melunak. Gadis itu menautkan tangannya di bawah meja dengan sedikit bergetar. Pandangannya melirik Sadin seolah bertanya apa yang harus ia lakukan. Karena Sadin merasa bahwa ia yang memulainya, maka ia yang akan mengakhirinya.
"Maaf menginterupsi, Pak. Tapi saya yang menuliskan kalimat itu di buku mereka. Jadi, saya juga ikut ke ruang BK ya, Pak?" Sadin berdiri dan angkat suara. Pak Agus yang sudah menebak kalau bukan hanya Lala yang terlibat mengangguk mengiyakan.
"Saya sudah tebak bukan Lala yang nulis itu. Tulisan Lala rapi dan bagus, sementara tulisan di bawahnya tidak bisa dikategorikan tulisan bagus." Tak pelak seisi kelas menahan tawa mendengar hinaan tersembunyi dari sang guru. Atmosfer mencekam perlahan menguap tergantikan dengan perasaan santai.
"Yah, Pak. Itu bukannya jelek, tapi estetik. Menulis dengan gaya," protes Sadin tak terima dikatakan tulisannya tidak bagus. Pak Agus kini mengubah raut wajah menjadi melotot seolah marah sambil berkata, "Jadi ikut atau nggak?" Sadin yang terkekeh pun bangun dari kursinya dan mengekor mereka yang sudah jalan terlebih dahulu.
***
Suasana ruang BK yang lenggang kini kembali menegang. Mereka sempat menunggu di ruangan itu untuk beberapa saat. Namun, kelima anak itu tidak ada yang berani mencecar Lala karena Sadin duduk di sebelahnya. Lala masih menautkan jarinya sambil menggerakkan kaki karena gugup. Bisa Sadin lihat bagaimana keringat mengalir dari dahinya membasahi hijab putihnya. Pihak guru memerintahkan kelima pelaku untuk berdiri sedangkan dirinya dan Lala duduk di kursi. Di seberang meja, Pak Agus, Bu Aul, dan Pak Rozak menatap kelimanya dengan tatapan tajam.
"Jadi, siapa yang mau menjelaskan?" tanya Pak Rozak dengan nada rendah. Bahkan Sadin yang biasanya santai turut merasakan perasaan tegang yang melingkupi ruangan.
"Nggak ada yang mau jawab?" Nada Pak Rozak naik satu oktaf.
...
"Marisa dan Putri ... Kalian berdua itu bapak anggap sebagai murid teladan di SMA ini. Bahkan bapak dengan bangga menyebut kalian sebagai murid yang bisa diandalkan, apalagi  kalian juga perangkat OSIS. Apa kalian nggak malu sama almamater kalian itu?" Sadin bisa melihat kalau pandangan Pak Rozak ke arah mereka berdua adalah pandangan kekecewaan. Marisa dan Putri hanya terdiam menatap bawah. Mereka tak berani menatap mata Pak Rozak yang jelas-jelas sudah mereka kecewakan.
"Kalian berlima, tatap mata saya!" Kelima anak yang bersalah itu mengangkat kepalanya perlahan, menatap Pak Rozak dan guru lain dengan takut-takut.
"Saya sudah berunding dengan Pak Agus dan Bu Aul. Mereka menyarankan untuk mengawasi tindak pembullyan yang ada di MIPA 1 agar tidak terulang kembali. Terutama kalian berlima sebagai tersangka utama, kalian dilarang keras melakukan pembullyan lagi, apa pun bentuknya. Kalau saya mendapati kalian melakukan pembullyan, maka saya tidak akan segan untuk mendeportasi kalian berlima. Untuk Lala, kalau kamu kembali dibully entah oleh siapa pun itu, laporkan pada Sadin. Karena kami sudah memutuskan untuk menjadikan Sadin saksi keamanan kelas dan menjadi pusat pengaduan dalam kasus bullying. Saya tidak pernah menoleransi apa pun terkait bullying. Kalian semua paham?" Keputusan final itu keluar dari mulut Pak Rozak tanpa pikir lama. Bahkan Sadin sampai ternganga karena dirinya mendapat amanah menjadi seksi keamanan.
"Tu-tunggu, Pak! Saya tidak siap mendapat amanah seberat ini. Saya bahkan bukan orang yang bertanggung jawab," protes Sadin menyela. Dia bahkan mencondongkan tubuhnya sebagai respon penolakan.
"Tidak ada yang lebih pantas selain kamu, Sadin!" Bu Aul ikut angkat bicara. Sadin tidak dapat protes lebih jauh jika sudah Bu Aul yang berbicara.
"Ba-baik, Bu." Sadin pasrah.
"Bagus. Kamu dan Lala boleh keluar dulu. Biar lima anak ini kami yang urus." Pak Agus mengusir secara halus kedua siswinya untuk kembali ke kelas, sementara pelaku utamanya ditahan di ruang BK untuk mendapat kuliah dari guru tercinta.
ಠ‿ಠ
Sekembalinya ke kelas, seisi penghuni kelas menatap Sadin dan Lala yang baru masuk dengan pandangan bertanya-tanya. Tapi, mereka tidak berani beranjak dari tempat duduknya untuk berkerumun di meja Sadin seperti yang biasa di lakukan teman-teman sekelasnya di kelas yang lama. Untuk penduduk asli MIPA 1, sih, tidak peduli pada kasus ini. Bukan urusan mereka untuk ikut campur dalam hal di luar nilai.
Sadin sebenarnya lelah. Ia memilih untuk tidur di mejanya dengan menelungkupkan kepalanya dan tidur begitu saja. Masih ada satu jam pelajaran kalau Pak Agus tidak masuk karena mengurusi anak-anak itu. Rajaka yang duduk di sebelah Sadin hanya melirik gadis itu tanpa komentar. Ia kembali mengerjakan latihan-latihan soal yang ada di buku Detik-detik Ujian Nasional yang ia pinjam dari perpustakaan.
Tapi, sepertinya niat Sadin harus berakhir saat itu juga. Kelima biang onar itu kembali masuk ke dalam kelas, diikuti Pak Agus yang kemudian berdiri di depan kelas memohon perhatian siswa.
"Perhatian semuanya! Saya punya satu pengumuman untuk kalian."
Sadin mengangkat kepalanya dan memperhatikan Pak Agus yang sedang berbicara di depan kelas.
"Pihak sekolah sama sekali tidak pernah membela kasus pembullyan. Bahkan sekalipun kalian anak kepala sekolah, kalau kalian bertindak sebagai pelaku, maka pihak sekolah akan menindaknya tegas. Terutama untuk kelas 11 MIPA 1 ini. Saya, Pak Rozak, dan Bu Aul sepakat mengangkat Sadin sebagai seksi keamanan. Kalian bisa membuat aduan akan pembullyan ke Sadina dan dia yang akan menindaklanjuti. Kalian yang dibully atau yang menyaksikan pembbulyan bisa melapor diam-diam ke Sadin. Kalian paham, kan?"
Seisi kelas menjadi ricuh. Mereja tidak menyangka kalau biang onar dijadikan seksi keamanan.
"Pak, bukannya aneh malah ngasih wewenang ke orang yang bisanya buat onar?" protes seorang siswi yang duduk di pojok depan. Sadin sendiri tidak peduli akan pro dan kontra dirinya menjadi petugas. Ia malah malas sebenarnya, malas menanggung tanggung jawab.
"Apa Sadina pernah membully kamu?" tanya Pak Agus balik. Siswi itu terdiam tak menjawab.
"Sekarang bapak tanya, apa ada dari kalian yang pernah dibully Sadin baik verbal maupun fisik?"
...
Hening. Tidak ada yang menjawab.
"Bapak tahu gimana tindak tanduknya. Justru menurut bapak, menjadikan Sadin sebagai seksi keamanan adalah yang terbaik. Ada dari kalian yang berani melawan Sadin?"
Sadin langsung membulatkan matanya kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Pak Agus malah menanyakan pertanyaan provokatif. Tapi, tidak ada yang menjawab, bahkan siswa laki-laki terdiam tanpa berani menjawab.
"Kalau Sadin ketahuan membully, maka hukumannya akan jauh lebih berat. Tapi, kalian jangan berpikir mau merekayasa bukti dan menjadikan Sadina pelaku, karena diam-diam saya juga memiliki mata-mata di kelas ini. Sudah, sampai sini saja. Saya sudah tidak mood mengajar. Kalian bisa kerjakan sisanya sendiri. Kalian berlima ...," Pandangan Pak Agus menatap mereka berlima tajam. "saya akan awasi kalian. Jadi, jangan sampai kalian berpikir ingin membully orang lain.
Baiklah, cukup sekian, saya undur diri dahulu. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa barokatuh!"
Pak Agus keluar sambil membawa tas khususnya. Sebagian siswa menatap Sadina, sebagian lain menatap pelaku, sisanya tidak peduli. Gadis itu termasuk dalam sisanya. Yang ia inginkan hanya tidur karena semalam Sadina terbangun terlalu pagi. Saat ia melihat wajahnya di cermin, gadis itu baru menyadari sesuatu. Matanya masih agak sembab karena menangis semalam.

Book Comment (31)

  • avatar
    FarahYui

    bagus

    20/08

      0
  • avatar
    VidiaSelvi

    seru

    19/08

      0
  • avatar
    Fitriana Tobing

    keren

    10/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters