logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Ipar resek

"Ya ampun, mbak Rani memang nggak tau karena males masak. Kalian makan itu dari mana kalo bukan aku yang masak? Sebaiknya mbak Rani ngaca, apa mau aku yang ambilkan kacanya?" Aku terus melawan mereka.
Biar mereka tidak terus menerus memijak ku, selama ini aku sudah bersabar. Awalnya aku mengira Mas Andre tetap akan menjadi suami yang royal seperti saat dia berusaha menarik perhatian orang tuaku dulu. Setiap mengunjungi rumahku, Mas Andre banyak membawa oleh-oleh dan saat pulang Mas Andre juga menitipkan uang padaku. Katanya untuk jajanku.
"Apa ini, Mas?" tanyaku saat Mas Andre mau pulang.
"Ini sedikit dari Mas, ambillah untuk beli apapun yang kamu sukai," jawabnya seraya menyerahkan amplop.
Aku yang awalnya menolak tapi tetap dipaksa menerimanya akhirnya aku terima dengan senang, kata orang-orang kan tak baik menolak rezeki. Setelah Mas Andre pulang, aku yang penasaran segera membuka amplop pemberiannya.
Mataku terbelalak saat melihat lembaran merah berjumlah lima lembar. Begitulah perhatian Mas Andre tiap Minggu datang, bahkan bapak dan ibu tau hingga mereka pun luluh dan mengizinkan saat Mas Andre datang melamar.
"Bapak dan ibu, saya sangat menyayangi Ratih. Saya janji akan bahagiakan Ratih sebagai istri saya kelak," ucap Mas Andre mengikrarkan janjinya.
"Ya, bapak dan ibu merestui kalian. Semoga kalian samawa dan bahagia selalu," jawab bapak dan ibu terharu.
"Aamiin," ucapku dan Mas Andre serentak.
Selang sebulan kemudian, Mas Andre menikahi ku dan memboyong aku kerumah Mamanya. Kami menempati rumah sebelah agar bisa mandiri, rumah sebelah yang mulanya rumah kontrakan beralih menjadi milik kami.
Beberapa bulan berumah tangga, sikap Mas Andre masih tetap royal. Namun, entah sejak kapan Mas Andre berubah. Kala itu aku yang sedang belanja di warung Wak Narti dikatai yang tidak enak oleh ibu-ibu.
"Neng Ratih belanja ya?" tanya Bu Ratna.
"Iya, Bu. Seperti biasa kan!" jawabku pendek sambil memilah sayur.
"Neng Ratih kalo belanja jangan banyak-banyak, boros atuh. Kasian suaminya yang nyari duit, udah capek tapi istri malah bisanya ngabisi duit," timpal Bu Widya sewot.
Aku yang mendengarnya terkejut, kenapa malah jadi gosip.
"Maaf, ibu-ibu kalo nggak tau jangan sembarang ngomong ya! Selain Mas Andre, Mama dan mbak Rani juga numpang makan di rumahku," kataku tegas.
"Itu bukan numpang, udah sewajarnya kan seorang ibu makan dirumah anaknya. Apalagi Andre anak laki-laki memang seharusnya dia yang mengurus Mamanya," timpal Bu Ratna.
Aku males menjawabnya lagi, buat apa? Lagian aku belanja banyak juga untuk makan Mama dan kakak ipar. Dulu sewaktu baru menikah memang untuk makan berdua saja. Namun, Mama dan kakak ipar mulai beralasan masakan ku enak dan gak ada uang untuk masak.
Mas Andre juga masih memberiku uang belanja lima ratus seminggu. Jadi aku bisa mengatur untuk semuanya, tapi sejak menjadi gosip Mas Andre segera memangkas uang belanja menjadi lima puluh ribu seminggu. Saat itulah pertengkaran dimulai sampe sekarang.
"Eh, Ratih udah sana masak. Mama mau makan ayam goreng, jangan lupa beli yang banyak untuk cucuku," titah Mama.
"Kalo Mama mau makan ayam goreng, suruh aja mbak Rina masak. Cucu Mama kan anaknya mbak Rina, juga kalian lagi banyak uang!" sungut ku kesal.
"Enak aja, aku nanti mau pergi nyalon. Memasak itu tugasmu, ingat nanti aku adukan sama Andre kalo kamu nggak mau masak," ancam mbak Rani.
"Terserah, aku juga nggak ada uang. Apa kalian mau makan batu?" ejek ku menaikan bahu.
"Mantu jahat kamu, menyuruh kami makan batu. Ntar biar Andre menghajar mu baru tau rasa!" Mama ikut mengancam.
"Silahkan kalo berani, biar aku laporkan ke polisi. Biar anak Mama itu masuk penjara dan kalian nggak bisa pegang uang lagi. Hahahaha ...," aku tertawa puas.
"Dasar gila, udah yuk Ma! Kita makan di restoran aja, nggak usah ngajak Ratih. Biar dia sendiri yang makan batu," kata mbak Rani melengos pergi ke dalam rumah.
Mama mencibirkan bibirnya sebelum pergi mengikuti mbak Rani. Aku hanya menggeleng kepala melihat kelakuan dua mahkluk resek itu. Dikiranya aku tidak bisa makan, tanpa mereka ketahui aku mempunyai simpanan yang banyak di bank.
Sebelum menikah, aku memang mempunyai tabungan. Hasil jual tanah orang tua dikampung, bapak dan ibu menyuruhku menyimpan uangnya. Mas Andre tidak mengetahui karena aku sengaja tidak memberitahu.
Ingin melihat sejauh mana perhatian Mas Andre padaku, nyatanya masih setahun Mas Andre sudah menampakan sifat aslinya. Aku beruntung sungguh beruntung, kekehku setelah didalam rumah.
Selesai pekerjaan, aku merebahkan tubuh di kursi sambil memainkan ponsel. Membuka aplikasi hijau gagang telepon, ada banyak pesan masuk. Kucoba membaca pesan dari ibu.
[Assalamualaikum, Ratih. Kamu sehatkan, Nak? Sudah lama kamu nggak pulang, ibu dan bapak rindu] dengan emoticon sedih.
Segera ku ketik balasan untuk ibu.
[Alhamdulillah, Ratih sehat. Insya Allah, Ratih pulang Bu. Ratih izin dulu sama suami, ibu dan bapak sehatkan?] ku kirim.
Ting!
[Alhamdulillah, ibu dan bapak sehat. Oh ya, kemarin Nak Bagas datang kerumah. Katanya dia ingin ketemu kamu, kalo kamu pulang ibu di suruh ngabari]
Aku terkejut, Bagas? Ada apa lelaki itu ingin bertemu? Apa dia belum bisa melupakanku, apa dia masih sendiri?

Book Comment (312)

  • avatar
    JrTrn

    mantap

    3d

      0
  • avatar
    Khairun Nisa

    aku ksih bintang 5

    6d

      0
  • avatar
    LingAnjeli

    👍👍👍

    16d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters