logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Suami Pelit Melarat Saat Aku Tinggalkan

Suami Pelit Melarat Saat Aku Tinggalkan

Ga Wol


Chapter 1 Dasar pelit!

Assalamualaikum ... Sebelum baca yuk subscribe dan follow akun saya ya. Jangan lupa like dan komen, happy reading !!
"Ratih ... !" Teriak Mas Andre dari ruang depan.
Aku yang sedang mencuci piring di dapur tergopoh-gopoh menemui suamiku. Kulihat Mas Andre berkacak pinggang.
"Ada apa, Mas? Masih pagi udah teriak," kataku kesal.
"Ada apa, ada apa! Mana teh manisnya? Kenapa nggak kamu buat?" tanyanya melotot.
Aku segera berlalu menuju dapur ingin mengambil toples gula yang kosong, agar Mas Andre tau. "Hei, ditanya kok malah pergi! Dasar istri gak ada sopan santun!" ejeknya.
"Ini, Mas liat sendiri. Toples gula kosong, jadi aku nggak buat teh manis," jawabku sambil menunjukkan toples itu pada Mas Andre.
"Halah, kan bisa beli gula sebentar!" hardiknya lagi.
"Mana uangnya, sini!" kataku sambil menadahkan tangan.
"Uang apa? Bukankah aku udah ngasih lima puluh ribu tiap Minggu, hah! Apa itu nggak cukup? Makanya jadi istri jangan boros, anak aja blom ada, masa' uang segitu nggak cukup!" lagi-lagi Mas Andre ngotot.
Aku menghela nafas, rasanya ingin mencakar mukanya. Apa Mas Andre tak berfikir, lima puluh ribu untuk seminggu itu tidak cukup bahkan sangat kurang. Aku sering berutang ke warung untuk menutupi kekurangan. Walaupun belum punya anak, tapi pengeluaran sudah banyak. Selama ini aku selalu mencatat pengeluaran, setelah mendapat uang dari Mas Andre aku segera mengatur untuk ini dan itu.
Beli beras tujuh kilo untuk stok seminggu, ini lebih aku prioritaskan karena asal ada nasi makan pake sambel atau tempe goreng pun cukup.
Aku mesti beli beras banyak karena tiap hari masak satu kilo beras. Selain aku dan Mas Andre, Mama mertua dan Kakak ipar suka nebeng makan dirumah kami. Apalagi kakak ipar, sudah menikah tapi malas masak. Tidak ada uang yang selalu dijadikan alasan, padahal jika dilihat perhiasan ditangannya banyak.
"Sudah sana beli gula, malah bengong!" bentak Mas Andre membuyarkan lamunanku.
"Uangnya mana? Biar ku belikan!"
"Nggak ada, utang dulu sana!"
"Aku malu, Mas. Utang kita udah numpuk di warung, Mas aja nggak mau membayarnya. Pake apa aku bayarnya? Aku juga nggak enak sama Wak Narti," keluhku.
"Aku nggak mau tau, pokoknya teh manis kudu udah ada sekarang!"
Aku melengos membiarkan Mas Andre dan kembali ke dapur melanjutkan pekerjaan. Terdengar kembali teriakan dan umpatan Mas Andre, aku yang sudah terbiasa tidak ambil pusing. Bukan sekali itu saja Mas Andre mencela, aku tetap bersabar karena keadaan tapi lihatlah nanti Mas, aku akan balas perbuatanmu.
Tak lama terdengar bantingan pintu, Mas Andre pasti keluar, ya kemana lagi kalo bukan ke rumah Mamanya. Rumah mertua persis di sebelah rumah kami dan rumah yang kami tempati ini adalah milik mertua yang diberikan saat kami menikah.
Entah apa yang dilakukan Mas Andre di rumah Mamanya. Mungkin saja dia minum teh manis dan sarapan. Seperti biasa kalo aku tidak membuat teh manis dan sarapan untuknya. Aku juga bukan sengaja, tiap tiga hari uang belanja sudah habis.
Selesai mencuci piring, aku menyapu rumah. Sampai di teras rumah aku melihat Mas Andre di rumah Mamanya akan berangkat kerja. Namun, sebelum pergi Mas Andre membuka dompet dan memberikan lembaran merah pada Mamanya serta lembaran biru pada kakak dan ponakannya.
Melihat itu hatiku sangat sakit. Sebagai istri, aku hanya di kasih uang belanja seminggu lima puluh ribu, itupun masih menanggung makan mereka semua. Tak terasa air mata menetes, namun aku segera menghapus karena tak ingin terlihat lemah dihadapan mereka.
'Dasar suami pelit!' batinku.
Aku yang sedang memperhatikan suamiku berharap dia melihat, namun dengan angkuhnya Mas Andre pergi. Hingga Mas Andre menghidupkan motornya tetap tak sedikitpun melihat ke arahku. Aku pun meneruskan menyapu teras hingga selesai.
Tahu aku lagi memandang ke rumah mertua, Mbak Rina kakak iparku dengan sengaja mengipas wajahnya dengan uang yang diberikan Mas Andre. Demi apa coba kalo bukan untuk memanasi ku.
"Duh, Andre baik banget ya Ma. Mau ngasih kita uang, kita bisa belanja banyak ini. Hahahaha ...," Ketawa jahatnya.
"Tentu dong, sapa lagi kalo bukan anak Mama," balas Mama sambil mencebik ke arahku.
Aku yang tak peduli tetap menyapu seraya mencoba mendengar apa yang akan mereka katakan selanjutnya.
"Hei, Ratih. Jangan lupa nanti masak yang enak ya! Mama dan aku akan makan siang di rumahmu, bukankah tadi kamu nggak buatkan teh manis dan sarapan untuk Andre. Istri macam apa kamu?" cemooh mbak Rani.
"Menantu kurang ajar kamu, masa' pagi-pagi suami mau kerja bukannya dilayani baik-baik malah mesti Mama yang mengurusnya. Trus apa gunanya kamu, hah!" hardik Mama.
Aku yang sudah tak tahan menjadi dongkol, lalu dengan memegang sapu mendekati mereka. Terlihat mbak Rani berjalan ngumpet dibelakang Mama. Dipikir aku mau memukulnya pake sapu.
"Maaf, Ma dan mbak Rani. Sebelum kalian mencela ada bagusnya tuh anak Mama dinasehati. Sebagai suami aja nggak menuhi nafkahnya. Ratih cuma dikasih uang belanja lima puluh ribu, apa kalian pikir uang segitu cukup?" kataku mendelik.
"Abisnya kata Andre, kamu boros. Uang segitu udah cukup untuk belanja lah, kamu aja yang nggak pinter ngaturnya," ucap mbak Rani menyela

Book Comment (312)

  • avatar
    JrTrn

    mantap

    3d

      0
  • avatar
    Khairun Nisa

    aku ksih bintang 5

    6d

      0
  • avatar
    LingAnjeli

    👍👍👍

    16d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters