logo
logo-text

Download this book within the app

Kala Senja Berakhir

Kala Senja Berakhir

Arin Nuril


Bab 1

Sejak bel tanda masuk berbunyi, Reika merasakan perutnya melilit. Siklus bulanan yang kerap kali menyiksa kaum hawa. Ia terpaksa harus merelakan beberapa jam pelajaran favoritnya, Bahasa Indonesia. Merasa sudah tidak tahan lagi, ia minta ijin Bu Winda ke kamar mandi.

"Bu, boleh saya minta ijin ke belakang?" Katanya sembari meremas perutnya sambil meringis.
"Silahkan, Reika."
"Terima kasih, Bu."
Tanpa membuang waktu, ia melesat keluar ruangan. Berlari seperti atlit marathon, lari, lompat, bahkan terbang akan dilakukan andaikan saja ia bisa. Cuma satu tujuannya, toilet wanita. Untung saja toilet masih kosong, biasanya jam-jam segini rawan antri. Posisi toilet wanita dan pria bersebelahan, dibatasi tembok tinggi dengan roster yang sangat tidak mungkin dipanjat walau memakai bantuan meja dan kursi sekalipun. Namun, justru karena adanya roster, siswa perempuan merasa risih karena mereka berpikir mungkin ada saja beberapa siswa iseng.
Sementara di sisi toilet pria, dua orang siswa memasuki satu toilet secara bersama-sama. Erwin, yang asyik dengan rokoknya. Rendy, serius menatap layar ponsel yang menyajikan film dewasa. Mereka sama-sama kelas XI IPA, ganteng, pintar, tapi bandel. Keduanya bisa dibilang murid yang populer di mata kaum hawa di sekolah. Tubuh Erwin sedikit tampak atletis karena beberapa bulan terakhir ini rajin nge-gym. Rambut lurus agak panjang, badannya tegap terlihat tampak macho. Sedangkan Si Rendy sedikit lebih kecil, rambutnya hitam lurus dengan gaya belah tengah. Tangan kiri hampir selalu dimasukkan ke saku celana.
"Besar amat pantatnya, mulus, putih lagi, ckck."
"Rambutnya juga lebat, hahaha." Mereka tertawa cukup keras, hingga penghuni sebelah menjerit histeris.
"Aaaaaw... toloooong ada yang mengintiiip !!!"
Sontak saja, teriakan Reika mengundang perhatian Pak Pram bersama beberapa murid anggota OSIS yang kebetulan melintas. Gita, teman sekelas Reika beserta siswa perempuan berusaha untuk menenangkannya, sementara Pak Pram langsung menuju toilet pria setelah mendengar teriakan histeris dari salah seorang murid perempuan.
Beliau menggedor pintu hingga membuat penghuni di dalam bilik menghentikan aktifitasnya. "Siapapun yang ada di dalam, cepat keluar !"
Tak berapa lama terdengar suara seseorang membuka kunci dari dalam, begitu pintu dibuka asap rokok menerobos mengepul di udara disusul dua anak badung dengan ekspresi ketakutan. Sebenarnya tidak merasa takut, tapi lebih kepada segan dengan Pak Pram yang memang sifatnya kebapakan dan lemah lembut, orangnya ramah dan bersahabat.
Pria berkaca mata itu geleng-geleng kepala begitu mereka keluar. Sebuah hadiah jeweran yang tidak begitu keras diterima. Selanjutnya Erwin dan Rendy diminta mengikutinya ke ruang BK. Setiap siswa SMA GARUDA akan menurut jika Pak Pram turun tangan, tidak ada bantahan yang keluar jika beliau yang meminta.
"Coba ceritakan. Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Pak Pram sambil membetulkan kaca matanya.
"Hanya merokok, Pak. Kami tidak mekakukan perbuatan itu." Erwin mencoba membela diri, tidak mungkin juga jika bilang nonton film dewasa. Mau ditaruh mana mukanya nanti, entah jika terus didesak.
"Bohong, Pak. Kalau tidak mengintip, kenapa Kau bisa bilang... ehmm, maaf Pak, bagian tubuh Reika." Gita yang tidak senang dengan penuturan Erwin tiba-tiba menyela dari luar. Sebenarnya ia ada rapat anggota OSIS, tapi karena ada insiden di kamar mandi terpaksa ikut serta menuju ruang BK. Ia tidak suka jika temannya mengalami pelecehan, sementara Reika masih terus menangis dan enggan berbicara.
"Bener, Pak. Kami tidak melakukan itu, hanya merokok dan.... " Rendy ragu dan malu untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Dan mengintip kan?!" Potong Gita masih dengan ketusnya.
"Eh, bisa diam gak. Dasar Mak Lampir."
"Rendy. Bahasanya dijaga ya," kata Pak Pram menengahi.
Setelah perbincangan yang alot dan tidak ada yang mau mengaku, mereka berdua diminta memanggil orang tuanya masing-masing. Sebagai hukumannya, mereka disuruh menulis besar-besar di kertas manila yang isinya ' SAYA TIDAK AKAN MENGINTIP LAGI '. Untuk kemudian dikalungkan dan dibaca di depan tiap-tiap kelas. Jumlah keseluruhan ada 21 ruang kelas. Bisa dibayangkan betapa malunya mereka berdua.
Sorak sorai dan gelak tawa terdengar dari siswa yang ruangannya didatangi tiap kali selesai mereka membacanya. Sampailah mereka di kelas XI IPS, kelas dimana Reika dan Gita bersemayam. Kebetulan tidak ada guru, jadi kelas itu ada jam kosong. Begitu melihat Gita duduk di bangku nomor 2, muncul niatan Rendy mengerjai gadis yang paling galak sekabupaten. Namun, Gita tidak begitu memperdulikan kehadiran mereka berdua, baginya hanya buang-buang energi berdebat dengan cowok berandalan itu. Malah dirinya berharap agar mereka segera pergi saja dari ruang kelas. Jadi, dia lebih memilih menyibukkan diri dengan membaca buku.
"Hai Reika, maapin saya ya. Masih sewot ga? Aku yakin kamu orangnya pemaaf, ga seperti temenmu yang satu itu." Sapa Rendy diiringi lambaian tangan. Diliriknya Gita yang sudah terpancing dengan perkataannya, mukanya masam dan wajahnya menunjukkan ekspresi seperti ingin makan orang.
"Woy monyet! maksud Kamu apa pake nyindir-nyindir segala." Sesuai harapan, Gita lah yang angkat bicara duluan. Rendy makin gencar melakukan serangan, dia pura-pura tidak mendengar ocehan Gita.
"Reika. Aku ingin Kita bicara baik-baik sepulang sekolah, oke ? Hanya Kita berdua, jangan ajak Mak Lampir ikut serta."
Gita yang sudah naik pitam bangkit dari tempat duduk dan berusaha mencakar wajah Rendy, tapi usahanya dihalangi teman sekelasnya. Merasa usahanya tak membuahkan hasil, dia mencopot sebelah sepatunya lalu dilempar ke arah Rendy. Namun, lemparannya meleset dan hanya mengenai papan tulis.
Brak !
"Horeee, dapat trofi," teriak Rendy kegirangan lalu membawa kabur sepatu milik Gita lalu dibawa lari entah kemana.
"Monyet sialaaaaan ... balikin sepatuku!" Teriakannya menggema. Ia meronta dari kerumunan teman sekelasnya lalu kembali duduk ke bangku dengan kasar.
Erwin yang tak ingin menjadi pelampiasan kemurkaan Gita ikut ngelonyor pergi meninggalkan kelas. Sepasang mata dibangku paling belakang menatap lekat ke arah Rendy yang sudah jauh dari kelas dengan pandangan penuh kebencian. Tangannya mengepal dan memukul meja hingga membuat beberapa siswa menoleh ke arah sumber suara. Terlihat lima orang siswa berbicara serius merencanakan sesuatu.
"Kita cegat sepulang sekolah. Kalian hubungi temen-temen lain, suruh bersiap depan gerbang." Kata anak itu memerintahkan salah seorang murid satunya lagi. Tak sabar menunggu bel pulang sekolah berbunyi, dia berniat menyusul ke kelas IPA. Namun, niatnya itu diurungkannya setelah melihat Pak Pram memasuki ruangan untuk mengabsen.

Book Comment (349)

  • avatar
    Abyy Akbar

    anak jujur dan baik pasti di sayang dan di percayai oleh papah dan ibunya 😇🤗🙏

    19/05/2022

      0
  • avatar
    EkaputriKarisma

    seru ceritanya ditunggu kelanjutannya ya👍🏻

    11/05/2022

      0
  • avatar
    Titan cameramen

    bagus

    17d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters