logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 PUJIAN

"Wey Rudi. Jika kau mau berjemur bukan dimobil, tapi di pantai," teriak salah satu temannya, berjalan menuju kantor.
"Haah ..., sial! Ini urusanku. Tidak ada undang-undang yang menjerat hukum, melakukan hal ini," balas Rudi dengan gusar.
"Iya tidak ada! Tapi aku harap, kau masih waraskan?" ledek mereka sambil tertawa.
"Woy! Kau pikir aku sudah gila kah?" teriak Rudi, yang sudah berdiri memandang mereka.
Dua orang temannya, hanya bisa tertawa melihat kekonyolan itu. Mereka dengan segera masuk dalam kantor.
"Sial ... sial! Mengapa hari ini aku terlihat bodoh?" gerutu Rudi, sambil menendang ban mobil.
Setelah ia sadar akan tugasnya, Rudi bergegas untuk meliput acara amal. Wajah yang tampak gusar itu, masih sedikit mengusik pikirannya. Terlihat orang-orang sudah berkumpul. Acara demi acara, telah mulai dilalu. Akan tetapi, ada sesuatu yang membuat ia cukup terbelalak, ketika ia melihat Diva bersama Diwanga.
"Bukannya itu Diva? Ko bisa berada di sini?" ujarnya, cukup kaget.
Rudi termangu menyaksikan tawa riang Diva bersama Diwanga. Wajah kembali murung. Suara surak bergembira, terlihat riuh memuji-muji Diwanga. Diva terlihat sangat menikmati acara itu dengan tanpa beban. Kamera itu, seakan berat Rudi pegang. Sesaat ia akan memfotret, matanya tidak bisa lepas dari memperhatikan kebahagian Diva. Ia tertunduk, seakan menyesali berada diacara itu. Dari balik kerumunan, Rudi hanya bisa memandang dari jarak kejauhan. Beberapa sesi ia foto, ia paksakan dengan hati yang begitu memilukan. Apa lagi, Diva selalu bersamaan dengan Diwanga. Mau tidak mau, Rudi harus mengambil sesi foto itu, selayaknya seorang kekasih yang sedang merayakan kebahagian.
"Terima kasih atas kehadiran kalian! Acara ini, sengaja saya buat hanya untuk membantu panti ini," ujar Diwanga di hadapan para wartawan dan pejabat setempat.
"Oia Pak! Apa ini, hanya sebuah hal untuk mengalihkan berita terhangat saat ini?" tanya salah satu wartawan.
Wajah itu masih terlihat senyum. Diwanga seakan tidak gentar dengan pertanyaan itu. Ia masih bisa mengontrol dirinya dengan baik.
"Tidak! Acara ini sering kami lakukan! Kalian bisa tanya pada kepala panti ini! Karena saya sudah kenal lama, dan acara ini terus berlangsung sampai saat ini," ujar Diwanga dengan tenang.
Diva tersenyum seolah penuh kebanggaan, atas apa yang dilakukan Diwanga. Ia mulai terkesan, atas kata-kata yang berapi-api penuh dengan kalimat yang menghanyutkan Diva.
"Sepertinya Diwanga bukan orang jahat?" gumam Diva sambil tersenyum menatap Diwanga.
Diwanga terus dicecar dengan banyak pertanyaan, namun dengan piawainya, ia masih bisa berkelit dan menjawab pertanyan itu. Pujian semakin semarak digaungkan untuk Diwanga. Hari itu, hari dimana Diva, baru pertama kali melihat Diwanga penuh dengan kebaikan.
"Kau ada disini?" tanya Rudi, yang telah berada di samping Diva.
"Loh Rudi! Kau disini ternyata?" ujar Diva merasa senang.
"Iya! Aku dipindahkan kesini. Aku baru tahu, jika kau ada di sini," ujar Rudi, dengan datar.
"Oia! Aku diundang Diwanga ke sini. Lagian, aku belum ada tugas, mungpung masih bebas. Jadi, ya tidak ada salahnyakan Rud?" ujarnya, dengan senyum.
"Iya kau benar," balas Rudi, sambil melihat-lihat kameranya.
Mereka berjalan pelan dan menjauhi kerumunan itu. Diwanga masih terus berada dengan banyak relasinya. Sementara Diva dan Rudi, telah menjauh dari kerumunan itu.
"Oia! Apa kau sudah mengambil sesi foto yang bagus?" tanya Diva, dengan antusias.
"Sudah," balas Rudi, sambil melihat-lihat di sekitar.
"Coba aku lihat," ujar Diva dengan senyum penuh kebahagian.
Rudi memandang wajah itu sangat bahagia. Ia tidak bisa mebodohi perasaannya, saat Diva meminta foto-foto hasil jepretan Rudi. Setelah Diva memegang  kamera itu, ia terlihat sangat senang dan tersenyum lebar. Apa lagi, saat ia melihat foto di samping Diwanga, ia merasa foto itulah yang terbaik, dari sekian sesi yang difoto Rudi. Wajah redup, seakan menutup mata yang menyimpan kesan kegalauan. Sayangnya, Diva belum menyadari hal itu. Ia masih menikmati hasil foto jepretan Rudi dengan tersenyum penuh kebahagian.
"Sangat luar biasa foto-foto ini. Kau memang sudah luar biasa Rudi," puji Diva yang masih tersenyum melihat foto-foto itu.
Rudi hanya termangu diam, memandang wajah Diva. Tatapan mata kosong, fikiran yang sudah melayang jauh dari apa yang ia lihat sekarang. Tiba-tiba, Diva mendongak menatap wajah Rudi.
"Hey! Ada apa denganmu?" tanya Diva, sedikit heran.
"Oh tidak ...! Tidak apa-apa," balasnya sedikit gugup, sambil tersenyum menutup keadaan hatinya.
"Apa kau masih kecewa tentang pembatalan tugasmu?" tanya Diva menerka-nerka.
"Sudahlah! Ini bukan saat yang tepat untuk membahas itu," ujar Rudi, dengan wajah datarnya.
"Diva! Ternyata kau di sini," ujar Diwanga tiba-tiba datang mengejutkan.
"Sori! Aku pindah ke sini. Oia ..., kenalkan ini Rudi," ujar Diva dengan senyum.
"Hay! Bukannya ini yang tadi pagi?" tanya Diwanga memastikan.
"Iya! Itu saya," balas Rudi dengan datar.
"Senang kita bisa berjumpa lagi," ujar Diwanga dengan senyum.
"Iya! Aku cukup terkesan, melihat pidato yang bisa membuat orang terpana," puji Rudi, dengan basa-basi.
"Itulah pekerjaan saya! Saya harus bisa meyakinkan orang-orang," bisik Diwanga di telinga Rudi.
Diwanga kembali menyapa Diva, dengan senyum kegembiran. Rudi hanya bisa melihat dan menyaksikan mereka asyik dalam obrolan, yang terkesan seperti sangat dekat sekali. Diva tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya atas apa yang ia rasakan saat ini.
"Sepertinya mereka sangat akrab sekali," gumam Rudi, dengan tatapan mata yang tajam, melihat mereka.
Rudi masih memegang kamera yang ia bawa, sambil menatap obrolan renyah antara Diva dan Diwanga. Ia tidak bisa bayangkan, kalau hal ini akan terjadi begitu cepatnya.
"Ternyata, gaun itu ia gunakan untuk acara ini. Jadi, apakah Diva berbohong tentang temannya? Mengapa ia harus berbohong padaku?" gumam Rudi, yang masih diliputi rasa kecewa.
Diva mulai dikerumi oleh beberapa relasi Diwanga. Rudi hanya bisa memandang dari jarak tujuh meter, itu pun terhalang oleh beberapa orang. Perlahan Rudi mulai menundukkan kepala, dan pergi dari tempat itu. Setelah beberapa saat, Diva pun sadar, kalau Rudi sudah mulai melangkah menjauh dari pandangannya. Ia tidak bisa mencegah Rudi, karena, para relasi Diwanga cukup menahan Diva dengan berbagai pertanyaan.
"Wah! Ternyata Diva ini jurnalis yang  cukup berpotensi ya," puji salah satu relasi Diwanga.
"Tidak Pak! Saya masih harus banyak belajar," balas Diva malu-malu.
"Tapi aku lihat di media cetak, kau banyak mengungkap berita-berita yang hot."
"Oh ...! Itu hanya kebetulan saja Pak," balas Diva seakan cangung dengan pertanyaan itu.
"Wah-wah! Kalau begitu, Diwanga harus berhati-hati tuh, dekat dengan seorang jurnalis cerdas," tukas salah satu relasi dari kirinya.
Mereka tertawa terbahak-bahak. Seolah itu adalah sebuah lelucon bagi mereka.

Book Comment (125)

  • avatar
    MaarijTazka

    cukup bagus dan sangat seru .good look..

    21d

      0
  • avatar
    PratamaRega

    keren sangan bagus

    26/08

      0
  • avatar
    Ayu kinantiSekar

    sangat cocok untuk kita

    25/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters