logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 KEDATANGAN YANG TAK TERDUGA

Tapi, itu tidak berlaku bagi Diwanga. Ya, sosok pria muda yang kaya raya, masih belum bisa untuk melepaskan Diva begitu saja. Sepanjang malam, ia terus mencari cara, agar Diva bisa menghentikan pemberitaan tentang ayah dan perusahannya. Di sudut malam, tepatnya sebuah kolam renang, Diwanga sedang mendinginkan pikirannya. Ia berendam sambil memejamkan mata. Cipratan air, terdengar saat ia mulai menyelam. Beberapa menit, ia menepi ke pinggiran. Tubuhnya sedikit terapung, dengan mata masih terpejam. Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi nyaring, mengusik telinga. Dengan sigap, ia pun kembali ke atas kolam renang. Ponsel itu tergeletak di atas meja kecil, di sebelah kiri kursi yang memanjang.
"Ayah," ujarnya, menatap layar ponsel.
"Hey Diwanga! Apa kau sudah melakukan tugasmu?"
Tanya itu seakan sulit ia jawab. Namun, dengan tenang, ia mencoba meyakinkan sang ayah, untuk bisa tenang.
"Ayah! Urusan ini akan segera selesai. Diwanga baru bertemu Diva tadi siang. Jadi, Ayah tidak perlu cemas akan hal itu."
"Ingat! Ayah tidak ingin masalah ini terlalu berlarut-larut. Segera kau akhiri masalah ini dengan baik," tegas  Wijaya.
"Apa perlu kita singkiran Diva?"
"Diwanga! Kau jangan berbuat konyol. Jika kau lakukan hal itu, kita akan semakin dicurigai oleh publik. Buatlah seindah dan sebagus mungkin, untuk bisa membungkam jurnalis itu."
"Baik Ayah! Diwanga akan laksana itu secepatnya."
Suara itu pun hilang. Seketika, Diwanga mulai diresahkan untuk bisa mengatasi masalah ini.
"Tidak akan aku biarkan kau mengacau urusanku Diva! Ini akan berakhir dengan baik," ujar Diwanga dengan senyum sinis.
Dua hari kemudian, tepat saat pagi, Diwanga datang ke apartemen Diva, dengan membawa bunga yang cantik.
"Ting tong ... ting  tong ... ting tong ...."  Bunyi bel terus ditekan oleh Diwanga, yang sedang berdiri di depan pintu.
Wajah kusut itu masih terlalu pagi untuk dibersihkan. Suara bel telah membangunkan Diva dari tidurnya.
"Astaga Rudi, sepagi ini kau datang kemari," gerutu Diva sambil membuka pintu.
"Hay! Selamat pagi," ucap Diwanga tersenyum dengan mempesona.
"Tuan Diwanga," ujar Diva dengan kaget.
"Apa aku boleh masuk?" tanya Diwanga yang masih berdiri dengan bunga di tangannya.
"Iya! Mari silahkan," balas Diva tergesa-gesa.
"Ini tempat tinggalmu?" tanya Diwanga.
"Maaf  Tuan, masih berantakan," ujar Diva, yang masuk ke kamarnya.
Diwanga duduk dengan tenang. Ia mengamati setiap bagian dari dinding yang terpasang foto-foto dan beberapa lukisan.
"Tunggu ya Tuan," teriak Diva, dari balik kamar.
"Ya! Aku akan menunggumu," balas Diwanga menyaut teriakan Diva.
Diva tampak sibuk dengan dirinya. Tidak ia sangka, kalau Diwanga akan menemuinya. Setelah ia beres mandi, beberapa pakaian ia kenakan, namun masih terlihat tidak pas bagi dirinya. Diva sibuk dengan kehadiran Diwanga. Ia mencoba untuk berpenampilan lebih dari biasanya. Akhirnya, dipilihlah sebuah gaun berwarna biru untuk ia kenakan. Setelah 30 menit menunggu, kini Diwanga bisa melihat Diva dengan berbeda.
"Maaf Tuan! Menunggu lama," ujar Diva, sedikit merasa bersalah.
"Oh tidak apa-apa! Maaf, kedatanganku cukup mengejutkanmu," ujar Diwanga dengan tenang.
"Ada keperluan apa Tuan datang kemari?"
"Aku hanya ingin memberikan bunga ini," ujar Diwanga sambil memberikan bunga yang ia pegang.
Mimik wajah Diva berseri-seri. Tidak pernah ia bayangkan atau pikirkan, kalau ia akan dapat bunga di pagi, oleh orang terkaya dan tampan seperti Diwanga.
"Apa kau menyukainya?"
"Iya! Saya sangat menyukainya Tuan," balas Diva dengan bahagia.
"Kau tidak usah memanggilku Tuan. Panggil saja namaku," tegas Diwanga.
"Baik ... baiklah!" balasnya dengan gugup.
"Tampaknya kau sudah rapi! Apa kau akan pergi?" tanya Diwanga.
Sebelum Diva menjawab, tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi.
"Ting tong ... ting tong ... ting tong ...."
"Wah! Sepertinya jemputanmu datang tuh," ujar Diwanga dengan senyum.
"Buuu ...."
"Sudahlah! Cepat kau buka pintunya," tukas Diwanga memotong kata  Diva.
Dengan wajah sedikit kecewa, ia berjalan menghampiri pintu. "Krek ...." Pintu terbuka.
"Wah, cantik sekali Diva," puji Rudi, yang masih berdiri di depan pintu.
Diva tidak merespon pujian Rudi. Wajahnya masih sedikit ditekuk.
"Kau ini kenapa sih Diva?" tanya Rudi sedikit heran.
"Diva! Suruh masuk saja tamunya," teriak Diwanga.
"Loh! Itu ada suara pria?" tanya Rudi dengan kaget.
"Ayo sudah masuk," ujar Diva membuka pintu dengan lebar.
Tiba-tiba Diwanga sudah berdiri di hadapan mereka. Rudi seakan terperanjaat, saat melihat kehadiran Diwanga diapartemen Diva. Ia menatap tajam wajah Diwanga, sesekali ia pun melirik  Diva, yang terlihat cangung dalam situasi ini.
"Ok Diva! Sebaiknya aku pergi sekarang. Oia! Jika kau tidak keberatan, saya akan mengadakan sebuah acara amal. Aku harap, kau bisa melihat itu. Baiklah, saya pergi dulu," ujar Diwanga dengan senyum.
Mereka kembali terdiam. Beberapa saat, tidak ada kata yang mereka ucapkan. Bunga itu terlihat sudah dipasang di pasbunga, di atas meja. Rudi hanya menatap penuh dengan rasa hampa. Namun, ia tidak kuasa untuk bisa mengungkapkan perasaan yang ada.
"Hey! Kau kenapa?" tanya Diva.
"Oia! Sori! Aku tidak apa-apa ko," balas Rudi, dengan senyum terpaksa.
"Ayo duduk," ajak Diva.
Wajah Diva terlihat sedikit kecewa dengan kepergian Diwanga. Rudi masih menatap Diva, yang terlihat tertunduk dengan tatapan mata kosong.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Rudi, membuyarkan lamunan Diva.
"Oia ...! Aku baik ko," balasnya sedikit kaget.
"Kau sudah rapi, mau kemana?"
Diva merasa bingung dengan pertanyaan itu. Lalu ia mencari-cari alasan, untuk menutupi dari Rudi.
"Owh ..., ini ...! Ini tuh, tadi aku mau berangkat dengan teman! Tapi, sayang mereka membatalkannya. Tiba-tiba saja Diwanga kemari," balasnya, mengelabuhi Rudi, dengan senyum.
Tapi Rudi masih menatap Diva dengan sikap yang aneh.
"Hey! Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Diva.
"Owh ..., tidak apa-apa sih! Cuma hanya ingin lihat wajahmu saja! Jarang-jarangkan kau berpenampilan seperti ini?" ujar Rudi, menutup pertanyaan hatinya, dengan senyum.
"Halah asem nih! Pagi-pagi tidak usah ngegombal Rudi!"
"Idih! Siapa juga yang ngegombal?"
"Owh ...! Tidak sadar dengan barusan yang kamu katakan?"
"Emang iyakan, kamu jarang berpenampilan seperti ini?" tegas Rudi.
Diva mulai terenyak kembali. Jawaban itu, seakan hampir membuka sebuah  kejujur hatinya, yang tidak bisa ia pungkiri. Namun, dengan piawai, ia masih bisa menutupi itu dari Rudi. Dan Ia pun merasa ini memang jarang ia lakukan.  Ia tersenyum menutup kegelisahannya.
"Mengapa dengan Diva? Sepertinya ia sangat aneh sekali pagi ini?" gumam Rudi.
"Sudahlah! Jangan bahas penampilanku lagi! Oia, tumben pagi-pagi kau datang Rudi?" tanya Diva, mengalihkan perhatian.
"Iya, emang segaja aku datang pagi. Soalnya, nanti akan ada sesi berita yang harus aku liput. Sesi yang sangat penting. Dan berita ini akan menjadi wow," ujar Rudi, dengan bangga.
"Oia?"
"Ya! Aku dapat tugas dari bos."
"Baguslah kalau begitu."
"Kau harus ikut ya Diva?"
"Aku ikut?" balasnya, terkejut.
"Loh emangnya ada yang salah ya?" tanya Rudi, merasa heran.

Book Comment (125)

  • avatar
    MaarijTazka

    cukup bagus dan sangat seru .good look..

    21d

      0
  • avatar
    PratamaRega

    keren sangan bagus

    26/08

      0
  • avatar
    Ayu kinantiSekar

    sangat cocok untuk kita

    25/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters