logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

SKANDAL

SKANDAL

Aby Satya


Chapter 1 SEBUAH TUGAS

Terlihat seorang laki-laki mengejar perempuan di luar kantor. Ia sangat tergesa-gesa menghampiri perempuan itu, setelah ia keluar dari pintu gedung kantor itu.
"Diva ... Diva ... Diva ...! Tunggu aku," teriak Rudi berlari tergesa-gesa.
Perempuan itu terhenti. Rudi mulai terlihat engos-engosan sambil merundukkan punggungnya di hadapan perempuan itu.
"Kenapa denganmu Rudi?"
Rudi mulai menghela nafas dengan tenang. Diva terdiam memandang tingkah Rudi yang terlihat sangat lelah itu. Sesaat setelah Rudi tenang, ia mencoba berdiri dengan tegak.
"Apa kau yakin, akan menerima tugas ini?"
"Rudi! Apa aku terlihat main-main?" tegasnya dengan sangat lugas.
"Kau tahu, apa resiko yang kau dapat tentang kasus ini? Ini sangat sulit Diva," ujar Rudi membujuk Diva.
Situasi seketika hening. Diva menatap wajah Rudi dengan tajam. Seakan ia tidak ingin dihalangi dengan tugas yang baru saja ia terima.
"Ayolah Diva! Kau jangan terlihat konyol seperti ini. Kita bisa mengambil tugas yang lain selain ini," bujuk Rudi, yang masih berharap agar Diva berubah pikiran.
"Jadi ini nyalimu sebagai jurnalis? Apa kau tidak ingin sesuatu jadi lebih baik? Di mana jiwamu sebagai seorang Jurnalis yang mendedikasikan hidupnya, untuk jauh lebih baik?"
Rudi terhenyak menyaksikan ekspresi wajah yang begitu sangat menyesali atas perbuatan yang dilakukan Rudi.
"Harusnya nalurimu terpanggil untuk bisa menjadikan negara ini lebih baik! Kau tahu, berapa kerugian negara? Berapa para pekerja yang tidak mendapatkan haknya seutuhnya? Mereka adalah mafia besar Rudi! Mereka dengan mudah, menggelapakan beberapa keuntungan besarnya, hanya untuk menghindari pajak. Apa kau tidak tergerak untuk bisa melepaskan kekacauan ini, agar jadi lebih baik?"
"Maaf! Aku hanya cukup khawatir atas keselamatanmu Diva," ujar Rudi, tertunduk.
Mata yang mendelik, seakan redup kembali oleh jawaban yang diberikan Rudi pada Diva.
"Maaf! Aku tidak bermaksud untuk menyinggungmu Rudi," ujar Diva, dengan rasa sesalnya.
"Aku tahu, kau sangat peduli dengan skandal ini. Aku ..., cukup mencemaskan tentang dirimu Diva," ujarnya dengan nada yang penuh kecemasan.
"Rudi! Skandal ini jauh lebih berbahaya. Jika kita diamkan saja, mau bagaimana nasib para pekerja? Apakah kita akan membiarkan mereka senang-senang dengan segala kecuragannya? Sementara, masih banyak diantara kita semua yang masih kelaparan, dan tidak mempunyai tempat tinggal. Mereka seakan berada bukan di negaranya sendiri," tegas Diva meyakinkan Rudi.
"Diva! PT Angin Ribut itu, bukan sebuah perusahaan kecil. Perusahan mereka bergerak di berbagai bidang properti, cosmetik, minyak dan berbagai bisnis. Dan mereka, bisa membeli segalanya Diva," ujar Rudi, yang tidak menyerah untuk meyakinkan Diva.
"Lantas, jika mereka punya segalanya mereka berhak berbuat sesuka mereka begitu?"
"Diva! Ayolah ...! Cobalah kau berpikir untuk bisa membuatmu menjauhi bahaya," tegas Rudi, memegang dua bahu Diva.
"Ingat Rudi! Skandal pajak dan hak pekerja itu, jauh lebih penting, dibanding nyawaku sendiri," tegas Diva, bersikeras dengan keputusannya.
Sementara media masa dan televisi, sedang mulai gencar membicarakan isu yang beredar tentang skandal PT Angin Ribut. Diwanga sebagai penerus sekaligus kepala perusahaan itu, ia sedang memberi klarifipaksi masalah itu dengan santai dan senyum ramah, di hadapan para wartawan dan televisi.
"Maaf pak Diwanga! Apa benar Bapak terlibat dalam skandal pajak?" tanya salah satu wartawan yang sedang mengerumuninya.
"Itu hanya sebuah isu yang tidak mendasar. Mereka tidak cukup banyak bukti untuk bisa menuduh saya! Lagi pula, perusahaan saya pun ada dalam pengawasan pemerintah. Jadi, bagaimana saya bisa berbuat seperti itu?" ujar Diwanga dengan senyum.
"Tapikan Pak! Beberapa aset perusahaan Bapak, sangat banyak. Kami mendengar ada banyak perusahaan Bapak yang tidak masuk dalam pengawasan pemerintah. Dan, hal itu cukup terbebas dengan pajak," tanya salah satu wartawan yang terus mencecar dengan pertanyaan.
"Owh ...! Itu hanya berita bohong saja.   Toh sampai saat ini, tidak ada bukti yang bisa mengatakan kalau saya seperti itu," balasnya dengan enteng.
Setelah Diwanga menjawab beberapa pertanyaan dari wartawan, ia pergi dengan diapit oleh anak buahnya ke dalam mobil. Para wartawan merasa tidak puas atas jawaban dari Diwanga. Mereka terus mengejar-ngejar mengetuk jendela mobil. Namun sayang, Diwanga pun pergi dengan melambaikan tangan sambil tersenyum dengan manis. Hari ini Diwanga masih bisa tersenyum dengan lebar. Karena tidak ada bukti yang cukup kuat untuk bisa mengungkap skandalnya. Sementara Diva terus bersikukuh untuk mencari  bukti atas isu skandal PT Angin Ribut. Ia mencari-cari celah, untuk bisa mendapatkan banyak inpormasi tentang perusahaan itu. Satu minggu sudah Diva mencari inpormasi. Kini, ia mulai mendapatkan titik terang. Berita itu ia dapat, dari sebuah kabar teman jurnalisnya, bahwa akan ada sebuah pertemuan yang tidak diliput oleh media masa, antara Wijaya Diwanga dengan seorang pejabat tinggi.
"Rudi ... Rudi ... Rudi ...! Kau harus membantuku sekarang," ujar Diva terlihat tergesa-gesa.
"Apa yang bisa aku bantu Diva?" tanya Rudi dengan datar.
"Aku mendapat kabar! Bahwa akan ada sebuah pertemuan penting yang dilakukan oleh Wijaya Diwanga, dengan pejabat penting," balasnya dengan girang.
"Lantas, apa kita bisa dengan mudah meliput mereka?" tanya Rudi, dengan konyol.
Diva menatap Rudi dengan mata yang tidak menyenangkan. Raut wajahnya, seakan ingin melahap Rudi.
"Ops! Sori ...! Aku hanya bercanda saja," ujar Rudi mencairkan situasi itu.
"Apa kau tidak ingin membantuku? Baiklah! Jika kau merasa keberatan, aku akan pergi sendiri," tegas Diva, mulai membereskan dirinya.
Dengan sigap, Rudi pun menarik tangan Diva. Diva mulai tertahan untuk pergi dari apartemen Rudi.
"Diva! Aku akan selalu membantumu," ujar Rudi, yang tengah memegang tangan Diva.
"Jawaban inilah yang aku inginkan darimu," balas Diva tersenyum dengan manis.
Ketegangan itu berhasil mencair. Raut wajah Diva tidak semuram tadi. Kini Rudi masih bisa menikmati senyum yang mempesona.
"Apa yang kau dapat lagi dari berita itu?" tanya Rudi.
"Mereka akan melakukan sebuah pertemuan di hotel. Kita akan mencari posisi untuk bisa merekam atau memfoto mereka."
"Jadi itu rencananya?" tanya Rudi.
"Apa kau mempunyai ide yang lebih baik dari ini?"  ujar Diva.
"Apa kau bisa pastikan posisi pertemuan itu?" tanya Rudi yang masih sedikit ragu.
"Kau tidak usah cemas! Aku sudah menyewa satu kamar hotel yang dekat dengan mereka. Jadi, dari sana kita akan mencoba mencari tahu mereka," tegas Diva.
"Apa kau menyewa kamar sebelah dari mereka?"
"Kau pikir akan semudah itu? Aku menyewa satu kamar hotel yang berdekatan dengan pertemuan mereka. Karena dalam satu minggu ini, aku telah cukup mengawasi mereka," tegas Diva dengan sangat yakin.
Rudi pun diam sambil mempertimbangkan sebuah rencana yang akan dilakukan Diva.
"Apa kau setuju?" tanya Diva memastikan Rudi.
"Tidak ada pilihan selain kata, ya," balas Rudi.

Book Comment (125)

  • avatar
    MaarijTazka

    cukup bagus dan sangat seru .good look..

    21d

      0
  • avatar
    PratamaRega

    keren sangan bagus

    26/08

      0
  • avatar
    Ayu kinantiSekar

    sangat cocok untuk kita

    25/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters