logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Tiga Pelayan Setia

Wisma selaksa bunga di pagi hari biasanya selalu tenang tanpa banyak aktivitas para penghuninya. Hanya beberapa pelayan yang bertugas membersihkan halaman yang selalu mewarnai pagi di wisma tua itu dengan kesibukan mereka.
Sudah lebih dari lima belas tahun wisma tua ini tidak menerima tamu seperti di masa lalu. Wisma yang dahulu cukup terkenal di kalangan para pengelana yang mengunjungi ibukota kini hanyalah sebuah wisma tua yang sepi.
Meski begitu, wisma ini tetap terawat dan dalam kondisi yang sangat baik. Bangunannya meski tua tetap kokoh dan tidak lusuh. Taman dan setiap halaman selalu dibersihkan dan dirawat setiap hari oleh para pelayan wisma.
Wisma selaksa bunga merupakan salah satu wisma tertua di ibukota. Tidak ada yang tahu pasti kapan dan siapa pendiri ataupun pemilik pertama wisma ini.
Selama beberapa dekade tidak ada yang tahu pasti pemilik wisma ini dari masa ke masa. Orang-orang hanya mengetahui pengelola wisma yang mengurus segala hal yang berkaitan dengan wisma.
Tuan Hong adalah pengelola wisma yang hingga kini masih mengelola sejak terakhir kali wisma menerima tamu. Semenjak pemilik wisma dikabarkan pindah ke Jiangnan, wisma tidak beroperasional lagi.
Tuan Hong menutup wisma untuk umum dan hanya menerima tamu tertentu saja yang sebagian besar adalah kolega pemilik wisma.
Kini lelaki tua itu tengah duduk di ruang tamu aula utama ditemani Ibu Chin dan Nyonya Feng. Mereka bertiga tengah menikmati teh sembari bercakap-cakap ringan.
Sepertinya mereka bertiga cukup akrab dan tengah menikmati kebersamaan mereka yang jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Tuan Hong telah mengelola wisma ini sejak masih muda. Dia sangat memahami seluk beluk wisma dan sangat setia terhadap Hua Yan Yue.
Sedangkan Nyonya Feng adalah pelayan setia Hua Yan Yue sejak masih kecil. Dia sudah sangat tua, namun masih terlihat sehat dan cerdas. Ingatannya masih berjalan dengan baik.
"Ibu Chin sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bisa menikmati teh bersama-sama seperti saat ini." Tuan Hong meletakkan kembali cangkir teh porselennya di atas tatakan yang tertata di atas meja.
"Benar sekali Tuan Hong. Aku bersyukur kita masih bisa kembali bertemu. Setidaknya untuk terakhir kalinya kita berbakti pada tuan kita untuk menjaga nona muda." Ibu Chin tersenyum samar.
Ada sedikit nada kesedihan dalam suaranya yang lembut. Seharusnya dia bergembira dengan pertemuannya kembali dengan kedua koleganya ini. Namun duka kehilangan tuan dan nyonyanya masihlah belum hilang sepenuhnya.
"Ah nona muda. Sungguh malang nasibnya. Kehilangan orang tua di usia yang masih belia dan situasi keluarga Luo belum tentu mendukungnya," desah Tuan Hong resah.
"Keluarga Luo terlalu sombong. Meski aku sudah jarang keluar wisma bukan berarti aku tidak tahu apapun yang beredar di luar sana." Nyonya Feng dengan suara bergetarnya mengungkapkan sedikit kekhawatirannya.
"Apakah ada yang terjadi akhir-akhir ini, Nyonya Feng?" Ibu Chin menatap wanita tua itu penuh rasa ingin tahu.
"Ling'er, kemarilah!" Nyonya Feng memanggil salah seorang pelayan yang berdiri tidak jauh dari mereka.
Ling'er, gadis pelayan itu mendekati mereka dan membungkuk dengan hormat kepada ketiga orang tua itu. Sikap yang bagus dan menyenangkan hati siapa saja yang melihatnya.
"Ling'er, ceritakan apa yang kau dengar dan kau tahu tentang rumor yang beredar." Perintah Nyonya Feng pada gadis pelayan itu.
"Tuan Hong dan Ibu Chin, akhir-akhir ini banyak beredar rumor tentang Nona Muda Luo Ding Xian." Ling'er bercerita dengan hati-hati.
"Banyak yang mengatakan Nona Muda sangat tidak beruntung karena ditinggalkan kedua orangtuanya. Tapi dia akan kembali ke ibukota untuk menikah dengan pangeran ketiga. Sungguh dia beruntung di balik musibah yang menimpanya karena gadis dari Jiangnan yang tidak berpendidikan seperti layaknya gadis-gadis bangsawan di ibukota bisa segera menikahi seorang pangeran," ungkap Ling'er panjang lebar.
Ibu Chin ternganga mendengar cerita itu. Ditatapnya Nyonya Feng dan Tuan Hong bergantian.
"Apakah nona muda dari Jiangnan yang tidak berpendidikan itu adalah aku?" Suara lembut Luo Ding Xiang mengejutkan mereka semua.
Serentak semua orang yang berada di ruangan itu berdiri dan memberi hormat pada nona muda mereka yang baru saja tiba. Luo Ding Xiang mendekati mereka dan duduk di kursi yang terbuat dari kayu pear di mana ketiga orang tua tadi juga duduk.
"Paman Hong, Bibi Feng dan Ibu Chin duduklah." Perintahnya lembut kepada ketiga orang yang masih sedikit canggung dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Baik nona," sahut mereka bersamaan. Kemudian mereka bertiga duduk di hadapan sang nona.
"Rumor jika sudah beredar akan sulit untuk memadamkannya. Apalagi jika rumor itu disengaja dihembuskan orang-orang tertentu untuk membentuk opini dan pendapat khalayak umum tentang sesuatu hal." Luo Ding Xiang berbicara dengan tenang namun jelas.
Tidak ada nada kekhawatiran ataupun amarah dari suaranya yang terkesan lebih dewasa dari usianya. Seakan-akan dia tidak terpengaruh dengan rumor mengenai dirinya yang beredar di masyarakat ibukota.
"Seharusnya tidak ada yang tahu rencanaku untuk kembali ke ibukota dan juga pertunanganku dengan pangeran ketiga kecuali orang-orang di Luo Manor," lanjutnya lagi masih dengan nada tenang seperti biasanya.
"Betul yang anda katakan nona, seharusnya hanya mereka yang tahu tentang hal ini." Tuan Hong setuju dengan ucapannya.
"Keluarga Luo terlalu jauh, seperti biasanya." Desah Ibu Chin mengeluh.
Sebagai pelayan Luo Han Shi, dia sangat memahami karakter penghuni manor besar itu. Dia cukup tahu isi di dalam manor yang sekilas terlihat tenang dan damai itu.
Mereka berempat terdiam terhanyut dalam pikiran dan dugaan masing-masing. Mereka baru saja kembali ke ibukota dan telah disambut dengan desas-desus tidak sedap tentang nona mereka.
"Nona apakah tidak sebaiknya kita menetap di wisma saja?" Pertanyaan Ibu Chin memecah keheningan mereka.
"Itu tidak mungkin. Bagaimana pun juga nona muda adalah milik keluarga Luo. Lagipula akan sulit bagi kita untuk menjelaskan situasi ini pada pangeran ketiga atau pun Ibu Suri." Nyonya Feng tidak sependapat dengan saran Ibu Chin.
"Benar, akan dianggap tidak berbakti jika nona muda tinggal di luar manor sementara Nyonya Tua Luo masih hidup dan sehat." Keluh Ibu Chin lagi.
"Ini cukup sulit," gumam Tuan Hong. Diusapnya janggutnya yang telah memutih. Pertanda ada yang mengganjal di hati dan pemikirannya.
"Aku harus kembali ke Luo manor. Itu sudah menjadi keinginan mendiang ayah dan ibuku. Aku tahu situasi sepertinya tidak berpihak padaku, tapi selama kalian setia dan bersedia menemaniku itu sudah cukup untukku." Luo Ding Xiang menatap ketiga orang yang duduk di hadapannya dengan penuh percaya diri.
"Nona muda anda harus berhati-hati dan selalu mawas diri. Anda sekarang tidak memiliki dukungan siapa pun. Pangeran ketiga dan Ibu Suri pun belum tentu ada dipihakmu. Berjanjilah untuk selalu berhati-hati dalam setiap tindakanmu." Nyonya Feng memperingatkannya.
Luo Ding Xiang mengangguk setuju. Dia memang harus berhati-hati dan tidak boleh ceroboh dalam bertindak. Satu kesalahan kecil bisa menghancurkan semuanya.
"Baiklah, kalau begitu mari bersiap untuk mengunjungi Luo manor." Ibu Chin beranjak dari duduknya dan bersiap untuk berkemas-kemas.
"Ibu Chin, biar Qin'er yang berkemas. Duduklah, ada yang ingin aku tanyakan pada kalian bertiga." Ucapan sang nona menghentikan niat Ibu Chin.
Wanita setengah baya itu kembali duduk di hadapan Luo Ding Ciang bersama Tuan Hong dan Nyonya Feng. Mereka bertiga menunggu dengan cemas apa yang hendak ditanyakan nona muda.
"Ini mengenai mahar ibuku. Apakah ada diantara kalian bertiga yang masih memiliki catatannya?" Luo Ding Xiang menatap mereka bertiga penuh harap.
"Nona, saya hanya membawa salinannya saja beserta catatan apa saja yang dibawa ke Jiangnan dan ditinggalkan di manor." Ibu Chin menjawab dengan tegas.
"Catatan mahar ibumu seharusnya ada di Ibu Suri, karena beliaulah yang menyiapkan sejumlah maharnya saat menikah dengan ayahmu. Tapi anda tidak perlu khawatir karena aku memiliki salinannya dan ada stempel ibu suri juga Kasim Lu." Nyonya Feng tersenyum arif padanya.
"Baiklah! Aku tidak akan khawatir lagi mengenai hal ini. Ibu Chin mari kita pergi ke Luo manor." Luo Ding Xiang beranjak dari duduknya diikuti para pelayannya.

Book Comment (209)

  • avatar
    Maleficent Yeti

    syabas author...jalan cerita yg menarik dan tidak membosankan... teruskan berkarya.

    16/06/2022

      0
  • avatar
    Spencer Quain

    seru

    39m

      0
  • avatar
    Nabbb

    bagusss bgtt

    11d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters