logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 5 - Apa Kau Pernah Berkencan?

Bab 5 - Apa Kau Pernah Berkencan ?
Aura tersenyum kaku, "Apa tuan tidak takut, aku menghabiskan uang tuan?" tanya Aurora tanpa melihat suaminya. Matanya sibuk memindai benda yang ada didepannya.
Pria itu tersenyum kecil, "Tidak. Aku malah akan senang kalau kau dapat menghabiskan uangku, itu hakmu karena sekarang kau istriku."
Aurora langsung berbalik menatap pria itu dengan hati yang menghangat. "Entah aku harus bahagia atau sedih mendengarnya dengan lantang mengatakan kalau aku istrinya."
Deg!!
Jantung keduanya berdegup kencang saat mata mereka saling bertemu.
"Ayo cepat siapkan makan siang. Aku lapar!" Perintah Al tiba untuk menutupi rasa gugupnya,kemudian berlalu kembali ke ruangan tamu. Aurora menghembuskan nafas panjang, "Ya Allah, jantungku!! " Ucapnya memegang dadanya.
Aurora meletakkan secangkir kopi di meja, didepan Al yang sedang menatap layar lebar yang ada di depannya. Al mendongak, "Terima kasih." Dan di tanggapan dengan anggukan dan senyum manis Aurora.
Aurora kembali ke dapur, menyiapkan segala sesuatu yang akan di masaknya. Memang di acara pernikahan mereka tadi yang disediakan hanya cake serta jus dan wine. Jadi wajar saja jika saat ini Aurora berada di dapur.
Al tersenyum kecil melihat secangkir kopi yang ada didepannya. Lalu sedetik kemudian tangannya bergerak meraih cangkir dan menyeruput kopi yang masih terlihat asap mengepul.
"Hmm enak." Ucapnya lagi seraya tersenyum.
"Jenny.. Jenny." Al teringat dengan istri pertamanya. Istri yang sama sekali tak pernah memberikan perhatian sekecil ini padanya. Semuanya disiapkan oleh bibi Meri. Bibi yang sudah berumur setengah abad yang selalu ikut di manapun Al tinggal. Namun sekarang bibi harus pulang kampung sebab sang ibu sedang sakit.
Seraya bersenandung kecil dan tersenyum Aurora memotong sayuran dan ayam yang akan dia masak. Satu jam kemudian saat semuanya selesai Aurora memanggil sang suami yang masih asyik di depan Tv.
"Tu--tuan, makanannya sudah siap."!
"Ok. Ayo kita makan bersama." Ucap Al berjalan terlebih dahulu.
Saat sampai di meja makan, tanpa menunggu perintah Aurora langsung mengisi piring sang suami dengan nasi, sayur serta lauk yang terhidang di meja itu. Al menatap Aurora seraya tersenyum hangat, "Ternyata rasanya semenyenangkan ini dilayani oleh istri." Batin Alvaro.
Setelah itu Aurora mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Mereka makan dalam diam sesekali saling melirik.
Setelah makan Aurora membersihkan semua piring dan meja setelah itu dia beranjak mendekat ke Al yang saat ini masih berada di depan TV. Al yang menyadari kedatangan Aurora. "Sini duduk, temani saya nonton." Ucap Al sambil menepuk sofa yang berada disampingnya.
Aurora duduk dengan gugup ,melirik sekilas ke arah suaminya yang matanya terfokus pada layar TV.
"Apa tuan tidak bekerja?" tanya Aurora pelan di mana membuat Al menatapnya sekilas lalu kembali fokus ke Tv.
"Tidak. Mana ada orang bekerja di hari pernikahannya. Dan kau pun mulai hari ini tidak bekerja." Jawab santai Al, membuat Aurora terkesiap.
"Kenapa?"
"Aku bisa membiayai hidupmu, untuk apa kau bekerja," jawab tegas Al. Aurora pun hanya diam tanpa menjawab, lebih tepatnya pasrah.
Lama saling diam, Al melihat Aurora yang duduk agak jauh darinya dan sepertinya wanita itu tengah fokus dengan tontonan di TV sengaja hal memilih channel tentang beberapa tempat wisata serta jajanannya.
Aurora tersentak saat tiba-tiba Al membaringkan kepalanya di pangkuannya.
"Ya Allah,, ini pertama kalinya aku sedekat ini dengan laki-laki." Namun Aurora tak mungkin melawan dia hanya membiarkannya tanpa bersuara membuat Al tersenyum tipis dan tanpa di sadari oleh Aurora.
Tanpa sadar Aurora mengusap kepala Al, membiarkan rambut hitam Al berada di sela-sela jari jemarinya. Semakin melebar saja senyum pria yang tidur di pangkuannya tanpa Aurora sadari.
Al sudah tidak bisa fokus di TV, ia memejamkan matanya seraya menikmati jemari hangat istrinya diatas kepalanya. "Aku seperti anak SD yang bermanja kepada ibunya." Al tak pernah merasakan perasaan hangat seperti ini saat bersama Jenny.
Saat bersama istri pertamanya ia hanya akan menemani istrinya berbelanja, dinner romantis dan berakhir di ranjang. Mungkin dengan Aurora ia akan mencoba hal sepele namun dapat membuatnya merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia dapatkan. Bahkan orang tuanya sedari dulu menegur dirinya karena kehidupan rumah tangganya tak seromantis dengan orang tuanya.
Setiap saat selalu bersama, sang Mama akan ikut kemanapun sang Papa pergi. Rumah tangganya dengan Jenny dianggap begitu monoton.
Al dan Aurora masih berada di depan TV. Mata memandang ke TV namun pikiran mereka melalang buana. Sudah merasa tak tahan hanya berdiam diri saja, merasakan tangan hangat Aurora di kepalanya.
Aurora langsung tersentak saat suaminya merubah posisinya menghadap ke dirinya. Menenggelamkan kepalanya di perut Aurora seraya kedua tangannya memeluk posesif pinggang Aurora.
Nafas Aurora terasa tercekat. Wajah dan telinganya memerah, debaran jantungnya semakin kencang. Matanya mengerjap beberapa kali dan tak sengaja dilihat oleh Al yang posisi kepalanya saat ini sedang menghadap ke atas, sehingga ia dapat langsung melihat wajah sempurna istrinya.
Hidung mancung, bulu mata lentik, kulit putih, bibir mungil. "Cantik sekali!. Semakin dirawat pasti semakin cantik." Gumam Al dalam hati.
Seketika Al tersadar, "Astaga ngomong apa sih aku!".
Al masih sibuk memindai wajah sang istri ke dalam memori otaknya, mungkin saja sekarang ia sudah tahu berapa helai bulu mata sang istri saking intensnya ia menatap istrinya saat ini.
Aurora yang merasa ditatap menurunkan pandangannya, dapat dilihat langsung sang suami sedang menatapnya seraya selalu tersenyum kecil. "Kenapa dia senyum senyum? Apa ada kotoran di mataku?" Gumam Aurora dalam hati.
Merasa tak tahan Aurora bersuara, "Ada apa tuan? Kenapa tuan menatapku seperti itu?". Tangan Aurora telah berhenti mengelus kepala sang suami karena merasa malu.
Al tak menjawab pertanyaan istrinya, namun mengambil tangan sang istri untuk dibawa kembali ke kepalanya. "Elus kembali aku suka." Pintanya membuat Aurora mau tak mau mengelus kembali surai hitam itu dengan penuh kelembutan.
"Apa kau pernah berkencan?" Tanya Al tiba-tiba.
"Tidak."
"Apa tidak ada yang mau denganmu?" Ejek Al membuat Aurora menatapnya tak suka.
"Siapa bilang! Yang mau denganku banyak. Hanya saja aku yang tak mau." Ucap Aurora angkuh.
"Idih, sombong. Memangnya kenapa kau tidak mau?"
"Malas. Mendingan aku belajar, kerja dan cari uang biar cepat kaya, daripada pacaran.
"Alasan." Al Mencubit pelan hidung Aurora seraya tersenyum. Entah kenapa Al merasa berada di dekat Aurora membuatnya selalu ingin tersenyum.
"Is tuan, sakit nih!" Ucap Aurora mengelus hidungnya yang baru saja kena capitan jari besar milik suaminya.
"Dan sekarang kau sudah kaya." Ucap Al masih dengan posisi seperti tadi .
"Mana ada?"
"Kau menjadi istriku itu artinya kau sudah kaya, karena aku orang kaya."
"Sombong! Yang kaya kan tuan, bukan aku." Posisi tangannya masih di kepala Al. TV masih menyala namun orang di depannya asik dengan dunia mereka.
"Sama saja. Uangku berarti uangmu juga. Apa bedanya?"
"Bedalah! Aku kan cuma istri kedua tuan, kalau tuan lupa, yang lebih berhak akan harta tuan itu istri pertama tuan lah." Aurora berucap dengan hati yang merasa tak enak. Entah kenapa!

Book Comment (149)

  • avatar
    ButonSuci

    pada part ini aku suka karna mengingatkan kita tentang perjuangannya melahirkan kita maka kita jua sebagai anak.. jangan membangkang kpd ibu

    12d

      0
  • avatar
    AlifAlifff

    bagus

    01/08

      0
  • avatar
    SevimaifrentiSevimaifrenti

    sangat bagus

    22/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters