logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 4 - Tugas Istri

Bab 4 - Tugas Istri
Apartemen mewah yang tadinya cukup meriah kini kembali sepi. Hanya sang pengantin yang kini duduk berdua di ruang tamu dengan mode diam.
"Ekhem!" Al mencoba membuyarkan keheningan yang terjadi.
"Ini adalah peraturan yang harus kau patuhi mulai dari sekarang. Bacalah!" Ucap Al menyodorkan kertas putih di meja.
Di mana isi peraturannya adalah :
Melayani suami di ranjang.
Menyiapkan semua kebutuhan dan keperluan suami.
Dilarang berdekatan dengan pria manapun.
Dilarang ikut campur urusan suami dengan istri pertama.
Tidak boleh mempublikasikan pernikahan ini.
Itulah beberapa isi point dari peraturan yang tertulis di kertas putih itu. Namun hanya itu saja, tidak ada embel-embel harus tanda tangan dan itu membuat kening Aurora berkerut. Sebab yang ia tahu seperti dengan novel novel yang biasa ia baca, biasanya istri kedua mendapatkan kontrak entah itu menjadi istri berjalan 3 bulan, 1tahun. Biasanya! Namun ini?
"Hmm.. Itu.. Anu." Aura ingin mengutarakan apa yang ada di pikirannya, namun ia merasa gugup.
"Apa?" tanya Al tegas.
"Tuan, apa kita nikah ini serius?" Kening Al mengkerut mendengar ucapan wanita yang kini menyandang gelar sebagai istri keduanya.
"Eh anu. Maksud Aura gini. Nggak ada sistem kontrak gitu, berapa bulan atau berapa tahun saya akan jadi istri tuan? Yang biasa seperti di novel-novel." Ucap Aura polos.
"Kebanyakan ngehalu kamu. Ini dunia nyata bukan dunia halu. Nggak ada sistem kontrak-kontrakan. Kamu istri SAH saya, mulai hari ini sampai seterusnya. Meskipun kita tidak saling mencintai." Aurora hanya manggut-manggut.
"Entah aku harus bahagia atau sedih dengan status baruku ini. Oh Ya Allah!" Batin Aurora frustasi.
"Te-terus bagaimana nasib saya kalau istri pertama tuan tahu. Saya tidak mau dicap sebagai perusak rumah tangga orang." Inilah pertanyaan yang sedari tadi menghiasi kepala Aurora. Bagaimana nasibnya ke depan jika istri pertama suaminya tahu. Apakah ia akan di depak dari kehidupan ini? Apakah dia akan dikirim ke planet Mars?
"Kamu tidak usah pikirkan itu. Itu akan jadi urusan saya." Al dapat melihat ketakutan yang melanda istri keduanya itu. Dirinya tidak bisa menjanjikan apapun sekarang. Yang hanya bisa ia lakukan adalah sebisa mungkin ia akan menjadi suami yang adil untuk kedua istrinya.
Meski ia tak merasakan perasaan lebih ke istri keduanya namun siapa yang tahu kedepannya. Mungkin saja ia bisa seperti asistennya itu, yang sekarang lebih mencintai istri keduanya darpada istri pertamanya.
"Tapi bagaimana kalau tuan diharuskan memilih salah satunya?" Aurora langsung menepuk pelan kepalanya. Dia merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa pertanyaan seperti itu bisa lolos dari bibirnya. Jelas-jelas ia sudah tahu jawaban nya tanpa suaminya menjawab sekalipun.
Al hanya diam.
Dia belum bisa menjawab pertanyaan itu. Setelah beberapa menit berfikir apa yang harus diucapkan agar istri keduanya itu tidak tersinggung, baru saja ia ingin mengeluarkan suara, tiba-tiba Aurora menyela..
"Tidak usah dijawab tuan. Saya sudah tahu jawaban nya tanpa tuan jawab. Maaf atas pertanyaan saya yang lancang." Ucap Aurora tersenyum getir seraya menganggukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maafnya.
Kembali Al menautkan alisnya, "Apa yang dia tahu?" Batinnya.
"Aku akan kembali ke sebelah." Kini Aurora telah berdiri.
"Hmm.. Setelah kau ganti baju segera ke sini kembali. Bawa barangmu yang perlu saja. Mulai hari ini kau akan tinggal di sini. Kau hanya tinggal di sebelah ketika Jenny datang." Tegas Al dan hanya di angguki oleh Aurora.
Saat tiba di unit apartemennya Aurora menatap dirinya di cermin dengan tersenyum getir dan mata berkaca-kaca.
"Aku tidak tahu, apakah ini keputusan yang tepat atau justru semakin menjebakku ke jurang kehancuran. Akan sulit untuk tidak membawa perasaan ke dalam hubungan pernikahan ini. Apalagi suamiku begitu tampan. Bohong jika aku tak menyukainya, bahkan perasaanku tumbuh ketika pertama kali melihatnya. Tapi aku akan sekuat hati untuk tidak jatuh cinta. Atau aku akan merasakan sakit sendiri."
"Ingat Aura, kau hanya istri kedua. Istri yang hanya akan bersama dengannya ketika istri pertamanya tidak ada. Tak lebih dari itu. Ingat Aura, jangan pernah mengharapkan lebih." Begitulah Aura memperingatkan dirinya sendiri seraya beberapa butiran cairan bening lolos di pelupuk matanya.
Setelah mengganti pakaiannya dan menghapus make upnya, Aura kembali ke unit apartemen sebelah di mana ia akan memulai hidup barunya bersama seorang pria yang baru saja menjadi suaminya. Pria yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya, namun tiba tiba saja jadi suaminya.
Begitu masuk Aurora dapat melihat suaminya duduk santai dengan kaki berselonjoran di meja dengan angkuhnya. Menatap kepada Aurora yang berjalan masuk dengan tas selempangnya. Aurora mendekat.
"Siapkan makan siang. Aku lapar!" Begitulah suara bariton itu memerintah dirinya.
"Baik tuan."
"Kau bisa menyimpan tasmu dikamar kita." Ucap Al menunjuk kamar mereka dengan dagunya.
"Baik tuan." Kata Aurora lalu melangkah ke kamar itu.
Aurora membuka pintu kamar itu pelan. Matanya berbinar melihat kamar yang akan ia tempati begitu mewah. Ranjang king size, lampu tidur super mewah, sofa panjang, serta terlihat juga 2 pintu di kamar itu yang di yakininya pintu pertama adalah kamar mandi.
Perlahan Aurora membuka pintu ke dua berjalan masuk ke ruangan yang dipenuhi dengan pakaian, tas, sepatu serta sandal dan juga aksesoris yang harganya ditaksir puluhan bahkan ratusan juta.
"Horang kaya." Aurora menatap semua barang itu dengan begitu takjub. "Kapan aku punya yang seperti ini. Koleksinya banyak sekali. Tapi sayang, mubazir juga kalau nggak di pake begini."
"Ekhem."
"Lemari yang di depanmu adalah milikmu." Aurora tersentak saat suara bariton itu tiba-tiba saja muncul, entah sejak kapan suami tampannya itu berdiri diambang pintu, seraya menyandarkan badannya dengan tangan bersedekap di dada. Akh.. Sangat mempesona!
"Aku?" tanya Aurora menunjuk dirinya.
"Hmm milikmu. Semua di dalam lemari itu milikmu. Aku tidak tahu seleramu jadi aku menyuruh sahabatmu yang menyiapkannya."
Aurora merasa terharu dengan apa yang dilakukan pria itu.Aurora membuka satu persatu lemari yang cukup besar itu. Dapat ia lihat gaun mahal yang berjejeran, beberapa set baju tidur, beberapa aksesoris serta beberapa berlian terlihat disana. Tas dan sepatu yang tatkala mewah dari milik istri pertamanya.
"A--apa ini tidak berlebihan tuan? Ini semua barang mahal. Aku tidak terbiasa memakai barang semahal ini." Ucap Aurora gugup menatap pria yang sudah menjadi suaminya itu.
"Mulai sekarang kau harus terbiasa hidup mewah. Aku tidak mungkin membiarkan istriku berpakaian lusuh sedangkan aku berpakaian mewah."
Aura tersenyum kaku, "Apa tuan tidak takut, aku menghabiskan uang tuan?" tanya Aurora tanpa melihat suaminya. Matanya sibuk memindai benda yang ada di depannya.

Book Comment (149)

  • avatar
    ButonSuci

    pada part ini aku suka karna mengingatkan kita tentang perjuangannya melahirkan kita maka kita jua sebagai anak.. jangan membangkang kpd ibu

    12d

      0
  • avatar
    AlifAlifff

    bagus

    01/08

      0
  • avatar
    SevimaifrentiSevimaifrenti

    sangat bagus

    22/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters