logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Tragedi Kamar Mandi

Gue langsung bergegas menuju toilet. Karena asli, ngerjain soal Fisika itu selalu membuat gue kebelet pipis terus. Udah soalnya banyak rumus, rumit, hitungan pula. Ah, benci banget gue pelajaran Fisika.
Untungnya, gurunya cantik, jadi gue betah deh berlama-lama di kelas selama 3 jam penuh dengan pelajaran yang paling gue benci itu.
“Argghh, leganya!”
Saat gue sedang membenarkan resleting celana, tiba-tiba saja ada seorang perempuan yang baru saja keluar dari dalam toilet. Begitu mata kami berdua saling bertemu, perempuan itu berteriak dan langsung memukuli kepala gue dengan tasnya, hingga membuat celana gue yang belum sempat gue benarkan, terlepas dan tergeletak di lantai. Untung gue pake celana boxer Naruto favorit gue.
Begitu celana gue terlepas, perempuan itu kembali berteriak dan memukuli kepala gue dengan ranselnya.
“Stopp. Ini apa-apaan, sih?” teriak gue sambil memegang tangan perempuan itu.
“Loh, ternyata elo?” seru gue begitu melihat Karisa berada di dalam toilet laki-laki, “elo ngapain di sini? Ini kan, toilet cowo!”
“Benerin dulu celana lo!” serunya sambil memalingkan wajahnya karena malu.
“Iya, elo nya lihat ke sana dulu, dong. Elo mau ngintip?”
“Males banget!” katanya menjawab.
Karisa langsung membalikkan badan, hingga membuat gue langsung membenarkan celana gue yang belum terpakai rapih.
“Udah.”
“Beneran?” tanyanya tak percaya.
“Iya.”
Karisa langsung membalikkan badannya kembali dan menatap wajah gue dengan malu. Kalau memasang ekspresi wajah malu seperti itu, gue jadi gemes sendiri ngelihatnya. Gemesin banget sumpah!
“Elo ngapain di sini?”
“Toilet cewe penuh. Gue udah beneran nggak tahan pengen pipis, makanya gue ke sini,” katanya menjawab.
“Kenapa lo nggak tunggu aja, sih? Elo tahu kan di sini ada orangnya?”
“Sorry,” katanya sambil menundukkan kepala.
“Ya udah, jangan diulangi lagi.”
Karisa mengangguk kemudian pergi dengan tergesa-gesa seperti ketakutan melihat gue. Emangnya gue setan apa, pake acara takut segala!
“Tunggu!” teriak gue hingga membuat langkahnya terhenti.
Gue berjalan menghampirinya dan berdiri di hadapannya.
“Arfan.” Gue memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
Karisa termangu di tempatnya. Sepertinya, dia terkejut dengan sikap gue yang tiba-tiba saja mengulurkan tangan dan mengajaknya berkenalan.
“Arfan,” kata gue kembali mengulang.
Karisa masih tetap diam di tempatnya dan menatap tangan kanan gue dengan bingung. Ini cewe kayanya hidupnya banyak bingungnya dan banyak pertimbangannya, deh. Heran gue jadinya.
“Ini bersih, gue udah cuci tangan, ko.”
Karisa tersenyum sinis hingga membuat gue kembali mengulurkan tangan, bermaksud untuk mengajaknya kembali berkenalan dan berjabat tangan.
“Woi, gue Arfan!” teriak gue yang lama-lama kesel juga dicuekin.
“Karisa,” katanya membalas uluran tangan gue dengan gugup.
Gue tersenyum lebar hingga membuat Karisa sepertinya bingung melihat gue tersenyum seperti ini. Biasanya, kata temen-temen gue nih, kalau gue udah senyum lebar kaya gini pasti cewe-cewe langsung tergila-gila gitu sama gue. Nggak tahu kalau Karisa. Dia bakalan kaya cewe-cewe yang lain juga nggak, yah?
“Kenapa senyam-senyum gitu?” tanyanya dengan wajah juteknya.
“Nggak, ko. Pengen aja, emangnya nggak boleh?”
“Bukannya nggak boleh.”
“Terus, apa?”
“Tahu, ah. Aneh lo,” katanya membalas kemudian pergi.
“Eh, tunggu dulu!”
Gue langsung menarik tangan Karisa bermaksud untuk menahannya agar tidak cepat-cepat pergi. Gue harus berbuat sesuatu, ini kesempatan emas dan nggak akan datang dua kali. Tapi, gue harus melakukan apa, yah? Gue mendadak bego soal beginian. Gue bingung, ayo Arfan berpikir cepat.
“Apaan, sih? Lepasin tangan gue!” katanya galak sambil menepis tangan gue ke udara.
“Wow, sabar, Neng. Jangan marah-marah terus!”
“Gue nggak marah-marah. Tapi, lo jangan main seenaknya pegang tangan gue,” katanya menjawab yang masih dengan wajah juteknya.
“Gue anterin lo pulang, yah?” kata gue tiba-tiba, tanpa sadar, dan benar-benar reflek.
Karisa memasang ekspresi wajah tablonya. Benar-benar terlihat bingung, heran, dan juga aneh. Gue sendiri juga bingung, kenapa gue tiba-tiba ngomong kaya gitu sama dia? Tapi kepalang tanggung, jadi lanjutkan saja.
“Hah?” katanya yang terlihat terkejut begitu mendengar tawaran gue barusan.
“Kenapa? Salah ngomong gue?”
“Bukannya gitu, gue . . . .”
“Gue apa?” potong gue cepat.
“Gue . . . .”
“Ya udah, ayo pulang.”
“Heh?” katanya yang masih terlihat bingung.
“Elo emangnya mau nginep di sekolah?”
Karisa masih terdiam di tempat hingga membuat gue langsung menarik tangannya dengan cepat. Ini cewe dari tadi banyak diem dan bengongnya. Dari pada kesambet setan, mending kesambet cintanya gue. Dari pada banyak mikir, mendingan gue langsung tarik aja tangannya biar cepat gerak.
“Udah, jangan banyak ngelamun. Banyak ngelamun di sini, nanti elo kesambet setan.”
“Eh, tapi . . . tunggu, Arfan!” katanya berteriak dengan tatapan mata yang tampak panik dan juga ragu.
“Udah, jangan banyak tapi-tapian lagi!”

Book Comment (239)

  • avatar
    KhairunnisaYasmin

    mayan

    29d

      0
  • avatar
    1207Sumi

    trpesoba dengan ceritanya

    28/07

      0
  • avatar
    risristi

    bagus banget

    18/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters