logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2

Waktu istirahat Luna habiskan bersama teman-temannya di sebuah ruangan khusus cleaning servis.Ada yang makan dan ada juga yang hanya sekedar duduk santai.
Dari semenjak masuk ruangan itu Luna mendengar tema-temanya yang sedang membicarakan sang CEO yang katanya sangat tampan tapi super super cuek dan sikapnya dingin sekali kepada karyawan apa lagi karyawan kelas bawah seperti mereka-mereka itu.
Tidak sedikit karyawannya yang mengidolakan dirinya meskipun sikapnya seperti itu.
"Pak Varo itu kalau senyum, duh, membuat hatiku jadi berbunga-bunga."
Salah satu teman cewek mereka yang bernama Eni yang begitu tergila-gila kepada Varo.
Di sambut gelak tawa dan cibiran dari teman-temannya yang lain. Tapi, Eni seperti orang yang pura-pura tuli, ia tidak menghiraukan teman-temannya yang mengatai dirinya.
"Udah, entar di denger pak Pak Varo baru tahu rasa kalian."
Salah satu teman menenangkan mereka.
"Lagian mana mau si bos masuk keruangan ini, kayak enggak tahu si bos aja kalian."
Adi juga ikut menimpali obrolan mereka.
"Dia akan kesini kalau dia ke sambet setan, jadi jangan harap dia mau datang kesini."
Salah seorang teman lagi menimpali omongan Adi.
"Hush, kalian ini. Tidak boleh bicara seperti itu. Nanti omongan kalian di dengar oleh orang lain baru kalian rasain." Oki pun mengingatkan mereka agar tidak sembarang bicara. Di kantor itu banyak kaki tangan Varo.
"Iya kak, maaf."Seseorang yang tadi bicara seperti itu pun langsung menyesali perkataannya.
Luna dan Mutia hanya menjadi pendengar saja. Mereka tidak cukup berani untuk mengatai bosnya yang belum pernah ia lihat itu. Mereka pun mulai bekerja kembali sampai sore. Meskipun melelahkan, Luna bahagia bisa bertemu teman-teman yang menerima dirinya apa adanya.
Capeknya terasa berkurang saat melihat canda tawa dari teman-temannya. Semuanya baik dan selalu membantu Luna saat meminta bantuan apapun. Seseorang diantara mereka pun menyukai Luna. Namanya Adi. Luna tidak bisa memberikan harapan yang tidak pasti kepada Adi. Hatinya benar-benar belum bisa menerima laki-laki lain meskipun kepergian kekasihnya sudah sangat lama. Luna takut saat ia jatuh cinta lagi kepada seseorang ia akan kehilangan seseorang tersebut. Adi pun berniat untuk menunggu Luna sampai kapanpun ia mau membuka harinya untuk Adi.
Luna hanya menganggap Adi sebagai teman kerja tidak lebih dari itu.
Sore itu Luna pulang seperti biasa bersama teman-temannya. Mereka berpapasan dengan Elvaro saat akan menuju ke parkiran khusus karyawan.
Tidak ada satupun yang berani melihat ke arah bosnya, meskipun tempat parkiran yang Pak Varo tuju berbeda. Mereka baru menggunjing bosnya itu setelah menghilang dari pandangan mereka.
"Jadi itu Pak Varo, pemilik perusahaan ini." Gumam Luna dalam hati.
Luna baru pertama kali melihat bosnya sore ini. Wajarlah banyak yang menyukai Pak Varo dia memang laki-laki yang memiliki segalanya pikir Luna.
Tapi apakah benar Pak Varo itu sangat sombong seperti yang di beritakan.
Kelihatan dari cara jalan dan pandangannya sih memang seperti itu. Ia sama sekali tidak mau menyapa dan bersikap ramah kepada karyawan biasa.
Sorot matanya menggambarkan keangkuhan penuh ambisi. Luna sangat jelas melihat wajahnya bosnya itu. Pak Varo tidak melihatnya, ia hanya fokus berjalan tanpa menengok kemana-mana. Pandangannya lurus ke depan. Ia menggunakan kaca mata hitamnya saat masuk mobil. Luna satu-satunya karyawan yang berani melihat wajah Elvaro karena dirinya begitu penasaran dengan wajah sang CEO .
Dua bulan sudah ia bekerja, baru kali ini dia berpapasan dengan Elvaro. Itupun hanya kebetulan karena Elvaro pulang saat jam pulang kantor. Biasanya Elvaro akan pulang sebelum dan sesudah jam kantor. Bersamaan pulang akan membuat dirinya mendapat banyak godaan dari pegawai wanita bawahnya.
Elvaro memang masih sendiri, belum ada satupun wanita yang membuatnya jatuh hati. Ia sangat pemilih dalam urusan wanita. Beberapa wanita dari kelas atas menawarkan dirinya untuk di jadikan sebagai kekasih. Namun, Varo tidak menginginkan salah satu diantara mereka. Entah wanita cantik seperti apa yang dirinya cari. Mungkin wanita itu harus turun dari langit dan secantik bidadari.
Di kamar kost yang tidak terlalu besar, Luna sedang bersiap untuk tidur dengan Mutia.
"Kamu melihatnya tadi?"
"Em, dia seperti yang di ceritakan teman-teman."
"Iya, dia memang sangat tampan. Wanita manapun pasti ingin di jadikan sebagai kekasih olehnya"
"Bukan yang itu, wajahnya sangat kaku. Aku pikir dia tidak bisa senyum"
"Hahaha. Kalau dia dengar pasti kamu langsung di hukum sama dia. Hem, atau mungkin di Pecat."
Mutia tidak bisa menahan tawanya saat melihat wajah Luna yang terlalu serius saat memberikan penilaian kepada bos mereka itu. Mutia kemudian menakuti Luna yang sama sekali belum kenal siapa Elvaro .
Luna percaya saja apa yang sahabatnya itu bilang. Ia membayangkan kalau dirinya di pecat oleh Pak Varo dengan muka dinginnya ia melakukan semua itu kepada Luna. Seketika Luna bergidik ngeri , ia tidak bisa membayangkan kalau suatu hari ia harus terpaksa bertemu atau berbicara dengan bosnya itu.
Varo terlihat begitu menakutkan bagi Luna. Membayangkan berhadapan langsung dengannya saja ia sudah takut apalagi jika harus memiliki urusan dengan laki-laki seperti Elvaro.
"Semoga aku tidak akan pernah bertemu atau berurusan dengan pak bos ya"
"Emang kenapa? dia ganteng tau"
" Aku membayangkannya seperti psikopat"
"Ada-ada saja kamu ini Lun, mending kita tidur sekarang"
Mereka pun kemudian tertidur dan sudah berada dalam alam mimpi mereka masing-masing.
Luna yang saat itu berada di sebuah ketinggian. Tiba-tiba saja Elvaro datang dan mendorong dirinya sampai terjatuh.
Saat sudah terjatuh Elvaro mengulurkan tangannya untuk menolong Luna, kenapa ia harus mendorongnya jika ia kemudian menolong dirinya. Karena tidak terima telah di dorong, Luna tidak mau menerima uluran tangan Elvaro.
Elvaro menjadi sangat marah dan memaksa Luna untuk masuk ke sebuah rumah. Dalam rumah itu Luna mendengar tangisan bayi, Luna pun mencari-cari bayi itu dan kemudian melihatnya di tempat yang sangat indah.
Bayi itu tersenyum melihat dirinya. Saat Luna ingin menggendong nya.
"Lun..Luna..Lun.. bangun!" Mutia membangunkannya dari tidur dan mimpinya.
"Cuma mimpi rupanya"
"Kamu mimpi apa sih Lun? kok sampai mengigau seperti itu?"
"Maafkan aku Mut, tidurmu pasti terganggu ya?"
"Tidak apa-apa. Sudah jam segini, aku lebih baik mandi dan bersiap untuk pergi kerja"
"Inikan terlalu pagi, Mut"
"Enggak apa-apa. Nanggung kalau tidur lagi"
"Baiklah, aku juga akan mandi setelah mu."
Mereka berdua pun akhirnya bersiap untuk pergi kerja. Mimpi yang aneh pikir Luna. Mungkin karena sebelum tidur mereka ngomongin Varo. Jadi, kebawa mimpi akhirnya.

Book Comment (1822)

  • avatar
    Pika '_'

    AGUS👍👍👍

    9h

      0
  • avatar
    Jaclyn Ensuna

    bagus ka

    13h

      0
  • avatar
    Dulu bosFree firee

    ingin diamond se banyak banyak nya

    18h

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters