logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part 3

Farrin masih tetap dengan pandangannya keluar jendela café yang kini tengah ia gunakan untuk menenangkan pikiran yang kalut. Tentu saja, ia masih belum tenang akibat berita pertunangannya yang begitu mengejutkan untuknya. Pun masih tak habis pikir, bagaimana bisa kekasihnya yang telah menjalin kasih selama tiga tahun ini dengannya bisa digantikan hanya dengan waktu satu malam saja tanpa pemberitahuan sebelum itu.
Jangankan untuk pemberitahuan, bahkan untuk kata putus saja tidak ada di antara mereka. Memang, ia telah mengenal Vian jauh hari sebelum ini, tetapi tetap saja hal ini tak dapat ia terima dengan mudah.
Apakah kau masih bisa menerima pertunangan dengan adik kekasihmu di saat yang bahkan kau saja ingat jika tidak ada masalah di antara kalian?
Heol! Jika saja bukan adik dari sang kekasih yang kini menjadi tunangannya, ia tak akan merasa sakit hati lebih dari ini. Ia akan lebih menerima jika yang ditunangkan dan dijodohkan dengannya adalah orang lain.
Di mana hati mereka? Semudah inikah mempermainkan perasaan seseorang?
Padahal keluarganya dan keluarga kekasihnya sangat dan amat tahu jika keduanya tengah menjalin kasih. Lalu dengan seenak hati merubah status mereka menjadi tunangan tentu dengan merubah orang yang akan di tunangkan juga. Lagi, kabar yang menyakitinya lebih jauh adalah kekasihnya pergi di hari yang sama dengan waktu ia ditunangkan. Sebegitu tak inginnyakah pria itu?
Padahal jika dipikir, kurang apa ia selama ini?
Ia telah cukup sabar menghadapi kekasihnya. Ia sudah meminimalisir pertengkaran di antara mereka. Ia juga sudah belajar lebih banyak untuk bersikap lebih dewasa dan berusaha menjadi calon istri yang lebih baik. Apakah hal itu masih kurang? Ia bahkan yakin jika calon ibu mertuanya itu –yang artinya ibu dari kekasihnya- dengan terang-terangan telah menyetujui hubungan mereka.
Atau sebenarnya hidupnya hanya bisa begini? Hanya bisa terus disakiti tanpa dia bisa memilih?
Ia bahkan masih ingat dengan hubungannya dengan dua pria sebelum ini. Pertama ia di duakan, dan yang kedua ia ditinggalkan begitu saja karena perjodohan.
Cih! Perjodohan lagi.
Tak adakah hal lain selain perjodohan?
Karena sepertinya ia merasa muak dengan kata itu.
Kata yang mengungkapkan tentang ketidak berdayaannya melawan manusia yang lebih tua dari segi umur darinya dan berlaku seenaknya dengan dalih kebaikan untuk anak mereka.
Heh!
Farrin janji, jika kelak ia memiliki anak, ia tak akan menggunakan kata perjodohan untuk anak-anaknya. Ia akan membebaskan apa yang ingin anaknya raih. Bagaimanapun keadaannya. Ia juga berjanji siapa pun pasangannya nanti, akan ia layani sepenuh hati. Ia tak ingin menyesal di tengah jalan dengan menyia-nyiakan hal yang ada di hadapannya. Sebenarnya, ia juga tak ingin naïf jika ia menginginkan kebahagiaan. Tapi yang dipelajarinya sejak kecil adalah bahwa kebahagiaan akan datang jika ia menjalani hidup apa adanya dan mengikuti kata hati. Memang, bagi sebagian orang ia dinilai terlalu keras kepala. Akan tetapi, beginilah caranya. Ia hanya mengikuti apa kata hatinya, itu saja.
Lalu dengan menerima orang yang kali ini digadang-gadang akan menjadi pendampingnya di waktu kurang dari dua bulan ke depan adalah keputusannya.
I let my guard down and then you pull the rug,
I was getting kinda used to being someone you loved.
Seakan ditertawakan, diejek, dan dicela oleh dua baris syair yang tentunya ia paham artinya, Farrin merasa jika ia pun begitu. Tak ada ubahnya dengan lagu yang sekilas ia dengarkan dari audio café yang di putar dalam playlist mereka. Ia yang mengingat detail dengan baik jika akhir-akhir ini mereka sama sekali tak memiliki masalah berarti. Namun, bukan berarti mereka tak pernah memiliki masalah selama menjalin hubungan.
Tidak!
Bukan begitu.
Mereka pernah beberapa kali cekcok atau berseteru tentang beberapa hal. Setelah itu tak akan lama sebab mereka kemudian menyelesaikannya dengan baik-baik. Tidak seperti sekarang ini. Di mana mereka ‘baik-baik saja’. Namun, tiba-tiba dia pergi dan meninggalkannya tanpa kejelasan dan penjelasan sama sekali. Malah, dengan tidak etisnya kekasihnya merelakan ia bertunangan dan akan menikah dengan adiknya.
Dalam benaknya, apakah dia sudah tak memiliki keberanian atau setidaknya hal untuk memperjuangkannya di hadapan orang tua mereka, hingga mereka menyerah akan keputusan ibunya yang lebih menginginkan jika ia bersanding dengan orang lain?
Jika begini pun, ia hanya bisa merasa rendah diri.
Tentu saja ia tak akan bisa menandingi pesona kakaknya yang hebat di segala bidang, hingga mendapat kepercayaan dari orang tua mereka untuk melanjutkan bisnis property yang sudah berkembang itu. Ia yang tak tertarik sama sekali dengan dunia bisnis seperti kakaknya hanya bisa menjadi seorang guru di salah satu playgroup terkemuka di kotanya. Jangan salah, karena nyatanya menjadi salah satu pengajar di sana haruslah mengikuti seleksi ketat dan tidak bisa menerima orang sembarangan. Karena playgroup tersebut terkenal akan kualitasnya hingga banyak di lirik oleh pengusaha yang ingin penerusnya mendapat pendidikan terbaik.
Dengan semua itu, tetap saja penghasilannya tidak akan dapat menandingi pendapatan kakaknya sebagai seorang manager, kan? Hal itulah yang membuatnya seakan dipandang sebelah mata. Tak hanya oleh orang tuanya, melainkan oleh beberapa orang di sekitarnya juga. Meski di saat yang terlihat kedua orang tuanya tak mempermasalahkan hal itu, ia bisa menangkapnya karena meski mereka menyembunyikannya terlalu baik. Ia tetap dapat melihat betapa raut kecewa itu tersirat di pandangan mereka. Apalagi dengan pernikahan kakaknya dengan seorang yang memiliki jabatan yang sama dengan kakaknya, seorang pewaris. Hal itu juga menambah beban pikirnya.
Ia bisa mengerti akan hal itu. Karena pastinya setiap orang tua ingin anaknya memiliki karir yang sukses dan masa depan yang cerah dengan gaji besar dan pasangan yang tak jauh dari hal itu. Sedang dirinya? Hampir mendapat yang setara suami kakaknya, malah terbelokkan dan mendapat kepala divisi.
Mungkin, calon mertuanya malu mendapat menantu yang hanya seorang guru sepertinya hingga merasa tak layak jika disandingkan dengan putranya yang luar biasa itu.
Apakah memang benar begitu sesuai dengan pemikirannya ini?
“Aku lelah. Kepalaku terasa panas. Sepertinya hal ini bukan hal baik jika aku berlanjut memikirkan keadaanku. Pasti anak-anak akan terkena imbasnya,” bisiknya yang entah pada siapa.
Farrin memang sangat menyukai anak-anak dan segalanya tentang dunia kecil mereka hingga ia memutuskan untuk mengambil jalan ini. Ia tak menyesal, sungguh! Karena ia bahkan rela menanggung tekanan ini begitu lama. Sekarang, hal itu terbayar. Hanya dengan melihat murid-murid kecilnya ia bisa melepaskan segala beban yang selama ini menggelayuti pundaknya.
Lalu, sepertinya ia juga akan melakukan hal itu pada keadaannya sekarang.
Ia tak boleh berlama-lama terlarut dalam kesedihan akibat ditinggal kekasihnya pergi. Sama seperti ia melupakan pandangan mereka terhadapnya, begitu pula ia akan melakukannya. Setelah ini, ia bertekad akan menerima siapapun tunangannya dan mencoba menerimanya apa adanya. Lagi pula, ia pikir hal itu tidak terlalu buruk sama sekali. Ia bisa menerima perlahan, memulai kembali dan menjadi istri yang baik di waktu yang kurang dari dua bulan ini. Karena ia yakin, pernikahan mereka akan tetap berlangsung apa pun keadaannya. Ia juga yakin jika sama sekali tak akan bisa menolaknya, terkait apa pun alasan yang ia lontarkan pada mereka.
Karena memang sedari dulu selalu begitu. Tak akan ada yang menganggap penting pendapatnya.
“Boleh aku duduk di sini? Tempat lain sudah penuh dan hanya kau orang yang kukenal dan memiliki bangku kosong untuk kududuki.”
Farrin yang menghentikan lamunannya karena sebuah suara yang masuk indera pendengarannya kini mendongak. Ia bisa melihat jika suasana café sudah lebih ramai dari kedatangannya tadi itu hanya bisa membenarkan ucapan pemuda bertubuh jakung tersebut. Dengan perlahan, ia menganggukkan kepalanya dan mempersilakan pemuda itu duduk di hadapannya.
“Terima kasih sudah mengizinkanku untuk duduk di sini,” ucapnya pada Farrin.
“Sama-sama.”
Farrin tahu, inilah langkah awal yang seharusnya ia jalani. Karena mungkin setelahnya, ia akan melangkah ke depan dan membuang semua hal di awal.

Book Comment (111)

  • avatar
    Refandy

    kerenn!!!

    17/08

      0
  • avatar
    Yasmin Santos

    ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

    16/08

      0
  • avatar
    LindaTiur

    sangat bagus

    13/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters