logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Bertemu Arvin

Diana tertawa dalam hati. Fani sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Mia. Di saat yang lain lebih suka pergi secara sembunyi-sembunyi, hanya mereka berdua yang berani meminta izin pada orang tuanya sebelum pergi ke kelab malam.
Polos sekali.
“Mia ....” Haris menatap tajam Mia yang rupanya sudah bersiap dan kini berdiri di depannya, “Papa nggak ngizinin kamu pergi ke sana!”
Mia tidak menyerah. Dia menghadiahi kitty eyes andalannya yang membuat pertahanan Haris goyah. Diana kembali menahan tawa melihat kelakuan suami dan putrinya tersebut.
“Bukannya Mia udah punya pengawal, Om? Suruh aja Mas Raka buat nemenin kami selama pergi ke kelab malam. Kalau ada Mas Raka, Om nggak perlu khawatir lagi sama keselamatannya Mia. Dijamin aman. Iya ‘kan, Tante?”
Jika tidak ingat status Fani sebagai sahabat putrinya, mungkin sudah sejak tadi Haris melempar gadis itu ke kolam renang di belakang rumah mereka.
***
Raka baru saja masuk ke kamar usai menikmati makan malam. Dia buru-buru mengambil ponselnya saat mendengar suara dering cukup keras. Tanpa melihat kontak si penelepon, Raka langsung menjawab panggilan yang masuk.
“Halo?” Begitu mendengar suara di seberang sana, Raka kembali mengecek nama kontak dan hanya bisa menghela napas. “Iya, Om.”
Wajah tenang Raka berubah kusut setelah mendengar apa yang disampaikan Haris.
“Oke, aku ke sana sekarang.”
PIP!
Decakan kesal lolos dari bibir Raka. Pria itu mengambil jaket kulit yang tergantung di sudut ruangan, lantas berlari keluar kamar. Dia berpapasan dengan Arvin di anak tangga.
“Mau ke mana, Kak?”
“Ke rumahnya Mia,” jawab Raka singkat dan terus berjalan.
Arvin yang terlanjur penasaran mengekor di belakang pria itu. “Terjadi sesuatu?” tanyanya.
“Om Haris minta aku nemenin Mia sama temennya pergi ke kelab malam.”
Arvin melongo mendengar jawaban Raka, setelahnya dia tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.
“Astaga, aku jadi makin penasaran sama Mia! Baru kali ini ada anak gadis terang-terangan mau pergi ke kelab malam.” Arvin mati-matian menghentikan tawanya tetapi gagal.
“Diem! Nggak usah ketawa!” semprot Raka semakin kesal.
“Aku ikut ya, Kak? Siapa tahu, Kakak nanti butuh bantuanku.” Arvin secara suka rela menawarkan bantuan untuk Raka. “Biar aku aja yang nyetir mobil.”
“Terserah.” Raka melempar kunci mobilnya. Dia melirik ke arah ruang santai. “Pa, Ma, kami pergi dulu.”
Yudha dan Irma yang masih asyik menonton TV di ruang santai bingung melihat dua putranya pergi keluar dengan langkah tergesa-gesa.
“Kalian mau ke mana?” tanya Irma heran.
“Kami mau pergi ke kelab malam, Ma,” jawab Arvin kemudian buru-buru menarik Raka pergi sebelum—
“Oh, ke kelab—APA?!”
—terdengar suara amukan ibu mereka.
***
Diana berusaha keras menghibur Mia yang kesal lantaran Raka tak kunjung datang. Bersama Haris dan Fani, saat ini mereka sedang menunggu kedatangan Raka di halaman depan rumah. Mia terlihat berjalan mondar-mandir sambil memasang wajah cemberut.
“Mia sabar, ya? Sebentar lagi Raka pasti dateng,” hibur Diana.
Gadis itu menggelengkan kepala dengan bibir mencebik imut. Tangannya terlipat di depan dada, lengkap dengan wajah merajuk bak bocah umur lima tahun.
Tak lama terdengar deru mesin mobil diiringi suara klakson. Orang yang mereka bicarakan sudah datang. Mia bergegas menghampiri Raka yang baru saja turun dari mobil.
“Mas Raka lama! Aku udah nungguin dari tadi!”
Raka tidak menggubris kalimat protes Mia. Dia justru berjalan menghampiri Haris dan Diana. “Malam Om, Tante. Maaf, aku telat,” ucapnya merasa bersalah.
“Harusnya kami yang minta maaf karena udah manggil kamu malem-malem begini,” tutur Haris merasa tak enak. Bagaimanapun Raka sudah menemani Mia seharian di kampus sebagai awal interaksi mereka. Dia tahu Raka pasti kelelahan.
Sayangnya, urusan di luar kampus justru menjadi prioritas utama Raka. Apalagi jika berkaitan dengan kelab malam.
“Nggak apa-apa, Om. Ini memang tugasku,” balas Raka sekenanya.
“MAS RAKA!”
Teriakan keras Mia membuat semua orang menoleh. Tak terkecuali Arvin yang baru saja turun dari mobil.
“Mas Raka belum jawab pertanyaanku!” bibir Mia mengerucut lucu. “Kenapa datengnya telat?”
“Macet.” Raka menjawab asal dan langsung melotot tajam pada Arvin karena tertawa lepas. Kontan saja tawa adiknya barusan mengundang perhatian semua orang.
Mia mengerjapkan matanya bingung setelah menyadari keberadaan Arvin. “Siapa?”
“Halo, namaku Arvin. Aku adiknya Kak Raka,” balas Arvin. “Kamu yang namanya Mia, ya?”
Lagi, kitty eyes Mia mengerjap lucu. “Kamu tahu dari mana?”
Raka merasakan firasat buruk ketika melihat seringaian kecil di bibir Arvin.
“Kak Raka. Dia bilang dapet tugas baru jadi pengawal nona cantik kayak putri dalam negeri dongeng,” jawab Arvin. Dia tertawa puas dalam hati. Kapan lagi Arvin mendapat kesempatan untuk mengerjai kakaknya itu?
“Yang bener? Mas Raka ngomong gitu sama kamu, Vin?”
Tawa Arvin mendadak berhenti. “Vin?”
Mia mengangguk lucu. “Dilihat dari penampilan, kayaknya kamu seumuran sama aku. Aku panggil Arvin, ya?” pintanya sambil memasang kitty eyes untuk kesekian kali.
Arvin serasa terkena heart attack melihat sorot mata memohon yang diberikan Mia. Dia melirik Raka yang terlihat tenang, tetapi berhasil menangkap kedutan di bibir kakaknya itu.
Satu ide jahil kembali muncul dalam kepala Arvin.
“Tentu aja boleh, Mia.”
Mata Raka melotot melihat adiknya dengan mudah mengusap kepala Mia. Aneh, ada perasaan tidak rela ketika melihat interaksi dua orang itu.
“EHEM!”
Tanpa sadar Raka berdeham keras untuk mengalihkan perhatian Mia. Gadis itu memang menoleh padanya, tetapi yang terjadi selanjutnya membuat pria itu menggeram frustrasi.
“Tenggorokan Mas Raka sakit, ya? Aku punya permen supaya tenggorokan Mas Raka nggak sakit. Mas Raka mau?”
Selanjutnya hanya terdengar tawa membahana milik Arvin dan orang tua Mia.
“Mia, jadi nggak kita pergi ke kelab malam?”
Tanpa mereka sadari, Fani sudah masuk ke mobil Raka dan duduk manis di jok belakang. Gadis itu hanya mengerjapkan matanya bingung ketika mendapati semua mata—kecuali Mia—melotot tajam padanya.
“Kenapa kalian ngelihatin aku kayak gitu?” Mata Fani berkedip lucu. “Aku salah ngomong?”
TO BE CONTINUED

Book Comment (506)

  • avatar
    Fani Rifa

    susah ditebak alur ceritanya jd menarik

    3d

      0
  • avatar
    1Dika

    asu

    16d

      0
  • avatar
    HsheuuwHgwkwgie

    Mak jek balam 39

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters