logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Kesan Pertama

“Papa yakin Yudha sendiri yang ngusulin Raka jadi pengawal Mia?”
Haris mengangguk dengan senyuman lebar di wajahnya. Tawa kecil keluar dari bibirnya ketika mendapati Diana terus memperhatikan sosok Raka yang sudah berjalan menaiki tangga menuju lantai dua, tepat kamar putri mereka berada.
Diana masih terlihat ragu. “Kemarin Irma sempet nelepon Mama dan baru cerita kalau Raka udah balik dari London seminggu yang lalu.”
“Terus? Irma cerita apa lagi?”
“Dia bilang, Raka disuruh pulang sama Yudha buat gabung perusahaannya,” lanjut Diana. “Tapi, barusan Papa malah bilang kalau Raka mau jadi pengawalnya Mia. Yang bener aja, Pa? Masa lulusan MBA jadi pengawal?”
Mendengar pertanyaan Diana, Haris kembali tertawa kecil. “Yudha emang nyuruh Raka pulang buat kerja di perusahaannya. Tapi, Raka bilang dia baru mulai kerja di perusahaan papanya bulan depan. Selagi nunggu, dia ada beberapa undangan buat ngisi seminar di kampusnya dulu sama kampus lain.”
Diana mendengarkan penjelasan Haris dengan seksama.
“Nah, tiba-tiba aja Yudha ngusulin supaya Raka jadi pengawal Mia sementara waktu. Ya ... buat ngisi waktu luang Raka sebelum dia mulai kerja di perusahaan Yudha,” lanjut Haris. Dia kembali menyesap kopi kesukaannya.
“Cuma itu? Nggak ada motif lain?” Alis Diana terangkat. “Papa sama Yudha pasti ngerencanain sesuatu? Ayo, ngaku!”
“Ya ampun, Ma. Nggak usah mikir macem-macem.” Haris geleng-geleng kepala. “Papa nggak pernah maksa Raka buat jadi pengawalnya Mia. Itu sebenarnya permintaan pribadi Yudha. Dia bilang pengen ngubah pembawaan sikap Raka yang terkenal dingin dan cuek. Papa juga nggak ngerti maksudnya apa.”
Diana hendak bertanya lagi, tetapi Haris lebih dulu menahannya. “Udah, Ma. Kita pantau aja. Papa pribadi percaya Mia aman kalau sama Raka. Toh ini juga sementara aja kok. Nanti Papa bakal nyari pengawal profesional buat Mia.”
Mendengar ucapan Haris, Diana tidak punya pilihan selain menerima keputusan suaminya tersebut.
***
Raka mendorong pelan pintu kamar berhiaskan stiker gajah. Dia langsung disambut dekorasi kamar dengan nuansa serba pink. Dalam kamar itu terdapat lemari kaca, yang berisi beragam boneka dan koleksi lain yang berkaitan dengan tokoh kartun Hello Kitty. Semuanya tersusun rapi dalam lemari tersebut.
“Kamar anak perempuan selalu kayak gini, ya?”
Raka mengusap tengkuknya dengan dahi mengerut tajam. Jujur saja, ini pertama kalinya dia memasuki kamar anak perempuan. Di rumah, kamar ibunya yang jadi satu dengan ayahnya didesain lebih minimalis. Sementara kamar adik laki-lakinya, Arvin, tidak jauh berbeda dari kamarnya yang didesain dengan sentuhan maskulin.
“Ugh ....”
Lamunan Raka buyar setelah mendengar suara lenguhan dari arah tempat tidur. Dia melihat ada gundukan selimut di atas kasur.
Sebelum membangunkan Mia, Raka membuka gorden jendela terlebih dahulu. Dia lalu berjalan mendekati ranjang dan mengulurkan tangan bersiap membangunkan Mia. Dengan hati-hati, Raka mulai menepuk-nepuk gundukan selimut di atas kasur.
“Mia?”
Haris dan Diana memang meminta Raka untuk tidak bersikap terlalu formal pada mereka ataupun Mia. Sekalipun bertugas sebagai pengawal Mia, Raka tidak harus memanggil gadis itu dengan panggilan ‘Non’ seperti kewajiban para pengawal pada umumnya.
Tidak ada respon dari Mia. Raka berusaha menahan rasa kesal dan menggunakan cara lain. Kali ini dia menggoyang-goyangkan gundukan selimut itu.
“Mia, waktunya bangun!” Raka sedikit mengeraskan suaranya.
“Aku masih ngatuk, Ma ....”
DEG!
Tangan Raka melayang di udara setelah rengekan lembut dengan nada manja itu terdengar dari balik selimut. Dia menghela napas panjang, teringat kembali akan pesan Diana sebelum tiba di kamar Mia.
“Raka, Mia itu susah sekali dibangunin. Kalau nanti Mia merengek dan nggak mau bangun, kamu pakai cara kasar. Tarik aja selimutnya, terus siram air ke wajah Mia.”
SRAK!
Mengikuti saran Diana, Raka pun menarik kasar selimut Mia.
Glek!
Raka kesulitan meneguk ludahnya saat disuguhi pemandangan indah dari balik selimut. Piyama motif gajah membalut tubuh mungil Mia. Namun, bukan itu yang membuat Raka nyaris kehilangan pasokan oksigen.
Bagian kerah piyama Mia sedikit tertarik ke bawah, hingga membuat bahunya sedikit terekspos. Belum lagi bibir Mia yang mengerucut lucu seperti mengomel sendiri.
“Ya ampun.” Raka mengusap wajahnya frustrasi. Setelah mengendalikan diri, dia kembali membangunkan Mia.
“Mia, bangun!”
Suara Raka yang lebih keras akhirnya berhasil mengusik tidur Mia. Kedua kalinya Raka menyesal mendapati Mia justru menggeliat seperti cacing kepanasan. Di mata Raka, gerakan gadis itu terlihat errr—sedikit erotis.
“Mama! Aku masih ngantuk!” Dengan penuh emosi, Mia terpaksa bangun meskipun matanya masih terpejam. “Kenapa—”
Kalimat Mia terhenti setelah dia membuka mata yang langsung bersirobok dengan mata Raka. Bibir semerah ceri itu terbuka lebar seiring matanya yang mengerjap panik ketika menemukan orang asing di dalam kamarnya.
“KYAAAA! MAMAAAAA!”
BRUK! BRAK!
Suara debuman keras diiringi bantingan pintu terdengar menggema di seluruh penjuru rumah. Raka menatap datar pada Diana dan Haris yang baru saja tiba di kamar setelah mendengar teriakan maha dahsyat milik Mia. Sementara si pelaku keributan sudah berada di lantai.
Terlalu kaget dengan keberadaan Raka, Mia tidak sabar tubuhnya mundur ke belakang hingga akhirnya jatuh terjungkal dari tempat tidur.
“Astaga, Mia!”
Diana bergegas menghampiri putrinya yang duduk di lantai sambil mengusap-usap punggung.
“Punggungku sakit, Ma,” rengek Mia dengan mata berkaca-kaca.
Diana menggeleng, lalu melirik tajam ke arah Raka. “Kamu apakan Mia?”
Sesaat Raka bergidik ngeri melihat perubahan ekspresi wajah Diana. Ketahuilah, jauh lebih menakutkan daripada wajah ibunya.
“Aku ikuti saran Tante buat narik selimutnya Mia karena nggak mau bangun. Saat Mia buka mata, tiba-tiba aja dia teriak dan jalan mundur. Mungkin Mia nggak tahu kalau posisinya udah di pinggir jadi jatuh dari tempat tidur,” jelas Raka lancar tanpa jeda. Lengkap dengan ekspresi wajah datar.
Wajah marah Diana seketika lenyap, tergantikan dengan ekspresi kikuk.
“Sayang, coba jelasin.” Berbeda dengan beberapa menit lalu, tatapan mata Diana terlihat sengit ke arah Mia. Dia malu sudah menuduh yang tidak-tidak pada Raka.
“Aku kaget karena ada orang asing di kamarku.” Mia mencebikkan bibirnya lalu melirik Raka. “Dia siapa, Ma? Kenapa ada di kamarku?”
“Dia—”
“Tadi wajahnya serem banget, Ma. Kayak pembunuh berdarah dingin yang sering aku tonton di film favoritnya Fani,” seloroh Mia memotong ucapan Diana.
Haris yang tidak tahan lagi dengan segala macam tingkah ajaib putrinya ikut bergabung dalam obrolan. “Emang tadi wajahnya gimana?”
“Seperti ini.” Mia meniru ekspresi wajah datar yang selalu menjadi ciri khas Raka. Tawa pasangan suami-istri itu pecah karena ekspresi wajah Mia justru terlihat lucu.
Satu-satunya yang enggan berkomentar hanya Raka. Dia memilih bungkam meskipun hatinya terasa panas. Bukan karena kesal melainkan Raka merasa aneh dengan dirinya sendiri yang terus memperhatikan wajah Mia.
Raka bahkan tidak menyadari ada rona merah menghiasi pipinya.
“Mia, pria ini bukan orang asing.” Haris melirik Raka sebentar lalu tersenyum. “Namanya Raka. Mulai hari ini, dia bertugas jadi pengawal kamu.”
Mata Mia berkedip-kedip.
“Pengawalku?”
TO BE CONTINUED

Book Comment (506)

  • avatar
    Fani Rifa

    susah ditebak alur ceritanya jd menarik

    4d

      0
  • avatar
    1Dika

    asu

    17d

      0
  • avatar
    HsheuuwHgwkwgie

    Mak jek balam 39

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters