logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 6: Hari Pertama

Anisa masuk ke dalam kamar barunya. Di ikuti oleh Susi yang juga menuju ke kamar tersebut. Sekarang adalah Jam istirahat untuk para pembantu dan kembali bekerja lagi pada jam tiga pagi nanti.
"Kamu bisa menaruh baju milik mu di lemari sebelah kanan, di sana ada beberapa tempat kosong yang bisa kamu tempati untuk menaruh semua barang-barang milik mu," tutur Susi.
Anisa mengangguk, "apa kamu sudah bekerja lama di sini?"tanyanya.
Susi melangkah menuju ranjang, dia duduk dan membuka pita yang menggulung di rambutnya.
"Aku sudah lebih dari tiga tahun di sini, kalau ketua Ayumi itu sudah dua puluh tahun lebih, dari Tuan Hito masih kecil hingga besar seperti sekarang," jawabnya.
"Lama sekali ya," kata Anisa.
"Ya begitulah. Tapi kenapa kamu bisa menjadi pembantu di rumah ini juga? Secara semua orang yang bekerja di sini rata-rata karena paksaan, mereka tidak sanggup untuk membayar hutang kepada Nyonya Hana lalu Nyonya Hana menjadikan anak atau salah satu anggota keluarga dari mereka yang mempunyai hutang, untuk di jadikan sebagai pembantu di rumah ini."
"Apa kamu juga salah satunya dari mereka?" tanya Anisa. Sekarang ia sudah mulai penasaran sekali dengan sosok asli Nyonya Hana.
"Iya, aku salah satunya. Namun untungnya orang tua aku masih hidup, biasanya mereka yang mempunyai hutang kepada Nyonya Hana dan tidak mampu membayar dalam tempo yang sudah di tentukan. Maka nyawa mereka yang akan melayang, nyawa yang menjadi taruhannya. Ada beberapa orang tua dari para pembantu di sini yang sudah meningal karena tertembak." Paparnya.
"Tertembak?" Anisa agak sedikit shock mendengar kata 'tertembak' keluar dengan begitu mulus dari bibir Susi.
Susi mengangguk.
"Apa semua orang di keluarga ini semuanya jahat?" Anisa masih sangat penasaran sekali. Ia ingin tau lebih jelas lagi tentang Nyonya Hana dan juga asal usul keluarga di rumah ini.
"Kau lebih baik menaruh semua barang-barang milik mu dan langsung beristirahat, karena ini sudah waktunya jam tidur untuk para pembantu. Setiap kamar akan di cek satu persatu oleh petugas di rumah ini dan jika ketauan, maka kita akan di hukum. Besok pada saat jam istirahat aku akan jelaskan semuanya, kamu nanti bisa memikirkannya sendiri tentang keluarga ini." Kata Susi.
"Di cek ke setiap kamar para pembantu, begitu kah? Bukannya setiap kamar di kunci, lalu mereka masuk lewat jalan mana?" Anisa masih bertanya-tanya akan hal itu.
"Memang benar kamar ini akan di kunci, namun petugas sudah mempunyai kunci cadangan untuk rumah ini. Mereka bebas masuk dan keluar dari dalam kamar ini, tetapi mereka hanya sekejap saja. Sebab waktu adalah target mereka, mereka hanya berkeliling ke kamar para pembantu untuk mengecek semuanya, setelah itu kembali pada tempat pribadinya di kamar samping."
"Pria atau wanita si petugas itu?" tanya Anisa.
"Pria, tapi tenang saja. Mereka tidak jahat bahkan mereka tidak akan macam macam pada kita, sebab semua ruangan di rumah ini sudah terpasang cctv, kecuali beberapa kamar mandi dan kamar Nyonya Hana. Di tempat tersebut tidak terpasang cctv satu pun," tutur Susi.
"Ternyata rumah ini sangat ketat sekali, mewah, megah namun sangat menakutkan bagiku."
Susi langsung tersenyum mendengarnya. Awal bekerja Susi juga merasakan hal demikian, namun setelah beberapa tahun bekerja, akhirnya Susi bisa merasa betah dengan peraturan dan hukuman yang berlaku.
"Aku rasa kamu akan betah, aku sudah yakin itu. Sebab aku juga pernah berada di posisimu, dulu. Sudahlah cepat beristirahat, dua menit lagi petugas akan datang. Kita harus cepat cepat tidur," pintanya.
Anisa langsung mengangguk lalu membawa barang-barang miliknya ke arah lemari kemudian menatanya serapih mungkin.
Setiap jam sebelas malam, setiap kamar para pembantu akan di cek oleh petugas khusus yang sudah di tunjuk oleh Nyonya Hana. Tujuannya agar para pembantu bisa disiplin dan tidak seenaknya di rumah Nyonya Hana. Peraturan untuk para pembantu pun terkesan sangat kentat sekali, larangan di mana mana serta jika ada yang berani melanggar peraturan yang sudah Nyonya Hana tetapkan, maka hukuman berat akan di dapat.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 03:00 WIB. Para pembantu keluar dari dalam kamar mereka masing-masing lalu berbaris di dapur. Anisa sudah berada di dalam barisan. Ia merasa tidak nyaman mengenakan baju yang terkesan sangat terbuka seperti yang ia gunakan sekarang. Sejak tadi Anisa berusaha untuk menurunkan roknya.
Anisa terlihat begitu cantik dengan rambut yang diikat rapi dan di gulungi oleh pita. Poni yang selalu menutupi dahinya, baju seragam yang sangat mewah dan wajah yang sedikit di poles make up oleh Susi agar wajah Anisa yang selalu polos dan natural terkesan hidup dan mempesona.
Ketua Ayumi mengontrol satu persatu pembantu, mengejek penampilan mereka semua agar terlihat begitu rapi. Ketua Ayumi adalah pembantu paling tua, jadinya dia akan jauh lebih disiplin lagi dalam hal kerapihan. Untungnya Susi sudah membantu Anisa untuk merapikan penampilannya dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Anisa jangan seperti itu! Itu sama halnya kamu ingin merusak penampilan kamu, tolong kurangi menyentuh baju ataupun rok mu, agar penampilan kamu tidak hancur." Ketua Ayumi langsung menasehati Anisa. Dia tidak suka dengan orang yang tidak bisa diam dengan apa yang di gunakan nya, hingga membuat sebuah penampilan rusak karena hal tersebut.
Susi yang berada di sebelah kanan Anisa pun langsung menoleh lalu memberitahu kepada Anisa untuk diam, "Anisa, jangan lakukan itu, lebih baik diam. Kamu bisa di hukum nanti," ucapnya dengan suara yang sangat pelan seperti berbisik.
"Maaf ketua," ujar Anisa. Lalu menunduk dan diam, tidak menurunkan roknya lagi. Sebenarnya ia tidak nyaman dengan penampilannya hari ini.
"Jangan lakukan itu lagi, kau paham?" kata ketua Ayumi.
"Tapi aku tidak suka dengan penampilan yang seperti ini, aku merasa agak tidak nyaman dengan baju seragam ini!" Bantah Anisa.
Ketua Ayumi berhenti tepat di hadapan Anisa, tatapan tajam berhasil membuat Anisa sedikit takut untuk menatap kedua bola mata ketua Ayumi.
"Ini peraturan, berani melanggar berani pula untuk di hukum."
Mendengar itu Anisa langsung menggelengkan kepala cepat, pertanda bahwa ia tidak mau jika harus di hukum.
"Kamu mau di hukum?" tanya ketua Ayumi.
"Tidak," jawab Anisa singkat.
"Patuhi peraturan yang berlaku. Kamu akan merasa nyaman nanti, jika kamu sudah mengenakan baju seragam itu setiap hari. Percayalah," tutur ketua Ayumi.
Anisa lagi lagi hanya bisa mengangguk paham, "Baiklah, aku akan mencobanya ketua." Sahutnya.
"Baiklah, lakukan pekerjaan kalian masing-masing. Liat di papan pengumuman, apa menu makanan hari ini. Untuk Susi dan pembantu baru ini, kamu berdua langsung ke halaman belakang. Minah dan Gigi langsung siap siap untuk memasak, Aku dan Zea akan fokus membersihkan semua ruangan. Ayo semangat, Aku harap hari ini tidak ada masalah apapun, kalian mengerti?" Tanya ketua Ayumi dan langsung langsung mendapatkan jawaban kompak dari kelima anggotanya.
"Siap mengerti!"
"Bagus, pagi ini kita harus sajikan yang terbaik untuk keluarga ini, silahkan pergi ke pekerjaan kalian masing-masing."
Pembantu Minah dan Gigi langsung bergegas untuk memasak. Susi dan Anisa pun juga langsung pergi menuju halaman belakang rumah, sementara Ketua Ayumi dan pembantu Zea juga ikut pergi untuk memulai bersih bersih di semua ruangan yang berada di rumah tersebut.
***
Langkah kaki Anisa berhenti, kedua bola matanya menangkap sebuah pemandangan indah. Banyak bermacam-macam bunga di depannya hari ini. Sekarang Anisa sudah melihat keindahan taman di halaman belakang rumah tersebut. Taman yang begitu mewah, cantik, dan sangat luas sekali.
"Wow, aku benar-benar takjub dengan pemandangan di pagi ini," ucap Anisa.
Matanya benar-benar di manjakan oleh pemandangan tersebut. Senyuman mulai mengembang di bibirnya, benih bahagia kini mulai belajar tumbuh pada jiwa Anisa. Tadi malam saja Anisa tidak bisa tidur, mengingat almarhum sang kakak. Untungnya pada saat petugas masuk ke dalam kamar Anisa berpura-pura tertidur, jadinya ia tidak kena masalah karena hal itu. Namun tadi malam ia benar-benar rindu sekali terhadap almarhum Jordi hingga ia tidak bisa tertidur pulas.
Susi langsung menoleh ke arah Anisa yang masih tetap diam di tempat. Anisa sangat takjub melihat keindahan yang seperti surga di hadapannya sekarang. Susi pun sontak agak merasa bingung akan hal itu. Dia langsung membalikkan badannya menghadap Anisa.
"Apa kau terkejut dengan pemandangan indah di taman yang luas ini?" tanyanya.
Anisa langsung melihat Susi. Ia tersenyum kemudian mengangguk mengiyakan itu.
"Taman Ini adalah surganya rumah ini menurut aku, di sini semua orang akan merasakan ketenangan, kehangatan dan bahkan mungkin tangisan. Hampir tiga bulan aku mendapat pekerjaan di taman ini, sebelum-sebelumnya aku bekerja di bagian memasak namun sudah di ganti oleh pembantu Gigi, dan taman ini juga sudah menjadi teman bagiku." Tutur Susi.
Mengingat semua kenangan indah dan kenangan buruk Susi di taman itu. Tangisan dan kebahagiaan kadang-kadang Susi tumpahkan juga di taman tersebut untuk meluapkan semua isi hatinya.
"Teman? Maksudnya, aku tidak mengerti." Anisa mulai merasa kebingungan.
"Iya, teman. Aku selalu bercerita apapun tentang masalah yang aku hadapi di taman ini, karena aku tidak berani bercerita kepada orang lain. Sibuk, itu salah satu hambatannya. Namun sejak aku di tugaskan di bagian taman, hampir setiap hari aku selalu berbicara sendirian di sini. Meluapkan semua masalah diri kepada taman ini, gila sih namun itu sangat lega." Paparnya.
Anisa melangkah mendekati Susi, berusaha untuk lebih akrab lagi dengan Susi. Anisa terkenal dengan perempuan yang begitu gampang sekali berbaur dengan orang lain. Buktinya kemarin pada saat bertemu dengan Hachiro.
"Kau bisa bercerita semuanya kepada aku, aku akan berusaha menjadi teman mu." Anisa tersenyum manis kepada Susi.
Susi menatap Anisa lekat. Sekarang ia masih ingin melihat diri Anisa, Susi baru kali ini bertemu dengan Anisa jadi dia agak takut Anisa tidak seperti dengan apa yang di katakan. Teman yang ujungnya jadi musuh, itu yang di takutkan Susi saat ini.
"Apa kamu yakin, bisa menjadi teman aku untuk selamanya? Aku takut kamu tidak seperti dengan apa yang kamu ucapkan itu." Tantang Susi.
"Percayalah padaku, aku akan menjadi teman mu. Aku berjanji itu!" Anisa sangat serius sekali akan itu.
Kepala Susi mengangguk pelan, mengiyakan ucapan Anisa tadi kemudian ia tersenyum dan memegangi kedua bahu Anisa dengan begitu lembut.
"Aku akan berjanji akan menjadi teman baik untuk mu juga, intinya kita harus sama sama saling percaya. Aku bersyukur bisa bertemu dengan mu. Eh, iya, ayo bekerja! Jangan berbicara terus, jika ketua Ayumi tau, di akan marah dan menghukum kita, jadi ayo bekerja!" ajak Susi.
"Baiklah, ayo." Mereka berdua langsung mengambil sapu dan gunting rumput. Membersihkan taman itu agar terlihat begitu indah dan tidak ada kotor sedikitpun nantinya.
Sebenarnya hari masih sedikit gelap namun mereka berdua sudah dengan sangat rajin membersihkan taman tersebut. Bukan itu saja tugas mereka, setelah tugas taman di selesaikan. Maka Anisa dan Susi nantinya juga harus membantu pekerjaan yang masih belum selesai di lakukan oleh para pembantu lain. Gotong royong adalah prinsip dari para pembantu.
"Aduh!" Seru Anisa lalu mengusap kasar peluh di dahinya, "apa setelah ini kita akan beristirahat? Bukannya tugas kita hanya ini saja?" tanyanya.
"Tidak! Kita masih ada kerjaan lagi, kita harus membantu para pembantu yang lain, yang belum selesai mengerjakan tugasnya. Kita harus gotong royong, semuanya harus saling membantu." Kata Susi memberitahu Anisa.
"Oh, jadi begitu toh! Baiklah, aku mengerti itu. Aku ingin istirahat sebentar saja untuk menghilangkan penat sedikit." Anisa langsung menaruh gunting ramput itu sembarangan lalu ia duduk di atas rerumputan.
"Apa kau tidak ingin beristirahat?" Tanya Anisa pada Susi yang masih sibuk menyapu beberapa daun kering yang berjatuhan dari atas pohon.
"Tidak, kau saja yang beristirahat. Aku masih ingin membersihkan daun daun kering ini agar terlihat bersih sekali." Ujarnya, "oh iya, aku ingin bertanya ini. Kenapa bisa kamu menjadi pembantu di rumah keluarga Nyonya Hana? Apa keluarga mu mempunyai hutang kepada Nyonya Hana?"
Anisa menggelengkan kepalanya, "Orang tua aku tidak mempunyai hutang pada keluarga ini, mengenali keluarga ini saja aku rasa tidak pernah," ujarnya.
"Syukur Alhamdulillah jika memang seperti itu, apa orang tua kamu masih hidup?" tanya Susi.
"Mereka berdua telah pergi untuk selamanya, di dua tahun lalu karena tertembak," jawab Anisa dengan nada yang terdengar begitu berat ketika mengatakan hal demikian.
"Mn, maaf. Tertembak kan? Kalau boleh tau kenapa orang tua kamu tertembak hingga meninggal, begitu?" Susi mulai penasaran.
"Begini, waktu it______."
Ucapan Anisa tersebut langsung berhenti ketika mendengar suara pembantu bernama Gigi yang memanggilnya. Pembantu Gigi berjalan menuju ke arah Anisa.
"Anisa kamu di panggil Nyonya Hana di ruang tamu, cepat jangan lelet agar aku tidak di marahi Nyonya!" ujar Pembantu Gigi setengah berteriak.
"Ada apa? Hari masih terlihat gelap, kenapa Nyonya Hana sudah bangun? Bukannya dia akan bangun di jam tujuh pagi?" tanya Susi.
"Nyonya sudah bagun dan lebih baik Anisa harus ke ruang tamu agar tidak kena masalah nantinya."

Comentário do Livro (39)

  • avatar
    Syaqilla Almeta

    ini novel setiap bab.nya selalu bikin penasaran. seru, bagus gak membosankan 🥰

    25/01/2022

      1
  • avatar
    SukertiWayan

    keren

    01/04

      0
  • avatar
    INDANG TRY LESTY

    🥰wahhh bagusss

    21/09/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes