logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 46 Pekerjaan Sempurna

Nania memang partner kerja sama yang bisa diandalkan, keterampilan dan pikiran jitu gadis itu mendekati sempurna. Satu per satu dari tiga screenshoot kubuka, lantas membaca percakapan Nania dan Arhan
Screenshoot pertama:
[Rei, apa kabar? Masih ingat aku?]
[Tentu saja. Siapa yang tidak ingat Nania, bidan yang sukses mengobati orang sekaligus meng-ghosting hati]
[Astaga! Maafin aku, Han. Aku salah udah ninggalin kamu waktu itu]
[Udah, lupain aja]
[Rei ... tapi, aku masih sayang sama kamu, Han. Bisa kan kita balikan lagi?]
Screenshoot kedua:
[Maaf, Na. Aku nggak bisa]
[Udah ada yang baru, ya? Namanya Icha?]
[Nania, jangan pernah kamu sangkutin masalah ini sama Icha. Dia adik aku yang baik!]
[Baik? Itu kalau di depan kamu, Han. Karena dia mau manfaatin kamu aja]
[Emang apa alasan kamu bilang Icha sebaik itu? Manusia bisa berubah, Han! Karena sesuatu, atau tanpa sesuatu, bahkan]
[Selama di Bandung, emangnya kapan pernah nyamperin kamu itu si Icha? Sayang banget, ya, orang sebaik dan seperhatian kamu cuma jadi tempat sampah, tempat curhatnya Icha!]
Dengan seringai kemenangan, aku meneruskan percakapan berikutnya. Ingin tahu reaksi Arhan seperti apa. Na, kamu sempurna banget, sih!
Screenshoot ketiga:
[Nania, apa maksud kamu?]
[Han, maaf, nih, ya. Tapi aku sering kok liat Icha seneng-seneng sama uangnya. Gaya banget sekarang]
[Dan pasti nggak inget kamu]
[Coba aja kalau dia lagi susah, nangis nangis]
[Apa bener itu sebabnya? Icha akhir-akhir ini jarang chat atau telpon, sibuk katanya]
[Sibuk apaan? Orang dia udah ada Arif yang bisa bahagiain!]
Aku terbahak membaca percakapan itu tanpa melanjutkan beberapa chat yang masih tersisa, tidak bisa membayangkan kemarahan Arhan kepada orang yang selama ini sangat diutamakan. Laki-laki itu pasti akan membenci Icha sampai kapan pun.
Begitulah apa yang kurasakan selama ini, Han. Dan, aku ingin berbagi. Kamu juga harus merasakan sakit yang sama.
[Terima kasih, Na. Kerjamu sangat bagus]
Tulisku beberapa saat kemudian.
[Ya udah, sekarang giliran kamu DM Arhan sama Aldin]
Oke, aku pasti mengirimkan screenshoot ini di hari ulang tahun Icha, dengan satu kejutan lain. Orang ditolak cintanya itu bisa melakukan berbagai hal tidak terduga, really!
Sambil bernyanyi lagu favorit, aku bergegas ke luar rumah untuk membeli makanan. Kegembiraan juga perlu dirayakan dengan makan malam.
°°°°
Hujan deras kembali mengguyur kota Bandung siang ini, membuat aku malas ke luar dari ruang kerja. Jam makan siang yang harusnya dilewati dengan menikmati menu restoran, kali ini tidak. Aku menyuruh salah seorang office girl mengantar makan siang ke sini.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan di pintu membuyarkan fokus dari layar laptop, dua puluh menit menunggu akhirnya tiba juga menu pesanananku.
"Masuk!" jawabku singkat.
"Arif, aku nggak nyangka kamu ternyata jahat banget! Tega menghalalkan segara cara supaya aku jatuh cinta sama kamu!"
Begitu pintu berhasil terbuka lebar, seorang gadis berkemeja biru langit dengan balutan jas hitam langsung melontarkan ucapan pedas. Aku yang berdiri keheranan berusaha menenangkan. Pasti salah paham, nih.
"Tenang, Icha. Kamu kenapa?"
Icha melangkah santai dan duduk di sofa, masih dengan tatapan sinis menusuk. Ditaruhnya tas tangan, lantas mengeluarkan handphone keluaran terbaru, serta mengusap layar beberapa saat. Setelah menemukan apa yang dicari, benda pipih itu terulur padaku.
"Dia! Nania yang mengirim screenshoot itu padaku lewat DM. Bahkan, datang ke tempat kerja ngajak Kak Arhan, hanya untuk mempermalukan aku di depan banyak orang!
Nania bilang, kamu juga terlibat. Ini apa-apaan, Rif?"
Dengan tangan gemetar dan detak jantung sulit diajak kompromi, kuterima handphone dari tangan Icha sambil mendengar penjelasan gadis itu. Tiga screenshoot yang sama dengan persiapan hadiahku di sertai peringatan agar menjauhi Arhan, tertulis lugas di DM Instagram dengan nama akun pengirim Nania.
Geram, tentu saja. Ini pasti ulah Nania dan disengaja. Kenapa mantanku bertindak sejauh itu di luar rencana dan sepengetahuanku?
"Sudah, Rif?" Icha mengambil kembali handphone yang tergeletak di meja, sementara aku terduduk lesu memijit pelipis yang tiba-tiba sakit.
"Cha, ini ... ini nggak seperti yang kamu kira!" bantahku gugup berusaha mencari penjelasan.
"Lalu apa?" balas Icha dingin.
"Aku ... aku nggak ada hubungannya sama percakapan itu. Jadi, kamu nggak bisa menyalahkan tanpa bukti!" Aku berusaha mengelak.
Icha tersenyum sinis, kembali mengulurkan handphone dengan dua screenshoot berbeda. Satu percakapanku dengan Nania, satunya DM dari Aldin, dan hanya Nania yang waktu itu mengetahui. Sialnya aku tadi luput melihat itu!
Hah, mantan kekasihku itu benar-benar mengacaukan rencana. Bertindak sendiri tanpa perhitungan, tanpa memberi tahu aku. Demi apa?
"Apa bukti ini belum cukup juga, Rif? Kamu ingin melihat aku bunuh diri kehilangan orang-orang terdekat, kan?"
Lembut kusentuh pundak Icha, berusaha meredam kemarahan gadis itu. Lagipula sudah terlanjur kacau, aku harus berterus terang sekaligus tenang.
"Icha, dengerin aku," ucapku serius, menatap dalam ke iris coklat tanpa air mata itu. "Aku melakukan semua ini, karena cinta!"
"Cinta macam apa?" Icha menepis kasar tanganku. "Supaya aku nggak punya teman dan tunduk dengan sikap over protektif kamu? Jangan mimpi, Arif!"
"Kamu benar-benar jahat, Arif!" lanjutnya.
Aku tertegun, merasakan nyeri yang tiba-tiba saja menusuk ulu hati. Selama ini, Icha begitu penurut kuatur-atur. Tidak pernah membantah meski dia bukan gadis feminim. Namun, aku salah. Sakit hati yang dipendam terlalu lama justru membuat jiwa lembut seseorang lenyap.
Office girl suruhanku masuk dengan nampan berukuran sedang. Meletakkan hidangan di sebelah laptopku. Seperti mengetahui atasannya tengah berseteru hebat, gegas dia menutup pintu dari luar tanpa sepatah kata.
"Maaf, Icha," ujarku lirih.
Tiba-tiba pikiran ini sadar akan satu hal: sampai kapan pun cinta memang tidak bisa dipaksakan. Ia tetap gigih, meski keinginan memaksanya tunduk.
"Sudah terlambat!" balas Icha datar.
Hanya itu ucapan terakhir Icha sebelum suara sepatunya yang beradu dengan lantai, kian sayup di balik pintu. Meninggalkan rasa bersalah yang pasti menghantuiku seumur hidup.
Aku memang egois, laki-laki yang memaksakan kehendak harus begini dan begitu. Tapi kan tidak seluruhnya salah, Nania yang memulai kekacauan ini.
Sial!
Buru-buru kuambil handphone dari tas kerja, menekan tombol call pada nama Nania yang tertera di WhatsApp. Perasaan gusar membuat ketidaksabaran menjadi berlipat-lipat. Nania harus mengatakan tindakan gegabahnya sekarang. Persetan sibuk atau tidak.
"Halo, Rif," sapa suara dari sebrang sana. Tetap lembut dan manis.
"Nania, kenapa kamu bertindak tanpa sepengetahuanku?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Memangnya aku kenapa, Arif?"
Pakai tanya lagi!
Kuembuskan napas gusar sebelum menumpahkan kemarahan. "Mengirim screenshoot kita lewat DM Instagram Icha. Datang ke tempat kerja Icha untuk mempermalukan dia di depan banyak orang. Ngajak Arhan, DM Aldin. Apa maksud kamu, Na?"
"Oh, itu. Biasa aja kali nggak usah ngegas." Nania justru terkekeh sebelum bicara. "Kan, malah bagus, Rif. Aku bantuin kamu supaya Icha tambah menderita! Kayaknya dipecat juga deh tadi"
Apa? Icha kehilangan pekerjaan juga? Pantas dia mengatakan maafku sudah terlambat. Namun, bukankah lebih bagus? Aku bisa mendesaknya mau menikah secepatnya.

Comentário do Livro (663)

  • avatar
    Lilis Liss

    baukk

    7d

      0
  • avatar
    Sya Syi

    good

    09/03

      0
  • avatar
    LauraAweh

    sukakkkk bagus banget

    04/02

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes