logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 45 Bertepuk Sebelah Tangan

"Luar biasa, Icha!" pujiku yang seketika membuat senyum gadis itu mengembang. "Meskipun kamu nggak lagi artis, tapi suara kamu tetap perfect kalau nyanyi!"
Sabar, Rif. Demi sebuah misi.
"Serius?" tanya Icha memastikan, sambil meminta kamera dari tanganku untuk kembali masuk tas.
Aku mengangguk. "Tentu saja. Untuk apa aku bohong sama kamu?"
Icha lantas terbahak, mengatakan aku terlalu berlebihan memuji. Sambil dia mengembalikan tempat duduk di posisi semula, menghadap meja di mana kopi dan camilan ringan sempat kami tinggal. Namun, aku tahu kalau Icha salah tingkah. Ekspresinya sulit berbohong.
Rona kebahagiaan jelas terpancar dari mata itu, mata yang selalu menghipnotis perasaanku untuk tidak berpaling. Meski mendapatkan Icha membutuhkan berbagai cara. Aku seperti menghadapi ujian kuliah dan bersaing nilai dengan Nania. Shit, ini paling menyebalkan aslinya.
"Rif, kamu ... kok, aneh ya hari ini?" Sekali lagi Icha yang bertanya, dengan tatapan memindai serius padaku.
Aneh? Maksud pertanyaan itu saja aku gagal paham. Perasaan biasa saja, aku tidak berubah menjadi super Hero.
"Memangnya aku kenapa? Berubah jadi elien habis kena hujan?" balasku lantas terbahak. Berusaha menutupi ketidakmengertian. Iya kali IQ cowok lebih rendah dari cewek, malu lah!
Lucu, kan, seorang laki-laki pengusaha tiba-tiba oon di depan pujaan hatinya. Awas kalau ada yang bilang begitu, ya!
Ichaa mencebik, mengunyah makanan berlapis coklat sebentar. "Enggak gitu. Aneh aja hari ini nggak marah-marah, kamu manis banget malah. Padahal biasanya juga ... udah, ampun!"
Coyee mulai manja.
"Itu karena aku bahagia, Icha. Bahagia banget!" jawabku penuh keyakinan.
Setiap kata penuh penekanan yang kuucapkan barusan, seketika membuat Icha menatapku lekat penuh tanda tanya. Seakan perasaan bahagiaku adalah sesuatu yang langka sekaligus aneh, atau tak tik ngeprank.
"Emangnya habis dapat apaan, Rif?"
"Dapet hadiah spesial dari kamu," ucapku percaya diri.
Gelas berisi kopi robusta yang hampir saja Icha minum, kembali dia letakkan. Mendadak gadis cantik ini menunjukkan perubahan ekspresi drastis. Yang semula ceria dengan senyum menakjubkan, sekarang jadi gusar bercampur gugup. Apa aku salah? No! Ini surprise!
"A-aku ... emangnya aku udah kasih apa, Rif?"
"Icha," ujarku coba mencairkan perubahan itu. "Apa ada yang salah dengan ucapanku? Katakan, kalau lagu yang kamu nyanyikan tadi untukku. Kamu sudah mengerti dan sehati kalau kita secepatnya menikah, bukan?
Jujur, aku seneng banget, Cha. Kamu mau aku ajak jalan, mau nyanyi buat aku, dan diam-diam suka sama aku."
Icha terdiam, seperti tidak berminat menyambut antusias ucapanku. Dan, itu membuat emosiku naik beberapa tingkat, diam-diam tangan ini mengepal di balik kain penutup meja warna oranye redup. Apa aku salah lagi? Jelas tidak akan! Awas, kalau kamu nolak, Cha!
"Icha, kamu serius sudah bisa terima cinta aku, kan?" desakku.
Icha langsung berdiri tanpa menjawab pertanyaanku, diberikannya gitar yang sejak tadi ada di pangkuannya pada writer's yang berjalan tergesa memenuhi pesanan orang tidak jauh dari kami.
"Antar aku pulang, Rif!" tegasnya, kemudian berlalu menuju pintu ke luar tanpa menghiraukan aku yang kebingungan campur emosi. Kok, jadi begini? Hatinya lagi kenapa, dah?
Berteriak sambil menyusul Icha seperti scene film-film romantis? Tidak mungkin. Karena menu yang aku pesan tadi nyata, butuh uang cash untuk mengganti. Bukan settingan yang sudah diatur sutradara sedemikian rupa, aman untuk ditinggal. Makanan dibeli dengan uang, bukan promosi tempat.
Dengan mengembuskan napas gusar, aku berjalan gontai ke arah kasir untuk membayar minuman dan makanan ringan, kemudian kembali ke mobil dengan banyak pertanyaan. Hujan telah menjadi gerimis tipis saat aku menerobosnya. Icha juga sudah duduk manis di sebelah kursi kemudi.
Masih tidak ada ucapan dari mulut gadis itu, melihatku menutup pintu kemudi dari dalam usai meletakkan payung begitu saja di kursi penumpang. Bahkan aku melajukan kendaraan ke arah jalan pulang pun, Icha tak acuh. Sial, harusnya yang marah itu aku, Icha minta maaf sambil ngemis bilang terima kasih. Kok, malah kebalik.
"Icha, aku minta maaf kalau di kafe tadi menyinggung perasaan kamu," ucapku mengawali pembicaraan. Really, terpaksa.
Dijawab atau tidak, aku harus bicara untuk mengetahui isi hati Icha. Meski menurunkan harga diri itu sangat berat.
"Justru aku yang minta maaf, Rif. Aku ... aku belum bisa menerima cinta kamu," jawabnya dengan suara bergetar. "Dan, lagu tadi ... juga bukan buat kamu. Itu ciptaan teman yang aku sendiri nggak tahu untuk siapa!"
Kres!
Seketika hati dan jantungku seperti diiris pisau tajam tanpa rasa kasihan. Harapan yang semula melambung sangat tinggi, sekarang berhamburan meninggalkan mendung pekat berisi badai. Aku oleng, tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Andai tidak sedang nyetir, rasanya aku ingin melempar mobil ini ke jurang terdekat.
Beginikah cinta yang bertepuk sebelah tangan? Kenapa hati gadis itu sulit diluluhkan? Kenapa juga harus aku?
"Maafin aku, Arif." Barangkali wajah ini tidak kuasa menyembunyikan kekacauan, hingga terbaca oleh Icha. Dan, dia memutuskan minta maaf untuk kedua kali.
"Santai. Nggak masalah, kok!" Aku memaksakan tersenyum. "Aku nggak maksa kamu, Cha. Juga nggak menyalahkan. Hanya sekadar berharap.
Tapi, kalau masih sulit ... aku tidak akan menyerah untuk menunggu," ucapku berusaha tegar.
"Terima kasih, Arif. Aku akan berusaha cinta sama kamu untuk membalas semua kebaikanmu."
"Hanya untuk balas jasa?" ulangku dengan suara agak tinggi menahan pahit. "Enggak, Cha. Aku siap menunggu ketulusan dan perasaan itu sepenuhnya ada. Kalau cuma balas jasa, sama aja aku maksain kehendak, dong! Nggak baik malah."
Sabar, Rif. Harus bisa bijak untuk meraih cintanya Icha.
Icha beralih menatap deretan pertokoan dan rumah rumah di pinggir jalan yang seakan-akan berlari efek laju mobilku. Sepanjang perjalanan kami beku dalam diam, tidak satu pun kalimat menghibur hati masing-masing. Skak mat kehabisan obrolan.
Icha mungkin saja terluka oleh kata-kataku yang selalu berujung memaksa. Namun, aku juga sakit hati melihat dia dekat apalagi bercanda lepas dengan laki-laki yang katanya sebatas teman. Cinta, perhatian, dan gelak tawa mereka membuatku tidak rela.
Kebahagiaan Icha ada padaku, hanya aku mutlak!
Akhirnya mobil berhenti tepat di depan rumah kontrakan Icha. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa, kami saling mengucapkan hati-hati dan sampai jumpa sebagaimana kebiasaan yang sudah sudah. Memastikan Icha masuk rumah, barulah aku memacu kendaraan roda empat ini pulang.
Aku sangat lelah.
°°°°
Handphone yang bergetar terus menerus membuat mataku terbuka paksa. Entah sudah berapa lama terlelap usai mengantar Icha pulang tadi. Bahkan, aku memilih tidur di sofa ruang tamu, dengan kunci mobil tergeletak begitu saja di meja.
Setelah melihat nama kontak yang menelpon, rasa malasku kembali. Kupikir Icha, ternyata Nania.
"Halo, Na," sapaku tanpa beranjak dari rebahan.
"Rif, dari tadi kok off sih WhatsApp kamu?" cerocos suara dari seberang sana tanpa menjawab sapaanku.
Malas, selalu saja begini jika ada maunya. Tidak pernah membiarkan orang beristirahat sebentar.
"Aku dari pagi sibuk, Na. Baru bisa istirahat!" jawabku coba memberi alasan. "Emangnya ada apa?"
"Kabar baik tentang Arhan, Rif. Rencana kita berhasil!"
Apa?
Seketika aku bangkit dari rebahan, duduk bersandar bantal sofa dengan mata terbuka cemerlang. Ucapan Nania yang bisa dipertanggungjawabkan tidak salah dengar, seperti energi tersendiri untukku. Mood booster istilahnya.
"Kamu serius, Na?"
"Buka chat sekarang kalau nggak percaya, udah aku screenshoot!"
"Oke!"
Tanpa obrolan basa-basi lagi, Nania langsung memutus panggilan sepihak. Gegas kami beralih ke WhatsApp dengan status online pada nama masing-masing. Dan, beberapa screenshoot bidan cantik itu membuatku tersenyum penuh kemenangan. Kena kalian, Han, Cha!

Comentário do Livro (663)

  • avatar
    Lilis Liss

    baukk

    7d

      0
  • avatar
    Sya Syi

    good

    09/03

      0
  • avatar
    LauraAweh

    sukakkkk bagus banget

    04/02

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes