logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Eh Sayang

Tifan terus memberontak saat Malvin menyeretnya ke parkiran sekolah yang sudah sepi, genggaman Malvin sangat erat di pergelangan tangan Tifan membuat gadis itu sedikit sulit untuk melepaskan diri.
"Lo apa-apaan sih? Gue mau pulang"

"Pulang bareng gue"

"Gak mau! Lepasin tangan gue Malvin!"
Malvin melepaskan genggamannya lalu menatap Tifan dengan tajam "Gue gak suka di bantah"
Bukannya takut Tifan malah menatap sinis ke arah Malvin sambil memegang pergelangan tangannya yang memerah karena ulah laki-laki itu "Dan gue gak suka di paksa"
"Gak usah sok jual mahal. Gue tau lo pasti seneng kan? Secara di ajakin pulang bareng sama seorang Malvin Dirgantara Putra" Ucap Malvin sambil memegang kerah bajunya dan menaik-turun kan alis tebalnya.
"APA?!!" Pekik Tifan. Dia tidak percaya jika laki-laki di depannya itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.
"Lo kebanyakan nyemil detergen ya? Makannya bisa PD banget gitu" Lanjut Tifan dengan muka super polosnya membuat Malvin menatap Tifan dengan kesal.

"Ngeselin banget si lo jadi cewek" Kata Malvin dengan nada frustasi.
"Kok gue sih? Kan lo duluan"

Malvin naik ke atas motor sport kesayangannya, sebelum mengenakan helm ia lenih dulu menoleh kearah Tifan yang masih sibuk mengelus pergelangan tanga nya "Cepetan naik!"
"Gue naik angkot aja" Tolak Tifan dan berlalu pergi meninggalkan Malvin yang diam melongok. Ini pertama kalinya seorang Malvin Dirgantara Putra ditolak seorang gadis, dan gadis itu adalah Tifan Syazila Hasan.
"WOY! GAK USAH SOK JUAL MAHAL LO!!"
***
Tifan berdiri di balkon kamarnya, dia menatap hamparan langit gelap tanpa bintang itu dengan damai. Menikmati semilir angin yang menerpa wajah polosnya, piyama Hello kitty yang melekat di tubuh mungilnya dan rambut yang sengaja ia cepol tinggi. Tifan menghela nafas pelan lalu pergi masuk ke dalam kamarnya yang bernuansa pink itu dengan langkah terseret.
"Loh! Abang kok ada di kamar Tifan?" Pekik Tifan saat melihat saudara satu-satunya yang ia miliki sedang rebahan di kasur miliknya sambil memeluk boneka Hello kitty kesayangan Tifan. Mata Jeno terpejam dengan senyum di bibirnya yang pink alami.
Hening.
Tidak ada sahutan dari saudara laki-lakinya itu, membuat Tifan memandang kembarannya dengan kesal lalu menarik boneka yang masih setia dipeluk oleh Jeno itu secara paksa.

"Abang!"
Masih tidak ada sahutan juga, dengan santai Jeno malah meraih guling yang ada di atas kasur lalu memeluknya kembali dengan mata yang masih terpejam.
"BANG JENO!!!!!" Teriak Tifan kencang.

Sontak Jeno membuka matanya dan menatap Tifan yang sedang menahan amarah karena ulahnya "Kenapa sih de? Berisik tau gak"
"Abang ngapain di kamar Tifan?" Tanya Tifan menatap Jeno dengan tatapan tak bersahabat.
"Abang juga gak tau. Kira-kira kamu tau gak? Kenapa abang bisa ada di kamar kamu?" Bukannya menjawab, Jeno malah balik bertanya dengan muka sok polosnya. Jujur saja, rasanya Tifan ingin mendorong kembarannya itu ke jurang atau kalau bisa langsung saja ke dasar palung mariana.
"Ya mana Tifan tau!"
"Yaudah sini bobo, udah malem" Ajak Jeno sambil menepuk bagian kosong kasur disebelahnya.
"Ih gak mau. Udah sana bang Jeno pergi! Abang kan udah punya kamar sendiri, ngapain abang tidur di kamar Tifan? Nanti Tifan bilangin Ayah nih, biar abang di hukum sama Ayah"
"Coba aja! Abang gak takut"
"Bener yah?!" tanya Tifan.
Jeno hanya menganggukan kepalanya, melihat hal itu Tifan langsung berlari keluar dari kamar sambil berteriak "AYAH! BUNDA! BANG JENO ADA DI KAMAR TIFAN TUH. NGAJAKIN TIDUR BARENG!!"
Mendengar teriakkan Tifan, sontak Jeno langsung duduk dari tidurnya dan berlari mengejar Tifan keluar "SEMUA YANG DIKATAKAN TIFAN ITU BOHONG AYAH BUNDA!!"
***
Esok harinya, disekolah.

"Pandu!!!" Panggil Tifan saat matanya tidak sengaja melihat Pandu yang sedang berjalan di koridor bersama Yura, Tifan segera berlari menghampiri dua sejoli itu.
"Oh gitu! Jadi Pandu doang yang lo panggil?" Tanya Yura.
Tifan terkekeh pelan "Yura baperan huuu" Sorak Tifan.
Pandu tersenyum melihat gadis di sampingnya cemberut sebal dengan tangan melipat di dadanya "Dia emang ambekan, Fan"
"Kamu ih!" Pekik Yura sambil memukul pelan bahu Pandu
"Masih pagi jangan cemberut makannya"

"Aku kan kesel Pan, masa kamu doang sih yang di panggil. Padahal Tifan kan sahabat aku. Oh atau jangan-jangan kalian main di belakang aku ya??"

Tifan reflek menjitak kepala Yura "Lo kalo bicara suka gak mikir dulu ya Raa, kebanyakan nonton sinetron lo."
Pandu merangkul bahu Yura yang masih cemberut "Emangnya kamu kasih izin kalo aku main di belakang sama Tifan?" Goda Pandu.
"Panduuuuu..." Rengek Yura sambil menghentak-hentakan kakinya.
"Udah ih. Gue kesini bukan mau lihat kalian mesra-mesraan, gue cuma mau nanya sama Pandu"
"Tanya apa, Fan?"
"Lo lihat Malvin gak?"
"Tifan, lo ngapain nyari Malvin? Jangan bilang lo suka sama dia? Jangan deh, dia itu playboy" Ujar Yura.

"Ekhem! Siapa yang lo bilang playboy ?" Tanya Malvin yang tiba-tiba sudah ada di belakang Yura dan Pandu.
"Eh Vin! Gue butuh bicara sama lo" Kata Tifan.
Malvin menatap Tifan sebentar lalu maju mendekat ke arah Tifan yang posisinya berada di depan Pandu dan Yura. Malvin menatap Yura dengan tatapan tajam ,iliknya "Bilang apa lo tadi?"
"Playboy. Kenapa? Masalah buat lo hah?!" Jawab Yura nyolot.
"Pandu, mending lo putusin deh nih cewek mulut ember. Yang mau sama lo kan banyak tinggal pilih doang, atau mau gue cariin?"

"Hati gue maunya sama dia gimana dong?" Jawab Pandu.
"Kecoa! Denger gak pandu bilang apa? Hatinya Pandu maunya sama gue" Sungut Yura.

"Makan tuh hati"
Tifan menatap mereka bingung lalu tatapannya jatuh pada sosok Malvin "Yang pacaran mereka. Kok jadi lo yang ribet, lagian ya! Mereka tuh emang cocok. Pandu juga sayang banget sama Yura begitu pun sebaliknya. Emangnya elo yang kalo pacaran seenak jidat"
Pandu dan Yura menahan tawa karena ucapan Tifan, sedangkan Malvin menatap perempuan di sebelahnya dengan sebal "Sok tau banget si sayang"

"Sayang? Ih biar apa sih lo? Dasar cowok modus"
"Tadi lo nyariin gue kan? Ada apa? Kangen ya sama Aa Malvin? " Goda Malvin.
Pandu terkekeh geli melihat tingkah sahabatnya itu "Jijik anjay"
Yura tertawa melihat muka sebal Tifan "Jangan dengerin kata cowok buaya di sebelah lo itu, mending kita ke kelas aja yuk"
"Gue butuh bicara sama dia, Ra"
"Lo duluan aja gih sama Pandu. Si sayang masih kangen sama gue" Ujar Malvin sambil terus menatapi Tifan yang menatapnya dengan tatapan sebal.
"Nanti aja istirahat gue bicaranya. Lihat muka tengil lo, gue jadi mules " Ujar Tifan sambil menarik lengan Yura dan berlalu pergi meninggalkan Malvin yang masih melongo menatap Tifan tak percaya.
Pandu tertawa keras melihat muka sahabatnya yang tidak terkontrol "Vin! Kayaknya kadar ketampanan lo udah berkurang deh"
"Diem bangsat!"
Pandu terus tertawa saat Malvin memasang muka sebal, sedetik kemudia Malvin segera memiting leher Pandu yang masih asik menertawai dirinya itu "Diem anjay!"
"Aduh! Sakit bego" Pandu memukul lengan Malvin yang masih memiting lehernya.

"Makannya diem! Tuh cewek tuh emang sok jual mahal sama gue"

"Bukannya sok jual mahal. Tapi emang lo udah gak laku lagi makannya jangan murahan sana sini mau"

Malvin melepas pitingannya lalu menatap Pandu tajam "Ngomong apa lo?"

"Perlu gue ulang? Gue rasa lo udah denger dengan jelas Bapak Malvin Dirgantara"
***
"Tifan, kemarin lo disuruh ketemu sama Madam Eni kan?" Tanya Yura pada Tifan yang sedang duduk dibangkunya sambil membaca novel.
"Hmmm" Tifan hanya bergumam tidak jelas.

"Terus lo diapain sama dia?" Tanya Yura lagi.
"Gak diapa-apain" Jawab Tifan seadanya, karena memang Tifan bila sudah bertemu dengan yang namanya 'novel' dia kadang suka hampir lupa dengan sekitarnya.
"Hello girls!!!!!!" Teriak heboh perempuan yang mengenakan sweater berwarna purple. Siapa lagi kalau bukan Rika?
"Petasan korek dateng deh" Ujar Yura sambil memutar kedua bola matanya jengah.
"Apa lo bilang? Petasan korek? Hey bocah singa. Asal lo tau ya! Sahabat lo ini-"
"Yayaya whatever what what deh Riika, Up to you" Potong Tifan sambil menaruh novelnya ke dalam laci mejanya.
Rika menaruh tasnya di bangku samping Tifan lalu duduk di sebelahnya "Tifan udah mulai nakal ya, potong-potong perkataan gue"
"Rika, apaan banget sih lo" Ujar Yura sambil terkekeh geli.
"Woy! Woy! Ada Bu Dawen woy" Interupsi cowok berkacamata yang duduk di barisan paling depan pojok kanan dekat pintu. Namanya Ramdhani, dia bisa dibilang ganteng walaupun memakai kacamata. Dia juga bukan tipe-tipe cowok nerd yang hobbynya membaca buku terus.
"Selamat pagi anak-anak" Sapa wanita paruh baya berbadan sedikit lebar dan kacamata bulat di wajahnya yang garang. Bu Dawen, guru BK sekaligus guru Bahasa Jepang ter-killer di SMA Dharmawangsa.
"Selamat pagi bu" Sahut anak-anak serempak.

Comentário do Livro (415)

  • avatar
    MozaMoza

    Salting gw

    09/08

      0
  • avatar
    GantengUlhaq

    mantap sekali

    04/08

      0
  • avatar
    MlStok

    Ceritanyaa bagus dan saya suka

    16/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes