logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Eliano Abigail Graha

Flash Back
Raina memaksakan dirinya meninggalkan tempat terkutuk tersebut. Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, Raina pun tiba di depan pintu keluar. Raina keluar dengan perasaan yang cukup legah.
‘Club Paradise’ begitulah yang Raina lihat di atas pintu tempat tersebut. Raina yang masih berumur belia memasuki tempat seperti itu apakah mungkin. Tentu saja bisa, sebenarnya Raina sedang menghadiri pesta ulang tahun teman seangkatannya namun dia tak mengetahui jika acara itu berlangsung di sebuah klub milik orang tua salah satu teman seangkatannya itu.
Raina berjalan lunglai meninggalkan tempat tersebut, pakaian kekurangan bahan yang digunakannya menambah ketidaknyamanan dirinya. Setelah sampai di tempat mobilnya terparkir, Raina pun meninggalkan tempat tersebut.
“Dasar bodoh... kamu bodoh Rai... hampir saja, hampir saja kamu akan kehilangan semuanya. Hampir saja kamu hancur, kehilangan harga diri dan masa depan yang cerah” omel Raina pada dirinya sendiri.
“Kenapa kamu sampai seceroboh ini Rai... kemana akal sehat kamu itu. Kenapa kamu tidak curiga dengan perubahan teman-temanmu. Mereka yang tak menganggap kehadiranmu, tiba-tiba saja berubah 180 derajat. Harusnya kamu tahu, mereka hanya ingin menjebak kamu Rai” lanjut Raina.
“Lebih baik aku pulang” putus Raina.
Raina pun mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Namun laju mobilnya mulai memelan taka kala melihat, seseorang yang di hajar oleh beberapa anggota geng.
“Gue harus apa... gue nggak jago berantem lagi. Ayo berpikir Rai” monolog Raina.
Setelah berfikir keras, sebuah ide pun tercipta begitu saja. Dengan berbekal hp, dia pun mulai menyalakan sirine polisi melalui hpnya.
Mendengar itu, anggota geng tersebut kabur begitu saja, meninggalkan korbannya seorang diri...
Raina yang melihat semuanya telah pergi pun mendekati korban kroyokan tersebut.
“Kamu baik-baik saja” tanya Raina.
“Iya, terima kasih ya” balas orang tersebut.
“O iya, aku Raina Almahera kamu” tanya Raina.
“Eliano Abigail itu nama aku” balas orang yang di tolongnya, yang bernama Eliano.
“Kamu bisa pulang nggak, mau aku antar sampai rumah” ujar Raina.
“Nggak usah, aku bisa kok pulang sendiri” balas Eliano.
“Baiklah, kalau gitu aku duluan ya. Assalamualaikum” pamit Raina.
“Waalaikumussalam, iya hati-hati” balas Eliano.
Raina pun pulang ke rumahnya, dan apa yang dilihatnya sungguh membuatnya iri. Orang tuanya sedang bercanda riang dengan abang kembarnya.
“Kapan ya aku bisa seperti itu sama kalian Pa... Ma. Aku juga ingin berkumpul bersama kalian, bersenda gurau dan bercerita tentang kegiatanku di sekolah. Itu tak mungkin kan aku dapatkan” batin Raina.
Tak tahan dengan pemandangan yang menyakitkan itu, Raina pun bergegas ke kamarnya. Dengan langkah ringan karena tak mau mengganggu kebersamaan keluarganya.
Raina menangis pilu di kasurnya, dia terisak sembari mencengkram dadanya yang semakin sesak saja. Kebahagiaan itu adalah luka yang menggerogoti luka di hatinya. Tanpa sadar, Raina pun terlelap di kasurnya.
Matahari bersinar terik, membuat tidur Raina terusik. Tanpa menunda waktu, dia pun memutuskan untuk mandi.
Tak membutuhkan waktu lama, Raina pun keluar lengkap dengan pakaian mininya. Ya penampilan bak jalang kurang belaian. Baju ketat, rok pendek dan juga bibir merah menyala bak sudah makan cabai yang banyak.
Raina pun menuruni tangga, belum juga sampai di pijakan anak tangga terakhir. Suara dakjal memanggilnya.
“Mau ke mana loe” tanya Aga.
“Bukan urusan loe” balas Raina.
“Yang sopan dong, gue abang loe kalau lupa” ujar Aga.
“Benarkah... loe nggak pantas jadi abang gue” balas Raina.
“RAINA ALMAHERA ABRAHAM, begitu kah caramu berbicara sama abangmu” sarkas Agi.
“Abang... aku nggak punya abang kalau kalian lupa, kalian nggak pernah menganggap kehadiran gue” balas Raina.
Raina pun meninggalkan kedua abangnya tersebut. Belum juga melangkah keluar. Tarikan kencang pada tangan kanannya.
Plak
Raina memegang bekas tamparan yang di layangkan Agi pada pipinya. Raina tak terkejut sama sekali, ini bukan pertama kali baginya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan keluarganya, melampiaskan semua amarah padanya.
“Gue belum selesai ngomong ya, hargai gue sebagai abang loe” ujar Agi.
Tak ada respon dari Raina, pikirannya menjadi kosong seketika. Tamparan yang diberikan Agi tak main-main sakitnya. Sakit di pipinya bukanlah apa-apa, tapi hatinya jauh lebih sakit saat saudara sendiri yang melakukannya.
Agi melepaskan cekalan tangannya, dia refleks melakukan itu. Niat hati minta maaf tapi terlalu gengsi.
Raina yang merasakan cekalan tangan tersebut menghilang pun melanjutkan langkahnya untuk keluar dari rumah tersebut.
Raina mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, umpatan pengguna jalan yan lain tak sekalipun dihiraukannya.
Raina memasuki kafe langganannya, setelah memesan dia pun mencari tempat duduk yang kosong.
Eliano memasuki kafe miliknya. Namun melihat sosok yang cukup familier di matanya. Tanpa lama-lama dia pun menghampirinya.
“Hai... boleh duduk di sini” tanyanya rama.
“Silahkan... ini meja u...” balas Raina, namun terhenti melihat siapa yang di temuinya tersebut.
“Kamu cowok semalam” lanjutnya.
“Iya... kamu sendiri aja Aina” balas Eliano.
“Aina” beo Raina.
“Iya, Aina itu nama kesayangan dari aku” balas Eliano.
“Baiklah Ano, itu nama kesayangan aku buat kamu. Hanya aku yang boleh panggil kamu Ano ya” ujar Raina.
“Terserah kamu Aina. Boleh dong aku minta nomor kamu” Tanya Eliano.
“Boleh kok, sini hp kamu” balas Raina sembari memencet nomornya di hp milik Eliano.
Tak lama kemudian dering hp pun terdengar.
“Sekarang kamu punya nomor aku dan aku punya nomor kamu. Ini aku kembalikan ya” lanjutnya.
“Iya, kamu mau pesan apa” tanya Eliano.
“Nggak usah, aku udah kok” balas Raina.
Mereka asik bertukar cerita, sehingga lupa waktu. Pembicaraan keduanya berhenti setelah salah satu dari mereka menjawab teleponnya.
“Hallo”
‘’’’
“Baiklah... gue akan ke sana”
‘’’’
“Nggak usah banyak bacot deh, siapkan anak-anak. Gue langsung otw” tutup Eliano
Eliano pun berpamitan pada Raina setelah mematikan sambungan telepon secara sepihak.
“Aina... aku pulang dulu ya. ada urusan mendesak soalnya” ujar Eliano.
“Iya, nggak apa-apa Ano. Kamu duluan aja” Raina.
Eliano pun meninggalkan Raina yang terfokus dengan hp nya. Tanpa sadar air matanya semakin deras melihat postingan abang kembarnya.
“Mereka happy banget ya, kapan ya aku merasakan kebersaman itu” batin Raina.
Kalau ada yang bertanya, apakah Raina terluka. Tentu saja dia terluka dengan semua ini. Jika ada yang bertanya apakah dia hancur. Tentu jawabannya ya, Raina sangat hancur dengan kenyataan ini.
Namun Allah memberikan kebahagiaan lewat jalan lain untuknya. Kebahagiaan yang didapatkannya dari orang asing.
Semenjak pertemuan itu, keduanya semakin dekat. Namun pada suatu hari Eliano pergi, tanpa pamit. Dia tak datang ke tempat yang telah di janjikannya, padahal Raina menunggunya hingga kehujanan.
“Kamu kemana sih Ano... kamu telat datang kah” batin Raina.
“Mungkin kamu di jalan ya, makanya nggak angkat telepon aku” ujar Raina.
Jam demi jam pun berlalu, hingga hujan mengguyur bumi Eliano tak juga datang menemui Raina. Raina yang sadar pun, memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
“Kamu jahat Ano... kamu jahat. Kalau memang tak sempat datang seharusnya hubungi aku. Jangan membuat aku menunggu seperti ini” ujar Raina meninggalkan taman tersebut.
Di lain sisi
Keributan terjadi di rumah sakit...
“Kondisi pasien kritis dok” ujar suster Miswa tertulis di name tagnya.
“Siapkan alat kejut jantung” balas dokter Arka yang tertulis di name tagnya.
Setelah melakukan beberapa upaya, denyut jantung pun kembali stabil. Mereka pun melanjutkan untuk menyelamatkan pasien.
“Bagaimana keadaan putra saya dok” tanya Abi, ayah dari pasien tersebut.
“Kondisi pasien cukup stabil pak. Tapi saran saya, lebih baik anda membawa pasien ke luar negeri untuk melanjutkan pengobatan” balas Arka.
“Baik dok, tolong anda siapkan semuanya. Malam ini kami akan berangkat” ujar Abigail.
Pasien beserta keluarganya pun meninggalkan Indonesia, tujuan mereka adalah Jerman. Tempat terbaik untuk melanjukan pengobatan untuk putra sulung mereka.
Sejak itulah Raina dan Eliano tak pernah dipertemukan lagi. Sehingga Raina menjadi mati rasa untuk urusan cinta. Dan cinta yang di kejarnya selama ini adalah cinta seorang kakak. Namun tak juga bisa di dapatkannya sampai detik ini atau mungkin sampai akhir hayatnya.
Back To

Comentário do Livro (189)

  • avatar
    Tian Renhoar

    bagus banget 😁

    4d

      1
  • avatar
    RevaYuke

    lumayan

    29d

      0
  • avatar
    DarmanQila

    aku ingin iphone

    20/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes