logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Nenek Sakit

Dan akhirnya aku pun hanya mengangguk sebagai jawaban. Tidak mungkin aku terus berbohong sama mbah.
"Mereka memang keterlaluan! Ya sudah, ini uang sakunya. Jangan lupa nanti beli sarapan," ujar Mbah memberi uang saku.
"Iya mbah, saya pamit sekolah dulu. Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Tepat setelah aku selesai menaruh sepeda di parkiran. Bel tanda untuk masuk sudah berbunyi. Untung saja jarak antara parkiran dan kelasku tidak terlalu jauh.
"Tumben kamu telat Rin," tanya Rara setelah aku duduk dan siap menerima pelajaran.
"Heem, tadi kesiangan dari rumah ibu. Bagaimana tugas kamu, sudah di kerjakan?"
"Sudah tapi masih kurang, nanti kalau rehat ajari aku ya..." pinta Rara karena memang ada beberapa soal yang sulit.
"Oke...!"
Setelah mengikuti pelajaran 2jam kini tiba saatnya jam istirahat. Sebelum mengerjakan tugas yang belum selesai aku dan Rara pergi ke kantin terlebih dahulu. Bukan buat makan tapi membeli jajanan untuk menemani kita belajar. Ya, aku lebih bisa cepat selesai mengerjakan tugas jika ditemani cemilan.
"Makasih Rin... akhirnya selesai juga tugas ku," ucap Rara dengan wajah berbinar.
"Iya sama-sama," jawabku dengan tulus.
"Rin, kasih tau aku jawaban nomer 7, 8, 9 sama 10," ucap Keano sambil menarik bajuku dari belakang.
"Kamu ini minta tolong, narik narik baju terus borongan pula! Ogah!" sungutku karena ulah dia leherku sampai sakit.
"Iya Rin, nggak usah kasih tau, enak aja!" sahut Rara sedang Ahmad yang duduk di sebelah Keano tertawa melihat Keano yang cemberut.
"Kasihan kasihan kasihan..." sambung Ahmad.
Tet.. Tet... Tet...
Bunyi bel tanda istirahat telah usai sudah berbunyi. Melihat raut wajah memelas dari Keano aku pun tak tega. Dengan cepat ku kasih buku tugas agar dia salin.
"Makasih Rin, nanti sore gue bantu saat kamu cari pakan buat kambing," ucapnya yang membuat aku tercengang.
"Darimana kamu tau?" tanyaku penasaran.
"Tau lah, Keano gitu loe," katanya menyombongkan diri.
Tidak terasa waktu pulang telah tiba, kini aku segera memakai jaket dan bergegas untuk ke parkiran. Aku segera pulang, biar nanti bisa mencuci baju dulu sebelum pergi ke rumah Ibu.
Setelah mengucapkan salam, mengganti baju lekas aku shalat baru makan. Tapi entah kenapa perasaan ku gundah dan tidak karuan.
"Rin, kamu sudah tau belum?" tanya Mbah Putri saat aku selesai makan.
"Tau apa Mbah?"
"Nenekmu lagi sakit, sekarang di rumah sakit. Katanya keadaannya kurang baik. Kamu doakan biar beliau cepat sembuh," tutur Mbah menjelaskan.
"Sakit apa Mbah? Iya mbah, pasti itu. Pantas saja aku tadi lewat pas pulang dari ibu rumah Nenek dan budhe sepi,"
"Mbah juga belum tau, kamu doakan saja. Sudah sana kalau mau nyuci baju. Nanti kamu diomeli ibumu kalau datang telat," Aku pun mengangguk dan lekas mencuci.
Setelah selesai dan berpamitan sama mbah Putri lekas aku pergi ke rumah Ayah Yogi dengan menaiki sepeda. Saat melewati rumah Budhe terlihat masih sepi, mungkin Budhe sedang menjaga Nenek di rumah sakit.
'Ya Allah, sembuhkanlah nenek. Angkat segala penyakitnya,' doaku dalam hati.
Sesampainya di rumah Ayah Yogi, terlihat rumahnya sepi. Mungkin mereka masih tidur siang seperti kemarin. Tanpa membuang waktu dan mengganggu mereka aku pun pergi ke kandang. Dan mencari belati untuk mencari pakan.
"Mana belatinya," ucap Keano yang menepuk pundakku dari belakang.
"Tidak usah Ke, aku tidak ingin Ayah marah kalau kamu bantu. Lagian aku juga tidak enak sama orang tua kamu, nanti kalau kamu dimarahin bagaimana?" elakku dan mencoba mencari dedaunan yang masih rendah.
"Mana! Biar kamu cepat bisa pulang dan istirahat. Tunggu di bawah!" katanya seraya merebut belati dan naik ke atas pohon. Kambing Ayah makannya daun bukan rumput.
Selama Keano berada di atas pohon menebas batang batang pohon. Aku pun mencari di bawah, setelah di rasa cukup Keano turun.
"Makasih sudah bantu aku, tapi bener kamu tidak apa-apa bantu aku gini?"
"Tenang, sudah biasa aku naik pohon. Kamu kenapa kok murung gitu?" tanya dia saat aku mengumpulkan dan bersiap untuk ke kandang kambing. "Kamu sakit?" tambahnya dan memperhatikan wajahku.
"Aku lagi sedih, nenek lagi sakit,"
"Lha kamu ini bagaimana? Nenek sakit kok malah kamu tinggal ke sini? Terus yang jaga siapa?"
"Bukan nenek dari ibuku, tapi nenek dari Ayah. Katanya dibawa ke RS, jadi mana bisa aku jenguk. Tolong doakan semoga cepat sembuh," pintaku dan dia menjawab dengan anggukan. "Makasih." jawabku lagi.
"Ya sudah, aku balik dulu. Kamu kalau pulang jangan terlalu malam, apalagi naik sepeda,"
"Ok, terimakasih,"
Setelah Keano pergi aku segera kembali dan menaruh pakan di tempatnya. Ayah dan ibu belum juga kelihatan padahal hari sudah sore, aku juga sudah selesai membersihkan semua halaman rumah.
Disaat aku ingin membersihkan rumah bagian dalam ternyata rumah terkunci. Aku lihat dari jendela kamar ternyata Ayah dan ibu juga tidak ada.
"Mungkin mereka pergi, pantas saja dari tadi tidak nongol," ucapku sendiri dan bergegas untuk pulang.
Saat adzan magrib aku baru sampai di rumah, betapa aku sangat terkejut karena ternyata di teras ada motor Ayah Yogi. Ku hentikan langkahku dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan, bukan maksud hati untuk menguping tapi aku ingin mendengar bagaimana penjelasan Ayah dan Ibu saat di sidang mbah kung.
Mbah kung marah karena Ayah menyuruhku membantu mereka di pagi dan sore hari. Tidak hanya itu beliau juga marah karena tidak memberiku makan.
"Nana, kamu itu tega masak Karin tidak kamu beri sarapan sebelum dia balik kesini, Hati nurani mu dimana?!" bentak Mbah kung.
"Siapa yang bilang Pak, Karin kok kalian percaya. Awas saja itu anak kalau ketemu, sudah bisa mengadu domba!" sanggah Ibu dan dari bicaranya terdengar sangat marah.
"Iya Pak, kami selalu suruh dia makan dan mandi dulu, tapi dia saja yang keras kepala!" kata Ayah Yogi.
"Assalamualaikum," ucapku mengalihkan perhatian mereka.
"Waalaikumsalam, sini kamu!" pinta Ibu dengan memicingkan mata. Beliau terlihat murka.
"Ngomong apa kamu sama Mbah?" bentaknya lagi.
"Aku t-tidak bicara apa apa Bu," ucapku terbata.
"Sudah Rin, kamu mandi sana terus magriban, tidak usah kamu ambil hati ucapan ibu kamu," pinta mbah Putri agar aku meninggalkan ruang tamu.
Tatapan tidak suka masih saja diberikan kedua orang tuaku sampai aku menghilang. Entah apa lagi yang mereka bicarakan dan setelah aku selesai mandi Ayah dan ibu sudah tidak ada.
Selesai shalat aku pun makan terlebih dahulu sebelum belajar dan menyiapkan pelajaran untuk esok hari.
"Mbah, sudah ada kabar tentang nenek? Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya ku saat aku sudah selesai belajar. Dari sejak aku tau beliau sakit perasaan ini semakin tidak enak.
"Doakan yang terbaik saja Rin, kayaknya berat," ucap Mbah Putri.
"Maksudnya mbah?"

Comentário do Livro (118)

  • avatar
    JoniWar

    bacaanya mantap

    6d

      0
  • avatar
    fikriansyah anggaraAngga

    cerita nya bagus

    21d

      0
  • avatar
    AmaliaYamizatul

    Bagus ceritanya kak

    23d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes