logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

4. Menculik Sea di Jalan

Lokasi proyek pagi itu dipenuhi oleh orang-orang dan wartawan yang ingin meliput kejadian tragis yang menimpa menantu Willy Group. Sementara, para karyawan Rain sibuk menghalau para juru warta yang sudah berkerumun untuk mengumpulkan informasi.
"Om, saya akan bantu Om!" Gadis aneh muncul dari belakangnya dan tak digubris sama sekali oleh Rain.
"Kakakku jaksa, Om!" lanjut si gadis aneh.
Mendengar hal itu, ia pun tertarik dan meliriknya, "Kamu ikut saya!” Rain mengangkat jenazah Hanna ke stratcher ambulans.
Sea bergegas masuk ke ambulans bersama Rain. Ia melihat Rain menangis sejadi-jadinya. Sampai di rumah sakit, ia melihat pria di dekatnya itu sangat terpukul, terlebih saat jenazah Hanna dibawa memasuki ruang autopsi.
"Kasihan sekali dia. Kerja cuma kuli, sekarang ditinggal istrinya. Ck, ngenes banget," gumam si gadis aneh.
Rain mengeluarkan ponsel dari sakunya, mencoba menghubungi seseorang.
Sea terperangah melihat ponsel Rain yang berkamera tiga seperti segitiga bermuda.
"Woaaaah, bisa-bisanya buruh seperti dia pakai hp Pro Max 12. Dapat dari mana dia?" Sea terperangah dan menggeleng-geleng tak percaya.
"Andy, bisa bantu aku!"
"Hai, Rain, apa yang bisa kubantu ?"
"Kamu pasti tahu apa yang kumaksud?"
"Oh, itu. Aku mengerti. Aku sudah membaca beritanya. Nanti siang aku akan mengunjungimu di kantor."
"Baiklah, sekarang aku sedang mengurus jenazah Hanna dulu." Rain mengakhiri percakapannya karena dipanggil petugas costumer service. Pria yang kini menduda itu diminta perawat untuk melengkapi beberapa syarat administrasi rumah sakit.
"Om, punya BPJS, kan?"
"Kamu bisa diam tidak, Bocah!"
Sea langsung tersentak dan memasang raut wajah cemberut, lantas pergi menjauhi Rain sambil menutupi kepala dengan kupluk jaketnya.
***
Seseorang mengetuk pintu ruang kerja seraya masuk tanpa menunggu jawaban dari Rain.
"Rain, aku turut berduka cita," ucap sahabatnya. Mereka berpelukan antar sesama pria.
"Thanks, Dy. Duduk dulu."
Lima menit kemudian Maya masuk membawakan dua cangkir kopi. Setelah itu dia hendak duduk di sofa.
"Maya, bisa beri kami privasi!" Ia memerintah Maya agar tidak mendengar percakapan mereka.
"Baik, permisi Pak Rain, Pak Andy !" pamit sekretaris yang masih melajang itu.
"Andy, jadi gimana ?"
"Kamu tahu, kan, ini bukan kasus bunuh diri?"
"Jelas, Ndy. Asisten di rumah bilang kalau Hanna pamit pergi untuk mengantar makan siangku, sedangkan aku sudah bilang pagi harinya kalau aku akan meeting dan makan siang di luar."
"Pasti ada yang menjebak Hanna supaya datang ke lokasi proyek itu, Rain! Dan pelakunya tidak lain orang yang kenal denganmu."
Rain terdiam sambil menjambak rambutnya sendiri.
"Aku tidak menyangka ini terjadi di hidupku dan bodohnya aku tidak berprasangka buruk pada siapa pun!" jawab Rain geram.
"Gimana dengan barang-barang Hanna, apa ada yang tertinggal di lokasi?"
Rain belum mengetahui perihal itu. Jadi, ia mencoba menghubungi seseorang.
"Halo, Detektif Bara. Saya lupa menanyakan sesuatu. Apakah ada barang istri saya yang tertinggal di TKP? Ponsel atau semacamnya?"
"Kami tidak menemukan ponsel atau apa pun selain lunch box Pak Rain."
"Hmm, begitu, ya. Baik, kalau begitu terima kasih, Pak Bara." Rain menutup telepon seraya mengangkat kedua bahu dan kedua tangannya, pertanda tidak ada hasil.
"Pelakunya cerdas. Dia pasti sudah mengambil semua barang milik Hanna, Rain!" sahut Andy yang telah mendengar percakapan Rain tadi.
"Gimana dengan CCTV?" lanjutnya.
"CCTV gedung sudah dirusak pelaku sehari sebelumnya. Dan di dekat area itu tidak ada CCTV lain."
"Apa ada pertokoan atau orang lalu lalang?”
"Polisi pasti sudah mengecek CCTV minimarket terdekat. Kalau orang lalu la—lang? Benar! Gadis aneh!"
"Gadis aneh?" Andy penasaran dengan gadis yang dimaksud temannya itu.
"Jadi begini, aku beberapa kali bertemu gadis aneh ini dan sepertinya, dia tinggal di area kompleks itu."
Andy menjentikkan jarinya, "Cepat, kamu hubungi dia!"
"Ayo, ikut denganku, Dy!" Rain bergegas mengambil kunci mobilnya.
"Pak Rain, Anda mau ke—?" tanya Maya yang gelisah melihat Andy dan Rain terburu-buru pergi.
"Maya, kamu tunggu di kantor. Saya ada urusan di luar!" Rain mencegah Maya agak tidak banyak bertanya.
Andy mengambil paksa kunci dari tangan Rain supaya dirinya yang mengemudikan mobil karena khawatir terjadi sesuatu sebab emosi Rain sedang tidak stabil. Mereka bergegas pergi ke lokasi proyek yang tengah dibatasi police line.
Hari sangat terik saat itu. Hujan belum mengguyur sejak terakhir jenazah ditemukan sehingga bau darah mendiang istrinya masih menguar di lokasi proyek hotel yang sementara terhenti itu.
Di depan bangunan hotel, Rain menunggu si gadis aneh itu lewat sambil berkeliling. Siapa tahu ia bisa menemukan sesuatu yang terlupakan oleh pelaku.
"Rain, kemari?" panggil Andy yang berdiri di dekat tangga bangunan. Andy menunjuk sesuatu, yaitu sebuah kancing baju bermerek tepat di bawah tangga keluar.
Rain segera mengambil sapu tangan dan membungkus kancing berlogo Gucci tersebut, lalu mencari bukti lain yang mungkin saja terlewati.
"Kau tidak memberikannya pada polisi?" tanya Andy.
"Aku akan menyimpannya dulu kalau suatu waktu nanti aku menemukan logo yang sama di baju orang lain."
Andy mengangguk paham.
Dari kejauhan, Rain melihat seorang gadis yang berjalan memakai celana jogger dan jaket hoodie berwarna pink sambil membawa kantong hitam besar yang terlihat berat.
Ia berlari ke luar lokasi proyek. "Hei, Gadis Aneh!" pekiknya. Gadis itu mengacuhkannya dan terus melangkahkan kaki.
Karena kesal, Rain mengejarnya dan terpaksa menarik kupluk jaketnya.
"Aaaww!" teriak gadis itu." Hei, Om! Apa-apaan, sih! Kalau aku jatuh gimana?"
"Om?" tanya Andy penasaran mendengar panggilan gadis itu seraya menertawainya.
"Kamu ikut saya! Cepat!"
"Eeh, kalian mau menculikku! Gak mau!” Kupluk jaketnya masih terus ditarik. “Lepas! Atau aku akan teriak di sini!” ancamnya.
"Siapa yang mau menculik gadis aneh sepertimu! Dijual saja tidak laku!" sanggah Rain sambil melepaskan tangannya dari kupluk Sea.
"Ya, terus mau apa sampai Om menarik-narik bajuku! Tidak sopan!" sembur gadis yang rambutnya digelung ke atas sambil menyilangkan kedua tangan dan mengerlingkan matanya.
"Ayo ikut ke mobil. Ada yang mau saya tanyakan!"
"Ta—"
"Cepat masuk atau mau aku seret lagi!" pekik Rain.
Merasa tersentak, Sea pun akhirnya menurutinya walaupun di mulut ia berdecak kesal. Ia berdoa semoga kedua pria itu tak akan menculik, memperkosa, lalu membuangnya seperti di berita-berita. Mereka bertiga memasuki mobil sedan berwarna putih milik Rain dan pergi ke tempat peristirahatan milik keluarga Rain.
"Bau apa ini?" Rain memprotes karena tiba-tiba mencium aroma tidak sedap menguar di dalam mobil.
"Ini?" ujar Sea sambil mengangkat bungkusan hitam yang dia bawa sejak dari rumahnya.
"Apa itu?" tanya Andy.
"Sampah!" jawab Sea ketus sambil mengerlingkan matanya dan menahan tawa.
"What? Kenapa bawa masuk sampah ke dalam sini!"
"Bukan aku yang bawa, tapi Om yang memaksaku masuk mobil. Aku itu mau membuang sampah, tapi malah diculik begini!"
"Haduuh, Gadis Aneh!" keluhnya sambil menggelengkan kepala. "Stop di depan, Dy!" Rain menunjuk tempat pembuangan sampah.
"Mobil menumpang teman saja belagu!" decak gadis itu sambil keluar dari mobil untuk membuang sampah. Samar-samar terdengar umpatannya oleh Rain.
"Apa! Siapa yang num— . Aarghhh!" geramnya.
Andy tidak bisa menahan tawa melihat pertengkaran antara om dan si gadis aneh.
"Tenang, Rain. Kita butuh dia," hibur Andy seraya menepuk bahu kirinya.
Kurang lebih tiga puluh menit dari lokasi hotel, akhirnya mereka sampai di rumah peristirahatan. Rumah bergaya kuno, tetapi masih terawat dan rapi. Di halamannya banyak beraneka macam tanaman segar yang membuat rumah makin sejuk.
"Hei, Gadis Aneh, dengarkan! Apa kamu melihat orang yang mencurigakan kemarin siang?"
Gadis itu diam tanpa menjawab pertanyaannya sambil melihat-lihat ke sekeliling ruangan rumah yang luasnya sekitar satu hektar itu.
"Hei, kamu tidak dengar saya!"
"Apa Om gak punya sopan santun? Om, kan, minta informasi dari saya, tapi kenapa saya dikasari!"
Andy yang mendengarnya, menunduk, menggumpalkan tangan di depan bibirnya demi menahan tawa.
"Hmm! Okay. Siapa kamu ...? Sea? Saya bertanya baik-baik dan tidak akan mengulanginya."
Gadis itu masih diam dan cuek sambil memainkannya ponsel.
"Apa kamu lihat orang yang mencurigakan kemarin siang?"
"Ya. Aku lihat banyak pekerja bangunan di sana."
Rain menghela napas lebih dalam kali ini. Ia merasa telah membuang-buang waktu untuk berbicara dengan Sea.
"Tapi, waktu sore hari selepas pulang les, aku gak sengaja lihat ada dua orang yang berdiri di pinggir gedung lantai lima yang belum jadi itu," sambungnya.
Rain dan Andy tercengang, lalu menatap gadis itu dengan lebih serius.
"Lalu, ciri-cirinya?”
"Seingatku ... yang satu berpakaian seperti mendiang istri si Om ini.” Sambil menunjuk Rain, “yang satunya aku gak lihat jelas karena hari udah gelap, tapi aku yakin, dia pakai setelan celana dan jaket serba hitam. Oh, ya, dengan penutup kepala juga!" Sea menjelaskan sambil berusaha mengingat-ingatnya.
"Terus, sampai kapan kamu di sana?" Rain menelisik.
"Ya, aku cuma lewat. Jadi, gak lama. Cuma itu aja yang aku ingat."
Rain lantas berdiri dari duduknya dan menjambak rambut sendiri sambil mondar-mandir di ruang tamu yang luas bergaya klasik tersebut.
Ia berpikir keras siapa yang mungkin menjadi pelaku pembunuhan istrinya itu. Ciri-cirinya beberapa sudah dikantongi olehnya.
"Kamu bilang kakakmu jaksa?" Ia ingat sesuatu yang kemudian dijawab dengan anggukan si gadis.
"Kami mau bertemu dengannya sekarang juga!" sahut Andy cepat.

Comentário do Livro (249)

  • avatar
    HamidAbdul

    bagus

    23d

      0
  • avatar
    LaillTasbiatul

    slmt pagi novel lah.

    23d

      0
  • avatar
    Zak1Neng

    penasaran ceritanya

    25d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes