logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Di Pintu Gerbang Luo Manor

Luo Ding Xiang duduk di dalam kereta bersama dengan adiknya, Luo Han Guo. Bocah laki-laki berumur lima tahun itu tampak lebih segar hari ini.
Dengan setelan hanfu berwarna biru terang dan mantel biru tua dia terlihat lucu dan menggemaskan. Bocah kecil itu duduk di sebelah sang kakak dengan tenang sambil memakan cemilan yang disediakan oleh Lan'er.
"Jiejie, apakah kita harus pergi lagi? Tidak bisakah kita tinggal di sini saja?" Tanyanya dengan polos dan ekspresi menggemaskan.
"Guo'er kita akan tinggal di Luo manor. Di tempat ayah menghabiskan masa kecilnya. Di sana pasti menyenangkan seperti di Jiangnan." Luo Ding Xiang dengan sabar menjelaskan.
"Da Jie aku rindu ayah, ibu dan Niang." Dengan mata bulatnya yang bening bocah kecil itu menatapnya penuh harap.
Luo Ding Xiang terenyuh mendengar keluhannya. Dengan lembut dipeluknya bocah itu.
"Aku pun rindu mereka. Tapi mereka sudah tenang di surga. Guo'er bukankah kau telah berjanji pada ayah untuk selalu menjagaku?" Luo Ding Xiang mengusap kepalanya dengan lembut.
"Tentu saja Jie! Aku akan selalu menjagamu!" Sahutnya dengan yakin.
Luo Ding Xian tertawa mendengarnya, "Anak pintar."
Percakapan mereka terhenti saat Qin'er dan Lan'er masuk ke dalam kereta. Kedua gadis pelayan itu duduk di hadapan nona dan tuan muda mereka.
"Apakah semuanya sudah siap?" Tanyanya pada kedua gadis pelayan itu.
"Iya nona. Semua barang ada di kereta kedua bersama Ibu Chin. Dia juga sudah mengirimkan seseorang untuk memberi kabar kepada orang-orang di Luo manor." Lan'er menjelaskan beberapa hal padanya.
Luo Ding Xiang mengangguk mengerti. "Kalau begitu minta A Long untuk segera berangkat," perintahnya lagi.
Kereta kuda berjalan pelan beriringan menuju Luo manor. Jarak yang mereka tempuh tidak terlalu jauh, hanya perlu memutar untuk menuju pusat kota. Namun Luo Ding Xiang sengaja meminta kusir kereta untuk berjalan pelan dan terlebih dahulu berkeliling di sekitaran wisma.
Selain untuk menghibur sang adik, Luo Ding Xiang berniat mengulur waktu karena dia memerintahkan Ibu Chin untuk mengabarkan kepada Nyonya Tua Luo bahwa mereka baru tiba di gerbang ibukota.
Luo Ding Xiang tidak memberitahukan kedatangan mereka kemarin karena dia tidak ingin keluarga Luo tahu keterkaitannya dengan wisma selaksa bunga. Ibundanya berpesan untuk merahasiakan hal ini bukan hanya pada keluarga Luo namun juga orang-orang di sekelilingnya.
Kereta kuda kini berada di jalanan ibukota yang mengarah ke pusat kota. Jalanan cukup ramai dengan beberapa kereta kuda yang hilir mudik. Selain itu beberapa pejalan kaki turut serta memenuhi jalanan.
Mereka melewati deretan pertokoan yang mulai ramai oleh pengunjung. Suasana ibukota tentu berbeda jauh dengan kota Jiangnan.
Di ibukota banyak nona-nona muda, terutama dari keluarga berada dan berpengaruh bebas berjalan-jalan menikmati suasana atau berbelanja. Para nona muda ini biasanya menggunakan kereta kuda dan ditemani sejumlah pelayan.
Di Jiangnan meski diperbolehkan bagi para nona muda untuk keluar dari manor namun tidak sebebas itu. Terkadang mereka harus ditemani kerabat laki-laki. Atau bahkan banyak keluarga yang membatasi ruang gerak putri-putri mereka dengan alasan keamanan.
Kedua gadis pelayan hanya bersikap biasa saja meski ini pertama kalinya mereka mengunjungi ibukota. Bagi kedua gadis itu suasana ibukota memang lebih ramai dibandingkan dengan kota asal mereka, namun itu tidak membuat mereka terpesona.
Sedangkan bagi Luo Ding Xiang, keramaian ibukota tidak mampu mengalihkan pikirannya dari beberapa hal yang akhir-akhir ini mengganggunya. Keluarga Luo dan rumor yang beredar tentang dirinya bahkan sebelum dia tiba di ibukota. Tidak diragukan lagi Luo manor tidak sesederhana yang nampak di permukaan.
Tiada terasa kereta mereka tiba di gerbang manor tujuan mereka. Kereta kuda berhenti di depan manor yang megah.
Ibu Chin yang berada di kereta kedua dengan barang-barang mereka lebih dahulu turun dari kereta. Wanita setengah baya itu menatap manor megah di hadapannya dengan sendu.
Sebagian masa mudanya dihabiskannya di manor ini sebagai pelayan Tuan Muda pertama keluarga Luo, Luo Han shi. Tentunya dia memiliki cukup banyak kenangan di tempat ini.
"Ah ada tamu rupanya di Luo manor." Beberapa pejalan kaki tampak berbisik-bisik saat melewati kereta kuda yang berhenti di depan gerbang manor.
"Aku dengar putri Tuan Luo Han Shi kembali dari Jiangnan hari ini." Kembali mereka berbisik-bisik satu sama lain.
"Ah gadis yang malang, di usianya yang masih muda dia harus kehilangan kedua orangtuanya." Salah seorang wanita mengungkapkan simpatinya.
"Menurutku dia beruntung. Meski kedua orangtuanya telah tiada, toh dia akan menikahi pangeran ketiga." Seorang gadis berbicara dengan nada kurang mengenakkan hati siapapun yang mendengarnya.
"Hah, mana bisa begitu? Dia hanya seorang nona muda dari Jiangnan. Tidak pantas bersanding dengan pangeran ketiga," bisik gadis lain.
Bisik-bisik masih saja terdengar meski hanya gumaman diantara mereka saja. Namun Ibu Chin dapat mendengar itu semua. Dia hanya menghela napas dan berusaha untuk menenangkan diri agar ridak terpancing dengan ucapan yang tidak bertanggungjawab itu.
Perlahan-lahan dia menuju pintu gerbang kokoh yang tertutup dengan rapat. Dia meras sedikit heran. Mengapa tidak ada satu pun pelayan yang menyambut kedatangan mereka.
Dengan sedikit ragu, Ibu Chin mengetuk pintu gerbang itu. Satu, dua ketukan dan tidak ada tanda-tanda pintu gerbang akan terbuka.
Ibu Chin mondar-mandir di depan pintu gerbang dengan kesal. Apakah Luo manor sengaja ingin membuat nonanya menunggu?
Di tengah kegelisahannya, nampak sebuah kereta kuda berhenti di depan pintu gerbang manor diiringi kereta kuda lain yang lebih mewah. Kini di depan pintu gerbang manor beriringan empat buah kereta besar yang memenuhi jalan dan cukup mengganggu para pengguna jalan yang lain.
Ibu Chin segera berlari dan meminta kusir kereta untuk menepi. Dia tidak ingin terjadi keributan yang bisa merugikan nonanya.
Dari kereta pertama yang baru saja tiba, turun seorang pemuda dan diikuti seorang gadis serta dua pelayan mereka. Sementara dari kereta kedua, seorang pria tampan turun diiringi pelayan juga.
Ibu Chin memperhatikan mereka dan segera membungkuk hormat. Dari pakaian mereka dia dapat menduga mereka berasal dari keluarga berpengaruh. Bahkan dia dapat mengira pria yang turun dari kereta kedua merupakan anggota keluarga kerajaan.
"Gege, sepertinya masih sepi. Belum banyak tamu yang datang." Gadis muda itu berbicara pada pemuda di sebelahnya.
Pemuda itu hanya mengangguk dan segera membungkuk hormat pada pria yang baru saja turun dari kereta di belakang mereka.
"Yang mulia pangeran kelima, kami memberi hormat," sapanya dengan sopan diikuti sang gadis serta pelayan mereka.
Pria itu hanya mengangguk tanpa berbicara apapun. Mereka berjalan beriringan menuju pintu gerbang.
Pintu gerbang terbuka dan beberapa penjaga serta pelayan menyambut mereka dengan penuh penghormatan.
Ibu Chin ternganga melihatnya. "Jadi begini cara Luo manor menyambut kami," geramnya dalam hati.
Dia segera mengetuk pintu kereta. Tak berapa lama Qin'er turun dari kereta.
Mendengar penuturan Ibu Chin, wajah gadis pelayan itu berubah. Tapi dia tidak berani bertindak apapun tanpa ijin Luo Ding Xiang.
"Nona apa yang harus kita lakukan?" Ibu Chin bertanya dengan cemas.
"Ibu Chin dan kau, Qin'er, temuilah penjaga pintu gerbang dan sampaikan kedatangan kita," perintahnya pada dua pelayannya itu.
Keduanya segera menuju pintu gerbang yang kini setengah terbuka. Seorang penjaga dan pelayan menatap mereka dengan heran.
"Tuan, saya adalah pelayan Tuan Luo Han Shi. Nona Luo Ding Xiang, putri mendiang Tuan Luo Han Shi baru saja tiba, tolong bukakan pintu gerbang untuknya." Ibu Chin berbicara dengan halus, tenang, jelas dan tegas.
Penjaga nampak terkejut mendengar ucapannya. Ditatapnya pelayan yang bertugas bersamanya. Namun gadis itu juga nampaknya tidak tahu menahu mengenai kedatangan Nona muda Luo dari Jiangnan.
"Jadi nona muda pertama dari Jiangnan telah tiba?" Tiba-tiba seorang gadis datang menghampiri mereka.
"Mei-ying jiejie, untung anda datang. Haruskah kita membuka pintu gerbang untuk mereka?" Gadis pelayan tadi bertanya dengan polosnya.
"Apa maksudmu? Nona muda pertama kembali ke manornya dan kalian para pelayan berdebat untuk membuka pintu gerbang atau tidak dan membiarkannya menunggu di luar manor sedari tadi?" Ibu Chin memandang kedua pelayan itu dengan geram.
"Nyonya Luo memerintahkan untuk membuka pintu samping saat nona muda pertama datang. Ah Chen, buka pintu samping untuk mereka." Perintah pelayan tadi dengan angkuh.
"Pintu samping? Apa aku tidak salah mendengar? Dia Nona Luo Ding Xiang, putri Di dari Tuan Luo Han shi, dan kau memperlakukannya seakan-akan dia seorang putri shu?" Ibu Chin berbicara penuh emosi.
"Kenapa dengan putri Tuan Luo Han Shi? Di manor juga ada Tuan Jenderal Luo Han Yu? Tentu tidak bisa diperbandingkan." Pelayan itu bersungut-sungut lirih.
"Kau …." Ibu Chin hampir saja meledak dalam kemarahan.
"Ibu Chin, apakah ada masalah?" Suara Luo Ding Xiang mengurungkan amarahnya.
Serentak mereka menoleh kearah sang nona yang tengah berdiri di ujung tangga. Bersamaan dengan datangnya beberapa kereta lagi. Sepertinya akan banyak hal terjadi di gerbang Luo manor hari ini.

Comentário do Livro (208)

  • avatar
    Maleficent Yeti

    syabas author...jalan cerita yg menarik dan tidak membosankan... teruskan berkarya.

    16/06/2022

      0
  • avatar
    Nabbb

    bagusss bgtt

    11d

      0
  • avatar
    SriantiniCika

    𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑖𝑛𝑖 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛

    15d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes