logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 7 Mobil Bergoyang

“Salma?” Aku dan Andre terperanjat.
“Iya, ih Mama dan Papa malam-malam berisik,” timbrung Nadira tiba-tiba muncul juga.
Sekarang aku dan Andre bak tengah disidang di ruang TV oleh anak-anak. Baru awalnya saja kami ribut, mereka sudah seaktif ini mau mengintrogasi. Apa lagi kalau nanti kami semakin ribut, mengingat masalah yang dihadapi kian besar dan menyesakan.
“Jawab mah, pah!” sorot mata Salma tajam.
“Anu, itu tadi papa ….” Andre tampak kikuk sekali.
"Anu apa pah?" Salma bersedekap.
“Mama dan papa sedang bercanda,” akuku.
"Bercanda apa sampai seperti itu?" Tekannya.
"Kami main tangkap-tangkapan. Makanya papa tadi menangkap mama," terang Andre sekenanya.
"Tangkap-tangkapan?" nadanya semakin menekan.
"Iya, kami becandaan gitu. iya kan mah?"
"i-iya."
"Kalian pikir, Salma bodoh apa? Kalian itu bertengkar bukan becandaan,” serang Salma.
"Iya, mama terliahat kusut banget," imbuh Nadira.
"Ayo jelaskan pada kami! Apa yang kalian pertengakarkan?" perintah Salma.
Kami sama sekali tidak mengira kalau Salma akan sedewasa ini menghadapi orang tuanya. Kurasa dia tidak akan berhenti sampai mendapat jawaban yang masuk akal menurutnya.
“Baiklah. Mama dan papa memang tidak pintar berbohong. Papa cemburu sama mama,” cetusku.
“Iya. Mama ‘kan sekarang sudah jadi artis. Jadi fans Mama banyak lagi. Diantaranya cowok-cowok, banyak yang minta difoto ini itu. Terus Mama juga ‘kan beradu akting sama siapa namanya?"
"Om Riza, Pah."
"Iya, om Riza. Mereka mesra banget. Papa jadi cemburu."
"Padahal Mama sudah jelaskan, kalau itu hanya akting. Kalau Mama dan om Riza tidak professional, ntar filmnya tidak laku dong," tambahku untuk meyakinkannya.
"Ya ampun Papa, harusnya Papa itu bisa mengerti posisi Mama sebagai artis. Papa juga ‘kan tahu dunia artis itu seperti apa" tanggap Salma.
"Itu dia. Mama jadi kesal sama Papa." Bibirku dibuat semengerucut mungkin.
"Papa itu cinta banget sama Mama, tidak mau kehilangan mama," ujar Nadira.
"Sekarang kalian baikan. Papa harus percaya sepenuhnya sama Mama. Mama juga cinta banget sama Papa. Salma percaya mama dan papa itu saling setia," ungkapnya.
"Iya, masalah gitu aja ribut. Dasar orang dewasa apa-apa dibuat susah," celetuk Nadira memancing tawa kami.
"Haha …."
"Ampun Nadira omongan kamu itu lho," ujarku.
"Hehe … Mama sama Papa jangan berantem lagi, ya! Nadira sedih sekali melihatnya." Ia menghambur kepelukanku dan meyeruak nangis.
Tangisnya kencang sekali seperti sudah ditahan-tahan dari tadi. “Cup, cup.” Aku mengelus-elus kepalanya.
“Iya, Salma juga sedih. Jika terjadi sesuatu pada kalian. Janji ya, sampai kapanpun kalian akan tetap bersama dan selalu ada untuk kami. Sampai rambut kalian memutih,” ucap Salma yang mulai terisak juga.
“Aduh, ini kok pada nangis?” haruku yang ikut nangis juga.
Kulihat Andre pun meneteskan air dari manik matanya. Ia langsung merangkul aku dan anak-anak. “Papa janji akan selalu bersama kalian. Kalian berharga buat Papa,” akunya terasa tulus.
**
Setelah kejadian semalam, pagi ini kami berseri-seri. Aku pun berharap meski Andre tidak jujur akan perselingkuhannya, ia akan diam-diam mengakhirinya. Aku ingin selalu keluarga kecilku ini utuh dan tersenyum bahagia. Akan kukubur dalam-dalam rasa perih dikhianati demi kalian semua, harta berhargaku.
“Dadah Mama, dadah Papa.” Salma dan Nadira melambaikan tangan sebelum memasuki gerbang sekolah.
Ya pagi ini aku dan Andre mengantarkannya ke sekolah. Mereka tampak senang sekali. Setelah dari sekolah, Andre lanjut mengantarkanku ke lokasi syuting.
"Sayang, jangan lupa ya nanti usahakan pulang lebih cepat. Nanti aku jemput lagi ya," pintanya sebelum pergi.
"Iya. Mas."
"Mas akan pulang lebih cepat dari biasanya. Anak-anak kita lebih penting dari apa pun, ungkapnya membuatku tersenyum lebar."
"Iya, hati-hati di jalan," ucapku sambil mencium punggung tangannya. Ia pun mencium pucuk kepalaku. Sebuah rutinitas yang akhir-akhir ini terasa dingin, menghangat kembali.
Kujalani syuting dengan semangat agar berjalan lancar dan cepat kelar.
"Cinta, hari ini kamu tampak baik sekali. Suamimu sudah mengakuinya?" tanya Ari.
"Kamu doakan saja. semoga rumah tanggaku baik-baik saja," pintaku.
"Din, berarti benar dugaanku. Kemarin-kemarin kamu lagi ada masalah ya?" tiba-tiba Riza nimbrung karena tidak sengaja mendengar percakapanku dengan Ari.
"Oh, bukan masalah apa-apa kok. Biasa lah dalam rumah tangga," sangkalku.
"Perselingkuhan itu bukan masalah biasa, Din," celetuknya.
"Perselingkuhan?" keningku mengernyit.
"Eh maaf, aku tidak bermaksud."
“Speed!” teriak produser tiba-tiba meminta kru lain agar segera bergegas sehingga waktu pengambilan gambar di lokasi berjalan lebih efektif.
“Maaf,” ucap Riza lalu merapihkan anak rambut yang keluar dari jilbab.
"Oh, iya." Aku enggan mengucapkan terimakasih karena terkadang jujur risih sekali sama perhatiannya. Bagiku ia hanya rekan kerja dan teman semata.
"On camera yuk!" sutradara mengaba-aba. “Action!” serunya.
“Sayang, aku pergi hanya seminggu,” ucap Riza memainkan perannya.
“Seminggu itu lama, tahu!” timpalku dengan mengerucutkan bibir.
“Ih, udah kayak bebek aja manyunnya,” goda Riza sebagai Raihan.
“Astagfirullahaladzim, istri sendiri dikatain mirip bebek,” rajukku sebagai Hasna.
“Ya Allah sampai merajuk gitu. Mas guyon saja sayang,” bujuknya.
“Nggak lucu,” ketusku.
“Idih, kalau lagi marah suka bikin Mas tambah gemes deh,” godanya lagi sambil mencubit pipiku.
“Ah, sakit mas,” rengekku manja.
“Cut,” seru sutradara. “Kalian seperti pasangan sungguhan. Sumpah kemistrynya dapet banget,” pujinya lalu.
“Iya, siapa dulu dong yang pilih artisnya. Mereka benar-benar klop ya? penonton nanti pasti baper banget,” ujar asisten produser.
Semua kru film tepuk tangan menyemangati kami. “Kayaknya si Riza bukan sebatas kagum sama kamu cin,” bisik Ari.
“Huss! Ngaco kamu,” sangkalku.
Kuperhatikan sekilas, mata Riza ternyata sedang tertuju padaku. Entah tatapan apa itu? Semoga hanya Ari saja yang menyadari ini. Batinku.
**
Seperti janji aku dan Andre tadi pagi. Kami akan pulang lebih cepat. Rupanya anak-anak sudah menantikannya menunggu di teras rumah. Begitu turun dari mobil, mereka langsung menghambur menghujani kami dengan kecupan sayang.
Usai mandi sore aku dan Andre diajak anak-anak ke halaman belakang. Katanya ada sesuatu yang akan diperlihatkan.
"Tara … selamat bersenang-senang," seru Salma.
Mereka menyiapkan semuanya dengan sempurna. Sebuah tenda, tempat pembakaran, lampu-lampu taman yang menggantung menambah sweet penampilan malam halaman rumah kami.
"Luar biasa!" Takjubku.
"Kalian yang siapkan?" tanya Andre.
"Iya dong. Idenya dari Nadira yang ingin piknik berkemah gitu. Terus kami siapkan dibantu bi Minah,” papar Salma.
“Bi Minah tadi pulang jam berapa?”
“Jam empat seperti biasa.”
Bara api di pembakaran pun mulai dinyalakan. Kami akan membakar jagung. Andre tampak antusias mengipas arang sampai bajunya bau asap. Dia memang selalu menjadi yang tersibuk dikala menyiapkan urusan perut. Sementara aku hanya duduk manis sambil menatap layar ponsel untuk memilih menu yang akan di pesan via aplikasi ojek.
Malam ini cerah, bintang bertaburan di langit serasa ikut mendamaikan hati kami yang berselisih akhir-akhir ini.
Yo yo yo
Jigeujaegeu chumeul chow
Yo yo yo yo
Tag Me Tag Me Tag Me

Salma begitu lincah dan fasih menyanyikan lagu After School milik Weekly, Girl Group asal Korea Selatan itu yang belakangan ini viral di tikto*.
“Kakak, sini giliran aku,” pinta Nadira sambil merebut mikrofon dari tangan Salma.
"Ih adek. Bentar lagi napa sih?"
"Nggak. Kaka suka lama,” protesnya.
"Sini, ah!" Paksa Salma merebut mikrofonnya lagi.
Terjadilah drama saling rebut mik. “Aduh Kakak, kasih ke Adek. Ayok giliran! Nanti ‘kan bisa Kakak lagi.”
"Iya, Mah.” Akhirnya Salma menurut.
"Lho, Papa kemana?" tanyaku saat menyadari tak mendapati Andre di tempatnya tadi.
"Papa tadi ke depan dulu kayaknya," jawab Nadira.
"Tunggu sebentar, ya!" aku hendak menyusulnya.
"Cie Mama, baru ditinggal bentar saja sudah mau disusulin," goda Salma.
Aku hanya menyunggingkan senyum kemudian mengambil langkah tergesa. Netraku beredar ke segala penjuru mencari sosok Andre. Lamat-lamat terdengar suara dari teras depan rumah. Namun, saat kutengok tidak ada siapa-siapa. Dari mana suara itu berasal?
Kubuka lebar-lebar kuping ini ternyata suara itu berasal dari luar pagar rumah. Kuayunkan langkah mengendap bak maling takut ketahuan. Ada sebuah mobil? Mobil siapa itu malam-malam nongkrong dekat rumahku? Hati tidak berhenti bertanya.
Badanku refleks menarik diri dan tangan menangkup mulut saat menyaksikan mobil itu bergoyang. Sudah pasti ada aktifitas di dalamnya.
***

Comentário do Livro (144)

  • avatar
    RahayuSingku

    Ceritanya memberi kita pelajaran apa itu sebuah balas dendam? Sumpah ni novel keren banget. rugi klo gak baca. best author 👍👍👍

    07/05/2022

      0
  • avatar
    Arga Ahsanul Hakim

    Nice

    19d

      0
  • avatar
    Cepot Bouble

    sangat kerennya

    19d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes