logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 4 Keraguan Khadijah

“ Nanti kita pikirkan dek, bagaimana abah dan siapa yang membantu abah ngajar di surau, atau kita suruh si Intan murid adek yang senior untuk membantu abah. Kan dia paling lama ngaji disini dan paling pinter tuh, iya kan?
“ Mudah mudahan Intan mau ya mas, siapa tahu nanti kita bujuk jadi mau bantu abah”
Khadijah segera kebelakang sambil membawa cangkir kopi yang telah habis dinikmati Gading suaminya. Saban hari kalau datang kerja selalu minta dibuatkan kopi meskipun tidak merokok dia sangat suka kopi,kalau ada pisang goreng biasanya dia suguhkan sebagai teman kopi hangat di sore hari.
Gading melanjutkan istirahat di kamar, biar kata cuman 15 menit dia rebahan , habis itu dia mandi, karena datang kerja keringetan dan lengket, kemudian sholat ashar. Rutinitas sore yang ia kerjakan sudah sangat di hafal Khadijah istrinya, membiarkan Gading berbaring di pembaringan, setelah Khadijah mencuci cangkir kopi Gading, Khadijah menemani Gading yang sedang berbaring.
“ Mas capek ya” Tanya Khadijah
Gading hanya mengangguk.
“ kalau sudah hilang capeknya jangan lupa sholat ashar ya Mas ”
Lima belas menit kemudian Gading , beranjak dari tempat tidurnya, sudah di rasa segar, Gading berjalan ke kamar mandi untuk segera mandi.Tak lupa Gading mengambil handuk yang di jemur di dekat kamar mandi,
Khadijah Istri yang sangat baik, sambil menunggu Gading Mandi , dia menyiapkan baju sore dan menyiapkan sajadah untuk sholat.
Lima belas menit kemudian Gading sudah keluar dari kamar dengan bertelanjang dada, dia lihat Khadijah istrinya sudah menyiapkan baju dan sajadah untuk sholat.
Khadijah merenungkan kembali ajakan Gading untuk pindah ke kota untuk bekerja di tempat yang lebih baik, memang pabrik tahu di dekat rumahnya bukan tidak baik, tapi gajinya belum menyentuh UMR, sedangkan Gading bercita cita untuk punya anak dan membangun masa depan.
Setahun menikah belum di karuniai anak, Gading dan Khadijah bukan tidak berusaha, tapi mungkin belum rejekinya, Toh masih banyak waktu untuk berusaha , karena mereka masih muda. Mungkin Allah melihat kesungguhan mereka dalam beroda dan berusaha.
“Assalamualaikum ning (mbak)”, anak anak sudah menunggu di mushola, “ Intan menyapa Khadijah yang sedang merenung.
“ Waalaikumsalam Intan, tunggu sebentar ya, Ning segera ke mushola”
Ternyata jam sudah menunjukkan jam 15.10, jam segitu biasanya abah sudah melaksanakan sholat ashar berjamaah di mushola bersama santri, segera Khadijah mengganti baju gamis dan mengambil wudhu dikamar mandi, dan tak lupa sholat ashar sendiri di kamar, karena dari tadi belum melaksanakan sholat ashar.
Setelah selesai melaksanakan sholat ashar , segera Khadijah berpamitan kepada Gading untuk pergi ke mushola,
“ Khadijah, ke mushola dulu ya mas, ngajar ngaji dulu seraya mencium punggung tangan Gading.
Khadijah berjalan menuju mushola yang berada di samping rumahnya, terlihat anak anak yang telah menunggu dan duduk berjejer seraya membaca alquran , Alhamdulillah anak anak sudah mulai lancar membaca Alquran. Khadijah mengajar sesuai dengan kelompoknya masing masing, biasanya Intan membantu mengajar ngaji anak anak yang baru belajar ngaji kisaran usia 4-8 tahun. Yang sudah bisa membaca alquran barulah Khadijah mengajarnya sendiri.
Suara merdu Khadijah mulai terdengar ketika melafalkan ayat ayat suci alquran, suara itu yang selalu membuat Gading jatuh hati kepada Khadijah tatkala dulu masih berjuang mendekatinya.
Kini Khadijah telah menjadi miliknya, beberapa laki laki yang dulu mendekatinya akhirnya mengalah, karena pak ustad lebih menyetujui Gading sebagai pendamping Khadijah. Akan tetapi tak luput pula abah mengambil keputusan setelah menanyakan terlebih dahulu kepada Khadijah dan menyuruhnya sholat Istikharoh supaya tidak salah memilih imam bagi keluarganya..
Di kamar Gading memikirkan masa depan bersama Istrinya, apa yang dia sampaikan kepada Khadijah harapannya adalah kehidupan lebih baik, dengan bisa punya rumah sendiri, karena sebagai tanggung jawab seorang laki laki dan sebagai ayah pada nantinya.
Di benak Gading juga meminginginkan anak yang nantinya bisa hadir di tengah keluarga sebagai pelengkap hidupnya.
Di mimpinya ada rumah kecil , di sana tinggal keluarga kecilnya dan bersenda gurau serta bermain bersama anaknya.
***
Seminggu yang lalu Gading bertemu dengan Thara tepatnya Thara Bamanthara panggilannya Thara, kawan masa di pesantren dulu. Tidak tahu sekarang dia menjadi apa,. Gading tahu benar kondisi Thara pada waktu di pesantren, dia dulu rajin belajar , bercita cita tinggi karena ibunya seorang janda yang hidup tanpa pensiunan.Ayahnya hanya kuli bangunan yang bekerja senin kamis. Bisa sekolah ada donatur yang bersedia membiayai sekolah di pesantren, kesempatan ini dia gunakan sebaik baiknya demi masa depannya dan masa depan ibunya.
Thara yang ia kenal dulu sangatlah berjuang untuk belajar, semangat belajarnya yang tinggi dan tidak kenal lelah, mengantarkan dia mendapat beasiswa . Dengan nilai yang Gading, dia di terima di salah satu universitas terkemuka di Surabaya.
Ketika di pesantren dia sangat jarang jajan seperti anak lainnya, kalau anak lainnya di sambangi orang tua seminggu sekali dengan membawa bekal yang banyak, namun Thara hanya mendapat kunjungan orang tua dua minggu sekali, karena terbatasnya uang , ketika ingin menjenguk putranya maka ibu Thara harus mengumpulkan uang sedikit demi sedkit hasil membantu masak di warung tetangganya.
Dari susahnya hidup di masa remaja mengantarkan Thara memiliki jiwa juang yang tinggi, memiliki keinginan yang tinggi untuk sukses dan jiwa bertanggung jawab, serta disiplin dan tidak lupa dia menjadi anak yang soleh dan berbakti kepada orang tua,
Tak ayal jika ketika bertemu Thara sangat menelisik keingin tahuan Gading, bagaimana kehidupan Thara yang sekarang, Thara Bamanthara teman tidur satu kasur, bercerita tentang mimpi- mimpinya untuk menjadi seorang menejer agar bisa punya banyak uang , dan membantu ibunya yang hanya tukang masak.
Beda Thara dengan Gading, Gading berasal dari keluarga yang sederhana tetapi cukup untuk kehidupannya. Orang tua Gading mempunyai 2 petak sawah sebagai penunjang ekonomi keluarganya. meskipun tidak kaya Gading selalu mendapat uang jajan yang cukup tatkala belajar di pesantren, ketika orang tua Gading mengunjungi ke pesantren , pasti membawa bekal yang banyak, tapi Gading tidak pelit, dia selalu merasa kasihan kepada Thara, di baginya bekal bersama dia makan, Thara hidupmu kini sudah bahagia ( gumamnya dalam Hati)
Roda kehidupan manusia tidak bisa ditebak, tapi bagaimana dengan sahabatnya kini.

Comentário do Livro (57)

  • avatar
    WiradanaMaesa

    🅑🅐🅖🅤🅢

    9d

      0
  • avatar
    YantoHeri

    Masya Alloh mantafff

    06/08

      0
  • avatar
    Wong Opo Onone

    seru bgt cerita ini cobain deh gaiys

    29/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes