logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 38

Pengunjung restoran hari itu sangat ramai. Laura kewalahan melayani para pelanggan dan sialnya salah satu pelayan tidak datang bekerja. Dia terpaksa bekerja bersama pelayan baru yang direkrutnya dua hari lalu. Jelas saja pelayan itu belum memahami pekerjaan di restoran itu meskipun Laura sudah menjelaskan sejak hari pertama pelayan itu datang bekerja. Lelah sekaligus kesal karena ada pelanggan yang sengaja menggodanya bahkan secara terang-terangan meminta Laura untuk kencan satu malam. Hubungan one night stand bersama orang asing bukan tipe Laura apalagi orang itu tidak menunjukkan keseriusan. Dan hanya menginginkan Laura sebagai penghangat tempat tidur.
Akibat penolakannya, pelanggan itu sengaja menjatuhkan gelas di lantai dan meneriakkan beberapa kalimat cacian. Mengatakan bahwa Laura murahan dan siapa saja bisa tidur dengannya. Dia tidak membalas ucapan laki-laki itu meski ingin sekali melempar pecahan gelas itu ke wajah laki-laki sialan itu. Pertama kalinya sejak Laura mengambil alih restoran ada seorang pelanggan yang membuat kekacauan. Dia membawa pecahan gelas itu ke belakang, tapi belum sempat kakinya melangkah. Laki-laki itu lebih dulu menariknya dan memeluknya secara paksa. Laura terkejut hingga pecahan gelas itu terlepas dari tangannya dan terjatuh mengenai kakinya. Dia meringis menahan sakit akibat luka di kakinya bahkan darah mulai mengalir deras, tapi orang brengsek itu tidak juga melepaskan pelukannya.
"Lepas!" teriak Laura keras memancing perhatian seluruh pelanggan di restoran itu. Beberapa orang berusaha mendekat, tapi laki-laki itu menodongkan pistol pada siapa saja yang berusaha untuk membantu. Laura mengumpat dalam hati, hari ini nasibnya sedang sial bertemu dengan berandalan mesum seperti itu.
"Ikut aku atau peluru ini menembus kepalamu."
"Baiklah," ucap Laura dengan keringat mengalir deras. Dia tidak memiliki pilihan mengingat pistol yang diarahkan tepat di kepalanya. "Lepaskan aku dulu."
Ancaman itu tidak main-main karena laki-laki itu membawanya menuju mobil dan melajukan mobil itu dengan kecepatan tinggi. Laura pasrah jika hari ini akhir hidupnya lagipula selama beberapa tahun terakhir hidupnya tidak baik-baik saja. Di dunia ini tidak ada yang membuatnya tidak rela setelah Gino melepaskannya dua tahun lalu. Mungkin akhir terbaik adalah mati di tangan seorang penjahat.
Suara sirine polisi terdengar dari kejauhan, Laura tidak berharap pada dewa penyelamat. Akhir hidupnya biarkan saja berhenti di sana. Namun, di luar dugaan mobil itu berhenti dan di depan sana dihadang oleh beberapa mobil polisi. Jalanan sengaja ditutup agar penjahat itu tidak kabur ke mana pun. Merasa perhatian penjahat itu teralihkan, Laura menggunakan kesempatan itu untuk keluar dari mobil. Namun, terlambat sebuah tembakan lebih dulu mengenai tubuhnya menyebabkan Laura tersungkur. Di tengah rasa sakit itu, pistol kembali di arahkan ke wajahnya. Laura tidak bisa menghindar, dia hanya menutup mata disertai air mata yang mengalir deras. Ketakutan itu lebih dari melihat kematian orang tuanya delapan tahun lalu.
Suara tembakan kembali terdengar. Laura membuka matanya dan melihat penjahat itu tertembak di bagian kepala. Laura menutup mulutnya terkejut dengan pemandangan itu. Dia tidak bisa melupakan ekspresi wajah di detik terakhir sebelum orang itu tewas. Air matanya mengalir deras dengan tubuh sedingin es.
"Nona, apa anda baik-baik saja?"
Sebuah jas dipasang di tubuhnya dan Laura merasakan tubuhnya di angkat. Dia tidak merasakan apa-apa karena kesadarannya mulai menipis bahkan dadanya terasa sesak. Dia tidak bisa bernapas padahal seingatnya dia tidak memiliki riwayat penyakit asma. Dengan gerakan lemah, Laura menyentuh ujung kemeja yang dikenakan penolongnya.
"Aku tidak bisa." Laura menghentikan kalimatnya dengan napas terputus-putus. Dia tidak bisa meneruskan ucapannya karena dadanya semakin sesak.
"Nona bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit."
Setelah itu, Laura tidak merasakan apa pun. Penglihatannya buram dengan napas yang semakin lemah.
***
Suara berisik membangunkan Laura dari tidurnya. Beberapa orang perawat berusaha menghentikan Lucy yang kesetanan di ruangan itu. Kebiasaan Lucy tidak berubah meskipun telah menikah. Jessica tampak ketakutan dalam pelukan seorang perawat melihat tingkah Lucy yang ingin menelan habis semua orang di sana. Laura berusaha bangkit dari ranjang, tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan. Dia tidak mungkin lumpuh hanya karena luka tembakan.
"Lala!"
Pelukan erat Lucy menyebabkan Laura tersenyum kecil, perempuan itu melupakan satu hal tentang luka tembakan. Seorang perawat berusaha melepaskan Lucy, tapi tidak berhasil karena Lucy lebih dulu mengusir mereka dengan tatapan mengancam.
Laura mendorong tubuh Lucy agar pelukan itu terlepas. Lukanya akan terbuka jika Lucy terus memeluknya. Dia mengalihkan tatapannya pada Jessica yang berdiri ketakutan di pojok ruangan. Lucy memang patut diacungi jempol melupakan darah dagingnya hanya karena kecemasan berlebihan itu.
"Jessica, kemari," pinta Laura lembut hingga gadis kecil itu berjalan mendekatinya. "Ibumu memang gila." ucapnya terus terang.
"Aku hampir mati saat mendengar berita penculikan itu. Lala, kau tertembak dan hampir tewas jika terlambat mengeluarkan peluru itu dari tubuhmu. Beruntung kau masih hidup, aku tidak bisa kehilanganmu." Lucy menangis sesenggukan. "Mario juga mendengar berita ini, dia sedang dalam perjalanan."
Entah sudah berapa banyak orang yang khawatir mengenai keadaannya. Laura menyentuh lengan Lucy agar perempuan itu berhenti menangis.
"Aku tidak apa-apa," ucap Laura.
"Kau hampir mati, jangan katakan tidak apa-apa. Aku tahu dengan ketakutan itu."
Laura tidak berkomentar saat melihat seorang laki-laki mengenakan jas hitam berdiri di sana dengan canggung.
"Lucy, siapa dia?" tanya Laura memastikan.
"Dia orang yang membawamu ke rumah sakit. Petugas polisi yang menembak penjahat itu."
"Dia?" Laura menelan ludahnya susah payah mengingat kejadian itu.
"Maaf membuatmu terkejut."
Laura tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, terima kasih sudah menolongku."
"Sudah kewajibanku, nona tidak perlu sungkan."
Laura mengangguk. "Terima kasih."
Pintu ruangan terbuka dengan kasar dan David berdiri di sana dengan napas tersengal.
"Laura, apa kau baik-baik saja?!"
Laura tersenyum canggung tidak tahu bagaimana menghadapi situasi itu. Sementara Lucy tidak berhenti menangis seolah pertanyaan David bukan masalah besar. Dan petugas polisi itu masih berada di sana memperhatikannya.
"Aku tidak apa-apa," ucap Laura.
"Gino bodoh itu pasti menyesal saat mendengar berita ini," ucap David.
"Tidak ada hubungannya dengan Gino." Laura berusaha tersenyum meskipun merasa tidak nyaman dengan pembahasan itu. "Lagipula dia sudah menikah."
"Gino sudah melepaskan Lala, tapi kau masih membela sahabatmu yang brengsek itu. Mario bahkan lebih baik dari Gino, entah kenapa kau selalu memuji laki-laki itu." dengus Lucy.
"Kakakmu yang tampan itu juga melukai Laura!" teriak David tidak terima.
"Mario melakukannya karena kehilangan kendali, tapi dia tidak akan melukai Laura seperti Gino melukainya. Mario tidak akan menjadi brengsek seperti Gino si pecundang itu!"
Pertengkaran itu adalah hal biasa bagi Laura. Namun, tidak bagi petugas polisi yang menyaksikan pertengkaran suami istri itu. Laura berdehem pelan untuk menarik perhatian mereka, tapi percuma karena Lucy dan David masih beradu argumen.
"Tuan dan nyonya, bisa kalian keluar sebentar. Aku memiliki beberapa pertanyaan untuk miss Laura."
Ucapan sopan itu berhasil mengusir Lucy dan David. Pasangan suami istri berjanji akan menjenguknya setelah mengantar Jessica ke rumah Jean. Laura menolak keras dengan alasan membutuhkan waktu untuk sendiri. Dia enggan melihat drama pertengkaran suami istri dan topik pembicaraan menyangkut tentang Gino. Beruntung Lucy menyetujuinya dan menyeret David meninggalkan ruangan itu.
Kini hanya ada dia dan petugas polisi itu di sana. Dengan hati-hati petugas polisi itu duduk di kursi yang berada di samping ranjang perawatan.
"Miss Laura, aku hanya mengajukan beberapa pertanyaan. Maaf mengganggu waktu istirahat anda."
Laura mengangguk. "Silakan bertanya."
***

Komentar Buku (98)

  • avatar
    DewiShanti

    bagus sii tp agk sesat dkit

    24/08

      0
  • avatar
    AdrianBayu

    pingin DM ff

    22/08

      0
  • avatar
    Muda Entertaiment

    bagus

    01/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru